Pertanyaan yang kadang ditanyakan calon nasabah....
Salah satu tujuan baik dari menulis di blog besar seperti Kompasiana dan berkaitan dengan pekerjaan saya, adalah dapat mengedukasi nasabah (juga pembaca) lewat tulisan.
Karena sadar, total nasabah yang jumlahnya bisa ratusan, ribuan bahkan jutaan (tergantung database masing-masing perusahaan), ngga bisa dijelasin satu per satu. Baik oleh CS atau karyawan internal.Â
Selain kendala waktu, ruang dan jarak, kini di zaman serba digital sudah berkurang total kunjungan customer ke kantor. Sebagian besar lewat online, apalagi bila tinggal di kota besar. Hanya untuk kebutuhan yang urgent saja para debitur itu sowan ke cabang.Â
Memang sih di perusahaan, hampir pasti ada Divisi Internal Komunikasi yang mengelola juga media sosial perusahaan seperti Twitter, Instagram, dan yang lainnya. Beraneka informasi di sana bisa diakses oleh customer.Â
Hanya saja di platform tersebut, lebih banyak menginformasikan mengenai program promosi dan sisi sosial perusahaan baik ke dalam maupun ke luar lintas sektoral. Tidak untuk hal -hal yang sifatnya teknis di lapangan, mengapa begini mengapa begitu.Â
Salah satunya berkaitan judul di atas. Sering ditanyakan nasabah, kala petugas melakukan kunjungan ke tempat tinggal mereka.Â
Perlu dipahami bahwa tujuan mendatangi tak hanya tuk urusan mau kredit apa dan pinjaman berapa. Tapi kadang juga dilakukan setelah kredit berjalan.Â
Jadi ndak baik langsung suudzon, sama diri sendiri, sama keluarga atau terhadap tetangga satu RT, pasti gara-gara kreditnya macet atau unit mau disita, makanya pegawai pemberi kredit mendatangi. Ngga semua karena itu Kakak.
Nasabah lancar pun bisa masuk jadwal kunjungan. Misalnya ada audit reguler di kantor cabang yang biasanya minimal sekali setahun atau periode per beberapa bulan. Nah daftar nasabah ditentukan secara acak oleh tim audit di kantor pusat, atau divisi dari kantor regional.Â
Perlu dipahami pula, selain bertemu langsung, verifikasi juga dapat dilakukan by phone. Biasanya akan menanyakan beberapa pertanyaan perihal kredit yang sudah jalan dan menyesuaikan dengan data yang sudah dipegang oleh tim.Â
Pola dan proses seperti ini juga hampir sama apabila nasabah itu bermasalah, baik secara angsuran atau terjadi sesuatu pada agunan. Misal kecelakaan motor/mobil, kebakaran rumah/gedung, atau terjadi penggelapan atau pencurian unit.Â
Tujuan didatangi bisa saja tuk pengurusan proses klaim asuransi oleh pihak pembiayaan atau dari vendor asuransi sebagai parner perusahaan. Bisa juga karena ada program pengkinian data, beberapa lembaga pemberi kredit akan memberi tugas kunjungan pada pegawainya ke rumah nasabah. .Â
Tujuannya ya, mengecek up date terbaru tempat tinggal nasabah. Ini terutama para nasabah di kota besar, yang bisa saja adalah para pendatang dan status tempat tinggal adalah kost (kontrak) yang ada kecenderungan berpindah tempat tinggal. Apalagi bila kontak tak dapat dihubungi.Â
