Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY-Moeldoko-AHY, Apa Kudeta Dipicu Terkait Regenerasi Tanpa "Pertimbangan"?

8 Maret 2021   16:44 Diperbarui: 8 Maret 2021   20:19 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik tak selalu mulus dan indah/dokpri

Politik tak selalu mulus dan indah/dokpri
Politik tak selalu mulus dan indah/dokpri
Realitas ini menyimpan potensi tersembunyi yang pelan-pelan dapat meruntuhkan kepercayaan publik terhadap partai tersebut, apalagi bila ada para senior atau pengurus partai, yang ternyata punya pengalaman jauh lebih baik dan jauh lebih berkompeten, bila disandingkan dengan calon dari partai lain dalam perhelatan pilpres mendatang. 

Membandingkan Moeldoko dan AHY memang beda. Satu anak kemarin sore, satunya ibarat paman adik nya sang ayah. Satu berpengalaman panjang  di TNI dan pemerintahan, satunya meski pernah di TNI juga, namun memilih arahan Sang Bapak tuk belajar berenang di lautan perpolitikan. 

Jadi ketika sebagian dari internal partai merasa Moeldoko lebih menjual alias bisa head to head dengan calon lain di konstelasi mendatang, lantas mengkudeta partai yang sudah membesarkannya, boleh jadi motifnya adalah ketidakpuasan. Entah ketidakpuasan seperti apa dan terhadap siapa, harusnya dibicarakan bersama di internal partai.

Masalahnya partai -partai itu ada kata politik di belakangnya, jadi ujung - ujungnya akan bermuara pada cara mencapai sesuatu. Bila sesuatu itu adalah jabatan, siap -siap saja saling berebutan saling senggol.

Mirisnnya adalah harga mahal yang dibayar AHY tuk melepas karir militernya mungkin akan tak terasa berguna ketika dia bukan siapa -siapa lagi karena ada Partai Demokrat baru. 

Bila tak ada partai lain yang meminangnya tuk maju kelak di perhelatan pilpres mendatang, entah sebagai capres ato cawapres, tentu harapan Pak BY tuk mewariskan trah nya berpotensi terputus alias tak tercapai.

Di satu sisi, bila Moeldoko tetap melaju, meski melanggar etika dan ibaratnya menusuk dari belakang Pak SBY, andai maju dalam perhelatan pilpres mendatang, apakah itu tak jadi batu sandungan bagi warga ato partai kompetitor tuk menjegalnya? Hmm...dalam politik apa aja bisa terjadi.

Dengan mengamati pelik Partai Demokrat saat ini, kita mungkin bisa mengerti mengapa politik itu tak ada kawan abadi, tapi kepentingan abadi. 

Salam 

Referensi:
1. kontan.co.id
2. wikipedia.org/wiki/Daftar_presiden_Indonesia
3. wikipedia.org/wiki/Moeldoko
4. wikipedia.org/wiki/Agus_Harimurti_Yudhoyono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun