" Di usia muda orang mengorbankan kesehatan untuk memperoleh uang, dan di usia tua mereka mengeluarkan uang agar tetap sehat..."
Apakah quote di atas benar? Hmm...rasanya kembali ke persepsi masing- masing. Faktanya makin bertambah umur, kemampuan dan ketahanan fisik akan menurun.Â
Batasan usia produktif kerja yang umumnya mulai usia 18 tahun hingga purna karya di kisaran 55 tahun hingga 60 tahun, jadi acuan sejumlah peraturan ketenagakerjaan. Salah satunya batasan usia pensiun.Â
Di usia  lansia di atas 60 tahun,  biasanya tak hanya keluhan kesehatan yang mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan, tapi juga ketidakstabilan finansial.Â
Wajar karena sudah tak seaktif bekerja seperti sebelumnya sehingga berdampak pada penghasilan. Selain itu dana pesangon yang diterima, sudah dialihkan pada sejumlah investasi atau modal usaha.Â
Misal membayar sisa cicilan rumah yang sedang berjalan, membeli kendaraan operasioanl semacam pick up atau dump truk untuk usaha keliling, atau membeli stok barang untuk dijual kembali pada usaha sembako.Â
Tujuannya agar ada aktifitas usaha usai tak bekerja lagi demi memperoleh konsistensi pendapatan atau mengurangi beban utang sebelumnya agar pikiran tak terbebani di hari tua.Â
Di luar dari hal di atas, yang jarang diantisipasi adalah biaya bagaimana tetap sehat di rentang usia 65 tahun hingga 100 tahun.Â
Karena gangguan kesehatan bisa datang sewaktu- waktu akibat fungsi organ yang tak seprima di usia muda.Â
Hal ini perlu diantisipasi oleh para lansia dan keluarganya karena sejumlah realita berikut :Â
1. Tak semua pasangan punya anak atau dikaruniakan banyak anak.Â
Prinsip anak jadi tulang punggung orang tua di masa lansia masih jadi tren demi pengabdian dan hormat. Beban tersebut meliputi ekstra waktu dan finansial yang mana secara tak langsung akan dibagi merata ke jumlah anak.Â
Hal yang memberatkan tentunya pada pasangan yang karena alasan tertentu tak bisa punya momongan. Kelak siapa yang akan merawat bila salah satu pasangan sudah berpulang duluan atau bercerai hidup di usia lanjut.
Faktanya tak sedikit keluarga yang walau punya anak 3 orang atau 4 orang pun kadang merasa terbeban secara fisik, psikis dan finansial.Â
Membagj waktu dan keuangan mereka  antara keluarga sendiri dan kebutuhan orang tua kadang jadi keluhan yang tak terucap. Apalagj bila si anak belum mapan secara finansial.Â
Bisa jadi panti jompo jadi solusi menitipkan di sana untuk sementara waktu.....ato untuk waktu yang lama.Â
2. Tak sedikit yang memutuskan tidak menikah alias single forever.Â
Pilihan hidup seseorang beragam alasannyaa. Itu cara dan persepsi mereka terhadap pemaknaan kehidupan. Tak bisa dipaksakan atau dianggap salah.Â
Konsekuensi dari menjadi sendiri dan tak menikah adalah kelak akan menua sendiri. Tentunya sudah harus dipikirkan juga nanti siapa yang akan mengurus dan merawat di masa lansia.Â
Bisa jadi panti jompo jadi salah satu opsi yang terbesit karena tak ingin merepotkan sanak saudara.
3. Gaya hidup  di usia produktif.Â
Saya mendengar sebuah nasihat yang cukup keras untuk sebagian orang namun ada benarnya juga. Ijinkan saya menuliskan untuk menjadi renungan.Â
" Bila seseorang itu melarat di usia 60 tahun hingga 80 tahun, pertanyaannya adalah apa yang dilakukan dari umur 20 tahun hingga 60 tahun.."Â
Bila terkait finansial, apa investasi yang ditabung dari pendapatan selama usia produktif bekerja? Berapa yang disisihkan dan untuk berapa lama agar tak melarat di hari tua?Â
Kemana saja uang - uangnya keluar selama puluhan tahun bekerja? Ditanam dimana aja? Karena apa yang dipetik kelak adalah apa yang ditanam sekarang.Â
4. Bersandar pada fasilitas pekerjaan, namun hilang setelah pensiun ato resign.Â
Tak sedikit yang mengandalkan apa yang diberi tempat bekerja padahal itu ada batas dan masanya.Â
Tunjangan asuransi kesehatan termasuk asuransi BPJS akan berakhir setelah purna karya ato resign, dan harus membayar sendiri.Â
Kendaraan operasional akan dikembalikan, tunjangan transportasi dan jabatan akan lenyap dan kita mungkin bukan siapa - siapa lagi setelah uang pesangon dan dana pensiun dibayarkan.Â
Bagaimana mengantisipasi kebutuhan finansial terkait biaya kesehatan di masa lansia?Â
1. Minimal punya asuransi kesehatan dari pemerintah.Â
Ini karena fasilitas kesehatan semacam BPJS ada dimana-mana dan bisa juga dilayani oleh sejumlah rumah sakit swasta. Pastikan selalu lancar terbayar setiap bulan dengan memilih kelas 1 (150 ribu), kelas 2 ( 100 ribu) atau kelas 3 (35 ribu).Â
Sisihkan aja dana tahunan menyesuaikan kelas agar tak ribet membayar setiap bulan. Toh setelah resign ato pensiun, tak ada lagi perusahaan membayar cicilan BPJS karyawan tapi sudah tanggung jawan sendiri.Â
2. Bila memungkinkan, miliki juga asuransi lain sebagai 'payung' dalam tanda petik di masa lansia.Â
Dalam siklus finansial keluarga, pengeluaran terbesar ifu bukan ketika anak sudah sudah selesai kuliah, bekerja dan punya penghasilan sendiri, tapi ketika orang tua sudah pensiun lalu  sakit- sakitan dan masih terus hidup di masa tua.Â
Mengapa? Karena pengeluaran sedikit- sedikit mesti keluar tapi untuk waktu yang panjang. Belum lagi tindakan medis dan biaya perawatan setelah tindakan medis selama di rumah.Â
Contoh sederhana, harga popok untuk lansia. Emamg sih murah ada yang ngga sampai 200 ribu, tapi itu kan sekali pakai. Kalo untuk waktu yang lama, cukup besar dana yang dianggarkan.Â
Dengan adanya asuransi lain yang bisa di klaim pada usia 70 tahun ato 80 tahun bila ikut sejak usia muda, setidaknya bisa menutupi pengeluaran dan membantu finansial para lansia kelak.Â
Cara sederhananya, jangan ambil yang unit link tapi yang tradisional aja dengan premi murah. Lebih muda usia lebih kecil premi.Â
Kalo bisa cari yang bisa di klaim di usia 70 tahun karena secara rata-rata banyak kok orang Indonesia yang masih sehat bugar di usia 70 an.Â
Maksudnya uang tersebut masih bisa dinikmati oleh yang bersangkutan dan merasakan sendiri kegunaannya.Â
3. Punya pasif income di masa lansia.Â
Pendapatan pasif bisa dari aset fisik seperti bangunan yang dikontrakkan atau disewakan, royalti hasil karya, deposito beejangka, hingga hasil bumi seperti sawah dan kebun.Â
Setiap bulan atau setiap tahun bisa memperoleh pendapatan finansial secara reguler. Rasanya cukup membantu.Â
Salam,Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H