Apapun alasan mendatangi nasabah, hampir selalu petugas menyempatkan untuk foto tempat tinggal nasabah dan foto selfi.Â
Bisa juga foto selfi-nya nggak, namun foto fisik rumah dan kondisi sekitar selalu diambil oleh petugas. Ini kadang tak diketahui oleh pemilik rumah. Namun tak menutup kemungkinan, petugas meminta izin terebih dahulu.Â
Berangkat dari pengalaman, beberapa hal di bawah ini menjadi pertimbangan, mengapa foto tempat tinggal calon nasabah diperlukan.Â
Khusus untuk pengajuan kredit di awal, data dan dokumen tempat tinggal sifatnya mandatori alias wajib. Namun dalam beberapa kasus, kadang juga tidak mesti alias bukan syarat utama.Â
Beberapa lembaga pembiayaan misalnya, tidak mensyaratkan bukti dokumen ini andai nasabah itu merupakan nasabah sebelumnya dengan alamat domisili masih sama dengan dikontrak sebelumnya.Â
Yang lainya tergantung kategori besaran plafon pembiayaan sebagai pertimbangan. Misalnya PH (Pokok Hutang) sekian sampai sekian baru diwajibkan. Beraneka kebijakan soal foto rumah kadang mengikuti trend kondisi yang terjadi.Â
Contohnya di masa pendemi ini, sepanjang Maret hingga November, persyaratan dokumen foto ini menjadi sangat dibutuhkan dalam analisis kredit sebagai pertimbangan persetujuan.Â
Secara ringkas, beberapa kegunaan bagi lembaga pembiayaan, baik finance atau pun perbankan berkenaan dengan foto rumah calon debitur dengan foto selfi pegawai, antara lain adalah:Â
1. Sebagai bukti bahwa karyawan benar sudah survei ke tempat nasabah.Â
Mengapa? Karena banyak kasus fraud, salah satunya disebabkan oleh survei fiktif. Oknum karywan tidak berkunjung ke rumah calon nasabah, namun memanipulasi data fisik dan kondisi lingkungan tempat tinggal.Â
Modusnya bisa kongkalingkong dengan nasabah atau menerima bayaran tertentu dari pihak lain, demi memuluskan pengajuan.
Dari hasil temuan audit, ada saja kasus seperti ini. Namun dengan penerapan digital, hampir semua petugas lapangan menerima sebuah perangkat android dari perusahaan atau milik mereka sendiri, yang disetting dengan aplikasi.Â
Tujuannya untuk mengecek kebenaran foto dan waktu lokasi, mana kala foto itu dikirim dari lokasi tempat debitur. Jadi potensi memanipulasi semakin menyempit.
2. Dokumen foto rumah sangat berguna sebagai bahan analisis Divisi Kredit.Â
Divisi kredit yang biasanya menangani analisis risiko akan memasukkan data fisik rumah dan kondisi lingkungan tempat tinggal calon nasabah ke dalam parameter kredit, bersamaan dokumen lain milik nasabah.Â
Hasil analisis akan memunculkan yang namanya scoring. Istilah scoring, pada beberapa lembaga pembiayaan, bisa sama atau berbeda.Â
Hasil scoring bisa lowest (sangat kurang), low (kurang) atau good (baik). Scoring yang jeleknya hampir pasti pilihannya ada dua: bisa ditolak, bisa juga direkomendasi dengan catatan tertentu.Â
Misalnya, bila kredit kendaraan minta naikkan DP (uang mukanya). Bila itu pembiayaan multiguna, plafon pinjaman dikurangi. Kadang juga dimintakan tambahan data lain dari nasabah yang bersangkutan untuk menaikkan scoringnya.
