Tidak bisa dibayangkan saat-saat itu, agak sedih mengenangnya karena di bayangan saya, hanya orang berusia lanjut atau di atas 50 tahun, yang ke mana -mana bawa keteter.Â
Namun saya, di usia muda dari tanggal 9 November hingga 12 November 2009 menjalani seperti itu. Dan setiap hari, perawat datang dan memeriksa kantong kancing di bawah ranjang saya.Â
Saya duduk di bangku di taman rumah sakit. Membaca bible (alkitab) mengimani janji Tuhan. Masa depan itu sungguh ada. Dan harapanmu tidak akan hilang. Tuhan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan. Di tengah doa, saya merasakan batu itu bergerak di pinggang saya. Terasa jelas gerakannya, sedikit membikin sakit.
Kata dokter P harus banyak bergerak agar batu itu turun. Dokter P dan istrinya yang juga seorang dokter membuka klinik di samping rumah sakit, tempat saya dioperasi. Ke sana lah saya periksa setelah 3 hari dirawat.
"Gimana keadaanya Mas," sapa sang dokter.
"Baik dok, cuma saya ngerasa seperti batunya bergerak dok," jawab saya.
Beliau mengatakan bahwa batu itu akan mengalir ke kandung kencing. Mencari cara untuk keluar, terbawa dan terdorong oleh urine. Pasien harus banyak bergerak. Loncat-loncat biar turun karena kondisi saya sehat, cuman ada batunya yang sedang mencari cara untuk keluar.
Malam itu juga keteter saya dilepas, menyisakan keheranan. Mengapa waktu dipasang begitu sulit, tapi waktu lepas cuma ditarik doang...hehe.Â
Dokter P dan istrinya begitu mudah melepasnya. Tidak lupa diberikan beberapa obat, ada antibiotik, pelancar urine, dan vitamin.
"Besok pagi sudah bisa pulang, jangan lupa minum obatnya, jangan lupa loncat-loncat. Jangan lupa konsul lagi ke sini," pesan dokter Urolog itu.
Puji syukur setelah menjalankan arahan dari dokter, satu minggu kemudian keluar sebuah batu saat berkemih sepulang ibadah minggu.Â