Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dinar Candy Adalah Kita dalam Keresahan Sosial dan Kebutuhan Konten Popularitas

6 Agustus 2021   16:19 Diperbarui: 6 Agustus 2021   17:54 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber :news.detik.com

Just Sharing....

Duduk di warung kopi, paling aseek seruput kopi sambil pegang HP. Kemudian membuka dan menyimak beragam informasi aktual. Salah satu yang cukup menarik perhatian (saya) adalah busana Dinar Candy (DC)yang berkerudung hitam di Polres Metro Jakarta Selatan. 

Yupp...sebagian dari kita mungkin sudah tau ihwal kasusnya dari media. Disk Jockey (DJ) 28 tahun ini disangkakan UU Pornografi gara-gara memprotes kebijakan PPKM nya pemerintah dengan mengenakan maaf, bikini di trotoar pinggir jalan. 

Bagi para warga angkatan lawas, generasi kayu bakar hingga generasi telepon koin, barangkali tak kenal siapa si DC ini. Artis bukan, karya senimannya juga ngga akrab di telinga mereka. Namun bagi generasi Y dan Z, generasi tiktok dan gawai, sebagian sudah tau, bisa jadi karena pose-pose seksinya. 

Singkat cerita, dengan dibantu adiknya DC  yang merekam dan mengambil gambar, hasil protes tersebut ditayangkan di Instagram miliknya. Sontak tak hanya para follower yang dibuat panas dingin dengan aksinya, tapi juga sejumlah elemen lain, termasuk aparat kepolisian. 

Ujung dari karya kreatif yang dirancang DC dan tim nya, akhirnya berakhir di meja pemeriksaan. Ditindak pelanggaran berindikasi porno. Dan Si DC pun tampil soleha lewat pakaian yang dikenakan. Tak lagi menonjolkan lekuk tubuhnya yang berusaha menarik perhatian.

Ada yang menarik dari kasus ini, yang secara tak langsung, menggambarkan bahwa  DC adalah kita. Ya kita warga negara Indonesia, dalam realitas sosial terhadap sejumlah fenomena. Upss...kok kita. 

Sebentar, tahan dulu...Mari melihat lebih luas pada contoh lain di negeri ini, yang mungkin bisa membenarkan bahwa DC adalah kita dalam versi yang berbeda dengan tujuan yang sama. 

Cara DC memprotes PPKM, busana yang dikenakan, tujuan dan target yang diinginkan, serta beraneka pandangan dan penilaian warga. 

Bedanya adalah bagaimana menyuarakan, lewat media seperti apa, teknik "menjual diri" dalam tanda petik dan realitas alam bawah sadar warga yang benci tapi butuh, nyinyir tapi tak bisa menolak. 

Ini sejumlah versi lain ala -ala Dinar Candy dalam realitas sosial, meski mencederai etika dan melanggar privasi 

1. Ada warga berbusana tertutup, tapi niat dan motivasinya jauh dari nilai busana yang dikenakan

Banyak contoh di negeri ini. Sebelum DC berbusana tertutup di kantor polisi, para wanita yang sebelumnya tersangkut kasus kejahatan, juga melakukan hal serupa. DC hanya meniru apa yang dilakukan pendahulu. 

Apakah pakaian yang dikenakan kala disidang atau diperiksa, akan menurunkan sanksi dan jerat hukum? Wallahualam...kayaknya belum ada aturan soal itu. Atau mungkin si tersangka wanita mendapat bisikan dari Tuhan : Nanti pake yang tertutup ya, siapa tau bisa bikin iba...hehe. 

Contoh paling nyata teroris wanita yang ngelakuin aksinya dengan busana tertentu. Belum lagi para pelakor dan koruptor yang juga nampak soleha dalam balutan demikian. 

Catatan dan penelusuran lain, cukup mengagetkan. Ada situs dewasa menayangkan sejumlah foto terbuka para wanita berhijab.Mereka layaknya kaum wanita yang kita temui setiap hari. Situs itu lalu menyandingkan antara foto yang tertutup sama yang terbuka. Kadang malah disertai video.  

Itu bukan editan dengan aplikasi tertentu. Sudah pasti ulah tak senonoh oknum. Tapi lebih kurang beretika lagi bila wanita yang menipu dirinya. Di luar baik di depan orang banyak, namun liar dan pasrah ketika masuk dalam godaan hingga rela telanjang di kamera HP. 

Lantas bagaimana dengan PSK remang-remang di pangkalan, siang hari tertutup namun malam hari terbuka. Yang memakai jasa nya pun, tak lagi berpikir soal busananya. Tertutup ato terbuka, yang penting hasrat tersalurkan. 

Sejumlah kaum wanita pada beraneka contoh ini, malah bikin nilai dan makna dari sebuah busana yang tujuannya mulia bisa bisa malah merosot. 

2. Motivasi Dinar Candy nekad berbikini hanya untuk sensasi, popularitas dan konten. 

Ngga ada yang membenarkan orang tanpa busana di ruang publik.Bahkan orang dengan gangguan jiwa pun, kadang malah bikin risih sehingga dipakaikan busana penutup. Jelas DC bersalah melanggar UU Pornografi. 