Pertanyaanya kondisi fisik tempat tinggal seperti apa yang ikut menentukan besaran scoring tersebut? Â Lazimya ada 4 kategori, yakni kumuh, sederhana, menengah dan mewah. Ada sejumlah acuan mendasar.Â
Pemukiman kumuh biasanya luas bagunan kurang dari 20 meter persegi, jalanan sempit hanya tuk roda 2. Fisik rumah tak terawat, mayoritas dihuni masyarakat berpenghasilan rendah. Tak ada selokan, kebutuhan air dan MCK di sungai atau alam
Kawasan sederhana adalah kondisi tempat tinggal dengan RSS (Rumah Sangat Sederhana), luas bangunan kurang dari 36 m2. Akses jalan masuk dapat dilewati satu kendaraan roda 4. Bangunan rata-rata batako meski lantai non keramik. Ada fasiitas MCK dan jaringan listrik dengan daya 450 watt.Â
Katagori menengah, luas bangunan lebih dari 45 meter persegi, bisa dilewati 2 kendaraan roda 4. Bangunan tertata terawat. Rata-rata setiap rumah punya kendaraan roda 4, pemukiman semi real estate.Â
Terakhir golongan hunian mewah adalah pemukiman dengan jalan hotmix atau paving block,rumah berjarak dan terawat. Mayoritas penduduk di sana berpenghasilan di atas 5 juta. Rata-rata memiliki kendaraan dan jabatan formal juga wiraswasta bermodal besar.Â
Untuk menganalisis kategori di atas, biasanya petugas akan ambil foto tampak depan rumah, tampak samping (kiri dan kanan) kelihatan jalan depan, tampak dari kejauhan, foto lantai, foto interior ruang tamu, dan beberapa foto lainnya.Â
Bagaimana melakukannya, sudah pasti bisa dengan sembunyi-sembunyi atau meminta izin lebih dahulu...(pengalaman saya di awal -awal 2011 seperti itu..hehe). Kadang bila izin dahulu, ada nasabah yang keberatan, padahal kredit mengharuskan ada fotonya.
Jadi kalo sudah di lapangan, petugas ibarat tulus seperti merpati tapi cerdik seperti ular. Pandai membaca nasabah dan kondisi secara cepat serta melakukan sekreatif mungkin, karena waktu hanya 1 atau 2 jam di rumah mereka.Â
Sebenarnya masih ada ciri lain klasifikasi di atas, namun yang perlu digarisbawahi adalah kondisi pemukiman bukanlah satu-satunya standar dalam persetujuan kredit.Â
Dalam pengalaman saya di lapangan, ada yang tinggal di kondisi kumuh, tapi sangat setia dalam kewajiban kredit, meski di awal-awal rasanya berat dan ragu menyetujui.Â
Sebaliknya, ada nasabah berasal dari hunian yang jauh lebih baik, sangat mudah dan cepat disetujui di awal. Namun setelah berjalan, malah tak beritikad baik, memandang rendah dan mengabaikan.Â
Dinamika seperti itu wajar, tak hanya musik yang berdinamika, tapi diferensiasi debitur juga ada. Bukan standar mutlak.
3. Selain foto rumah dan selfie petugas, ini dokumen pendukung lain, satu kesatuan tuk dianalisis
Umumnya di perusahaan pembiayaan itu, divisi kredit jarang bahkan tidak pernah turun ke lapangan. Kecuali ada pengecualian khusus, misalnya meragukan dokumen yang diserahkan petugas marketing atau pinjamannya rada-rada gede, di atas kisaran normal.Â
Dengan pembagian tugas utama seperti itu, kredit biasanya meminta sejumlah data, yang merupakan satu kesatuan untuk dianalisis.
Selain foto rumah, yang wajib juga foto meteran listrik, foto PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), slip rekening listrik atau rekening air PAM, minimal 4 bulan terakhir, dan KK (Kartu Keluarga).Â
Sinkronisasi data-data di atas akan menunjukkan siapa pemilik tempat tinggal; status rumah (milik sendiri atau kontrak), kesesuaian fisik rumah dengan daya listrik, rata-rata nominal tagihan pembayaran, dan sebanyak apa penghuninya serta status hubungannya dengan calon nasabah.Â
Tiga hal ini kiranya bisa menjadi jawaban dari judul tulisan. Andai suatu saat didatangi dan mengambil sejumlah foto di lokasi tempat tinggal.Â
Bila punya usaha rumahan atau misalnya semacam toko kelontong, petugas akan sekalian memotret sebagai gambaran dan bukti usaha pemohon. Itu sudah SOP nya...Â
Mau tidak mau, suka tidak suka, meski dalam kondisi hujan sekalipun, foto tetap wajib...hehe.Â
Sekadar berbagi,
Salam Bulan Desember,
Sumbawa NTB, 09/12/2020,Â
20.50 wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H