Tak sengaja si tukang bakso keliling yang juga masih muda dan sepantaran si pegawai kantor itu saling berpandangan.
"Enak banget hidupnya si mas itu, kerja santai uang banyak. Lha aku tiap hari keliling hanya dapet bersih 6 juta sebulan," batin si abang bakso mengasihani dirinya sendiri
Dia tak tahu apa yang juga terlintas di pikiran si pegawai kantoran itu
"Coba aku punya modal, mau usaha bakso kayak si abang itu. Daripada kerja gini, seragam doang gaji pas-pasan cuma 3 juta sebulan. Mana pergi pagi pulang malam, itu pun kalo nyampe target," katanya dalam hati.Â
Dua orang dengan 2 profesi berbeda, membandingkan kehidupannya satu sama lain. Satu memakai kacamata A, satu mengenakan kacamata B.Â
Menariknya, dua kacamata A dan B itu berasal dari konsep bahagia versi mereka masing-masing. Mengukur dirinya dengan orang lain lalu meletakkannya sebagai dasar.Â
Bila abang bakso tahu apa yang dipikirkan si pegawai kantoran, dan pegawai kantoran sadar apa yang ada dalam bayangan si abang bakso, apakah kira-kira mereka mau bertukar profesi?Â
Atau lebih jelasnya, apakah mau bertukar kehidupan? Belum tentu.Â
Sama seperti ketika rekan-rekan saya di kantor melihat penampakkan awal "sepasang" calon nasabah yang begitu mempesona dari luar, apakah mau bertukar kehidupan manakala tahu aslinya?Â
Bisa jadi dijawab "ngga mau ah". Lebih bahagia hidup dengan kehidupan mereka sendiri.Â
Lantas, mengapa masih ada orang yang mengukur hidupnya dengan orang lain?Â