Namun menganalisa pada maksud dan tujuannya dibalik protes terhadap PPKM, sebenarnya DC ibarat sedang jualan juga. Dia tak beda dengan warga kebanyakkan memprotes kebijakan PPKM dengan langsung menujukan protesnya ke akun medsos Pak Jokowi.

Motif DC berbikini berharap setelah tayang di medsosnya, akan makin banyak yang like and subscribe. Makin banyak dikomentar, jadi viral dan diwawancarai para awak media. CD sengaja manfaatkan momen. 

Target DC bisa jadi bukan pada para pelintas dan warga yang melihat di sekitaran situ. Lagipula orang Indonesia itu akan risih dan malunya tinggi, apalagi lihat orang berbikini di depan mata. 

Tapi dibalik risihnya, ada malu malu mau dan kepo. Lha buktinya sejumlah video yang aneh-aneh dalam petik pun, bisa ditransfer link dan berputar dari gawai ke gawai hingga viral. Antara ingin tau dan ingin liat beda beda tipis. 

Sebenarnya niat jualan dalam tanda petik dengan cara yang salah, tak hanya dilakukan DC, tapi juga publik figur lain. Bedanya mereka mungkin ngga melanggar UU Pornoaksi, tapi UU lain. Misalkan UU Penyiaran dan privasi. 

Ketika artis menikah atau anak artis menikah, apakah itu bagian dari jualan dalam tanda petik dengan memaksakan pemirsa mau tidak mau harus menonton pada layanan publik? Sudah pasti, meski dibalut dengan tujuan yang bagi mereka baik. 

Pernikahan Raffi Ahmad Nagita Slavina, Anang Ashanti, hingga anaknya Aurel Hermasnyah dan Atta Halilintar, dengan menyiarkan secara live di TV sekian jam,hingga Presiden Jokowi pun diundang,  tujuannya jelas-jelas buat popularitas dan konten juga.

Lalu bagaimana dengan para politikus dan partai nya, yang rame -rame pasang foto narsis di baliho bersanding poster kemenangan medali emas Olimpiade atlet Gresya Polii dan Apriani Rahayu? 

Apakah itu jualan juga dalam tanda petik? Demi apa? Popularitas, sensasi atau nebeng cari momen agar tak lupa dirinya dan partainya dibalik ucapan ala kadar? Hehe...Motivasi dan niatnya bisa warga menilai sendiri deh...

Padahal bisa via medsos, mengapa sampai harus manual di pinggir jalan dan di tengah kota, sama kayak si DC cuman salah busana. 

3. Adab timur menolak, tapi pasar menerima

Pernahkah kita berpikir, mengapa artis -artis yang menjual sensualitas, selalu punya pasar sendiri sehingga media yang dalam tanda petik malu malu mau, akan tetap meliput dan memberitakan dengan redaksional bombastis dan menarik pembaca atau penonton? 

sumber:abatanews.com_DC berbikini di trotoar
sumber:abatanews.com_DC berbikini di trotoar

Belum lama ini jurnalis Ridho Permana si Mr NGILU jadi sorotan warga, namun sebelum dia, sudah banyak juga jurnalis mencari peruntungan dengan menayangkan karya jurnalistik ala ala semi porno berbau seksualitas. 

Ironisnya, banyak warga menolak karena Indonesia itu adab timur, namun tak bisa dipungkiri banyak yang suka. 

Lihat saja tayangan semacam Lucinta Luna, meski dia transgender yang mengaku tidur dengan 300 an lebih pria dalam testimoninya pada Youtuber Denny Sumargo, sampai hari ini tayangan 28 Juli 2021 ini sudah ditonton 982 ribu orang dan di like 24 ribu orang. 

Kira -kira yang memberi like dan jumlah penonton sebanyak itu orang mana? Tanpa ditranslate ke dalam bahasa inggris, sudah bisa ditebak mayoritas warga Indonesia. Sekalipun mencibir dalam sejumlah komentar, tapi mereka diam diam kepoo banget. 

Para artis milenial dan dari generasi Z, bahkan generasi Y, secara demografi penduduk adalah pasar terbesar komoditi media saat ini. 

Mereka akrab dengan medsos, sehingga lewat IG, Youtube dan lainnya,lebih mudah selebriti semacam DC dan lain-lainnya, berjualan dalam tanda petik. Jalan pintas menjadi terkenal dan populer. 

Mungkin karena itu tak terlalu dikenal warga angkatan lawas karena mereka memang makin menjauh dari teknologi komunikasi modern, yang dulunya lebih mengenal dari media cetak yang kini makin mati suri. 

Bagaimana pun, DC tetap salah. Mau jualan tapi caranya salah, seharusnya lebih bijak dengan cara yang elegan. 

Salam, 

Referensi : 

1. https://www.kompas.com/hype/read/2021/08/05/131934566/kronologi-penangkapan-dinar-candy-ditangkap-saat-keluar-dari-rumah-temannya

2. https://news.detik.com/berita/d-5671932/penampakan-dinar-candy-berkerudung-hitam-tinggalkan-polres-dini-hari?tag_from=news_mostpop

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun