" Tidak usah bayar, gantinya cukup pilih aja calon nomor ...."
Sore kemarin saya mampir ke rumah seorang nasabah. Halaman depan rumahnya, sebagian areal dijadikan warung kopi. Bagi saya ada keuntungan sendiri ngopi di tempat usaha customer. Bisa ngeliat -ngeliat.Â
Mang ngeliat apa? Sudah pasti yang pertama adalah mengamati lalu lintas pelanggan usahanya. Keluar masuk dan belanja apa saja. Nominal berapa. Yang dijual apa saja selain produk minuman dan makanan. Tujuan utama bisa ngobrol -ngobrol dengan pemiliknya.Â
Ternyata oh ternyata, customer saya yang katagori Macan alias mama -mama cantik ini, sedang ketiban masalah.
Problem nya apa saya skip aja. Kualat bocorin aib pelanggan. Ntar rejekinya jauh..hehe.Â
Itu sih kata perempuan jelita nasabah saya, yang dalamannya 42 tapi kemasannya 24. Maksudnya tampilannya lebih muda dari usia yang sebenarnya alias awet muda.
"Gini Mas, aku tuh punya masalah sama Si A. Kan Mas tau kan si A itu gimana -gimana sama saya. Harga diri saya hancur dikatain yang 'begituan' jadi saya bersama suami, putuskan lapor ke kepolisian." bibir merah nya makin merah lantaran ada aroma sakit hati kala meluapkan kisahnya di hadapan saya
"Terus, gimana kelanjutannya Mba?" tanya saya,memancing
" Abang (suaminya) kuatir kalo  kita bisa balik imbas nya terkait pengaduan ke polres. Tapi syukur ada Bang Mario (nama samaran), yang masih satu komplek dengan kami. Dia kan pengacara juga," sambungnya dengan mata sedikit berbinar.Â
" Mahal lho bayar pengacara Mba," kata saya, memotong pembicaraan
" Ngga kok Mas. Kata Bang Mario, dia siap membantu saya dan suami. Tidak usah bayar, gantinya cukup pilih aja calon nomor XXX. Kan Bang Mario tim pemenangnya juga. Lagian,kita juga bingung mau coblos siapa," urainya menjelaskan.Â
Hmm...saya mengernyitkan dahi. Sedikit mengangguk -angguk. Setelah itu Si Mba terus curcol soal masalahnya itu. Dilanjut lagi dengan topik lain.Â
Mungkin dipikir kopi dalam gelas belum habis, 'tuang' terus dengan pecahan beling kehidupan rumah tangga. Hingga ditutup dengan tema pilkada serentak pada Bulan Desember mendatang.Â
" Mas pilih nomor XXX juga ya, karena saya dipesan sama Bang Mario, tolong ajakin yang lain milih calon yang sama ," katanya sedikit berbisikÂ
Hehe...saya akhirnya ketawa. Si Mba juga ikutan ketawa.Â
Dalam hati, saya ngga ada urusan dengan  kriminal dan pihak berwajib, belum butuh pengacara. Jadi tak ada timbal balik apapun dalam bentuk 'penggiringan secara halus' terhadap pilihan salah satu paslon dalam pilkada nanti.Â
Beraneka modus 'serangan fajar' Â pilkada di era pandemi, tatkala uang tak lagi yang utama.Â
Susah cari uang di masa Covid menular ke mana -mana lewat manusia, tentu berpengaruh pada modal finansial sebuah tim pemenangan calon. Menariknya di jelang akhir tahun 2020 ini, Â di saat warga teramat butuh uang, namun warna -warni 'serangan fajar' bisa jadi berubah bentuk dan tak semeriah pilkada sebelumnya.Â
Label resesi ekonomi yang melanda tanah air di kuartal ketiga, disertai meningkatnya PHK dikalangan pekerja, sudah pasti berimbas pada iklim usaha. Modal partai, yang sebagian tak langsung berasal dari pundi -pundi pengurus partai atau kantong pasangan calon, bisa jadi tetap mengalir namun alirannya terbatas.Â
Berhitung juga. Andai kalah bagaimana. Bila nantipun menang, iklim usaha dan aset-aset penyumbang PAD (Pendapatan Asli Derah) di daerah lokal, belum bisa diharapkan mengucur deras.Â
Pandemik corona, belum ada kepastian kapan akan berakhir. Vaksin nya aja masih uji coba ke tubuh manusia. Namun pesta rakyat memilih calon kepala daerah, ibarat the show must go on. Meski ada sejumlah potensi dan resiko yang jadi kendala.Â
PR besar bagi para tim pemenang paslon, adalah kreatifitas merangkul warga, demi menggiring pada pilihan mereka. Salah satu ilustrasi nyata adalah kisah pengamatan saya di atas. Apa yang jadi kelebihan dan keunggulan masing -masing orang dalam tim pemenang, diberdayakan tuk merangkul pemilih.
Tak ada akar, rotan pun jadi. Tak bayar pakai uang, dengan memilih calon paslon nya, sudah membantu demi memenuhi target.Â
Sisi positifnya adalah membantu warga dengan keahlian dan kelebihan yang dipunya. Namun tak dapat dipungkiri, sisi negatifnya adalah penggiringan pilihan pada paslon tertentu.Â
Meski disadari, bahwa pilihan orang bisa berubah. Bilang iya di depan, tapi di belakang dapat memilih yang lain. Sama saja ketika serangan fajar mendapatkan uang gratis, namun setelah berada di dalam biilik, tak ada yang tahu siapa yang dicoblosnya.Â
Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Meski dalam pilkada berlaku juga pepatah tak ada usaha yang mengkhianati hasil.Â
Namun sebanyak apapun usaha yang dilakukan, strategi yang dijalankan, penggiringan pada paslon A atau paslon B, toh warga akan menilai sejauh mana apa yang sudah dikerjakan si paslon dan kontribusinya terhadap warga yang akan memilihnya.Â
Ternyata tak hanya sumber air so dekat. Tapi pilkada juga so tunggu bulan depan.Â
Inga -inga.
Salam,Â
10 November 2020, 21.05 Wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H