Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kritik Pejabat Publik, Konsekuensi Jabatan dan Kebebasan Warga Beropini

10 Februari 2021   12:32 Diperbarui: 10 Februari 2021   13:35 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di media cetak, media online, media sosial. Ini tak terbatas pada media yang dikelola oleh negara dan kementerian -kementerian di dalamnya, tapi juga oleh pihak swasta.Baik di level nasional, level regional maupun level lokal.

Terlepasnya sekat pembatas komunikasi antara warga dan penguasa (pemerintahan), beserta pejabat yang notabene dipilih juga oleh rakyat tuk menduduki posisi tersebut, secara tak langsung memunculkan keberanian bertutur  ala warga. 

Ini sedikit berbeda dengan pejabat publik, yang malah kuatir dan sedikit takut dengan kebebasan warga beropini. Terutama pejabat publik di tingkat lokal atau regional. 

Mereka kian cepat merespon dan bisa dibuat terintimidasi hingga tak nyaman oleh beragam komentar yang dinilai menurunkan kewibawaan. Apalagi bila rambu-rambu kemerdekaan beropini dilanggar. 

Meski sudah ada UU ITE beserta sejumlah norma tertulis maupun tak tertulis, yang diharapkan bisa jadi acuan mengenai konten berupa kritikan atau masukan yang hendak disampaikan warga, namun sifat cenderung lepas, spontan dan ngegas ala-ala warga kadang malah jadi bumerang juga. Bisa ditindak dan diciduk. 

Ibarat terlalu keras salah, terlalu lembut juga kadang tak ditanggapi.Tengok saja beraneka kolom komentar di media sosial maupun media online yang memberi ruang tuk merdeka menyampaikan usulan dan kritikan. 

Sebagian warga, bisa jadi dengan modal pengetahuan dan pendidikannya, lebih elegan mengutarakan opini nya lewat tulisan di jurnalisme warga maupun media cetak. Itu pun bisa punya potensi bahaya bila kebablasan. 

Jadi bisa dikatakan adalah baik  ajakan Presiden Jokowi agar warga tak segan bersuara dan beropini. Melontarkan kritik juga masukan. Cuman himbauan ini kadang bisa jadi pedang bermata dua. 

Komentar masyarakat dapat menusuk ke pejabat publik dan lembaga yang dipimpinnya, tapi di sisi lain bisa melukai warga juga. Malah punya kemungkinan digunakan pihak lain tuk rame -rame menusuk sang  penusuk. Dan di negeri ini, sudah banyak kejadian dan contoh kasus yang dapat dijadikan pengalaman soal beropini dan bersuara. 

Salam, 

 Referensi : 

1. https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2010/61TAHUN2010PP.HTM 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun