Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengalaman Operasi Batu Ginjal dan Perubahan Hidup Setelahnya

1 November 2020   15:18 Diperbarui: 5 April 2021   17:30 8146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada empat pilihan operasi batu ginjal yang bisa Anda jalani di rumah sakit, dari laser ESWL sampai bedah terbuka (Sumber: www.sehatq.com)

Hanya berbagi dari sebuah pengalaman pribadi...

Sebelas tahun lalu saya terkena batu ginjal, sungguh sangat disayangkan karena di tahun 2009 itu umur saya masih muda. Banyak rencana dan cita-cita dalam hidup saya. Bukankah sakit seperti itu biasanya paling sering terjadi pada mereka yang berusia di atas 40 tahun?

Usia muda juga ternyata dapat mengalaminya, penyebabnya bisa jadi meningkatnya kolesterol, asam urat, dan penyakit metabolik lain. Itu saya dengar dari dokter Y, salah seorang dokter spesialis ginjal yang menangani saya di sebuah rumah sakit swasta di Bali kala itu.

Singkatnya dari hasil pemeriksaan pertama, dokter Y tidak menemukan adanya gangguan yang serius. Kolesterol normal, asam urat normal, tidak ada diabetes, tekanan darah dan beberapa hasil laboratorium juga baik-baik saja.

Namun karena saya datang konsultasi ke beliau dengan gejala urine berwarna merah oranye, dokter Y akhirnya menemukan adanya kandungan darah di dalam sampel air kencing.

"Bentuk sel darah di dalam air kencing Mas Adolf, bukan berasal dari ginjal tapi dari kandung kencing. Saya curiga batunya kecil dan masih ada di buli-buli, sehingga tidak terlihat di USG-nya," demikian penjelasan dokter muda wanita SpKGH yang umurnya sepertinya hanya beberapa tahun lebih tua dari saya.

Saya kurang tau apa yang dimaksud dengan buli-buli, beliau lalu dengan ramah membantu menggambarkan sketsa ginjal secara kasar pada sebuah kertas di atas mejanya dan menjelaskannya kepada saya.

Hasil USG pertama ginjal yang saya serahkan sesuai permintaan beliau, memang dokter Radiology tidak mendiagnosa adanya batu. Namun melihat urine yang berdarah disertai gejala sakit pinggang mencengkeram yang saya rasakan (sakit bangett bro), dokter memperkirakan batunya mungkin masih kecil sehinggg tidak nampak.

Cek darah (Dokumentasi pribadi)
Cek darah (Dokumentasi pribadi)
Karena penyebab lain yang membuat kencing itu berdarah seperti misalnya adanya polip atau benjolan di ginjal dan saluran-salurannya, tidak terindiikasi baik dari hasil USG, foto maupun pemeriksaan laboratorium

Intinya fungsi ginjal normal, ada kemungkinan penyakit ISK alias Infeksi Saluran Kencing, namun dokter tidak mendiagnosa ke sana. Kalo prostat sepertinya tidak karena biasanya terjadi pada pria di atas usia 50 tahunan. 

"Kita pantau saja karena biasanya bila itu batu ginjal, biasanya akan ada batu-batu berikutnya atau batu yang kecil yang tersembunyi itu akan naik ke atas membesar sehingga terlihat di USG berikutnya," kata dokter spesialis itu.

Saya diberikan beberapa obat, selain antibiotik (karena goresan batu di saluran kencing bisa menyebabkan infeksi) juga ada beberapa obat yang lain. Hasilnya bertahan dua bulan. Namun di bulan ketiga muncul lagi gejala yang sama. 

Pinggang sakit, kencing sedikit dan tertahan. Rasanya tidak enak di badan terutama bagian pinggang ke bawah hingga kaki.

Hingga di bulan November tanggal 09 tahun 2009, rasa sakit mendera saat buang air kecil keluar darah bercampur urine. Segala perasaan dan ketakutan berkecamuk di pikiran. Apalagi teringat salah seorang sahabat yang umurnya masih muda namun divonis gagal ginjal. 

Masa depannya terhenti, hidupnya berubah dan segala rencananya berantakan. Seumur hidup harus cuci darah dan saya salah seorang yang dulunya mengantar ke rumah sakit tuk berobat waktu masih gejala awal muntah-muntah, sebelum penakitnya berlanjut hingga didiagnosa ginjalnya tidak berfungsi.

Konsultasi ketiga dengan dokter Y dengan gejala sakit yang lebih "nendang" dari sebelum-sebelumnya, beliau memutuskan untuk mengirimkan saya ke dokter P, seorang spesialis Urolog di sebuah rumah sakit swasta yang lumayan besar dan terkenal di Bali.

"Dia teman saya, konsultan juga. Coba Mas Adolf ke sana, saya bikinkan rekomendasinya," demikian kata beliau.

Dengan membawa surat pengantar dan dokumen medis selama konsultasi dengan dokter Y, dokter P yang masih muda juga umurnya menerima saya. Beliau meminta saya lakukan USG ginjal lagi. Malam itu juga dan hasilnya diserahkan. 

Dengan masih menahan rasa sakit, saya langsung ke sebuah klinik Radiology di tengah kota. Jam 7 malam melakukan USG dan sekitar jam 8 malam sudah keluar. Hasilnya sebuah batu terlihat di kandung kencing, lengkap dengan ukuran dan diameter serta posisinya.

"Besok pagi harus operasi karena ginjalnya udah mulai membengkak karena urine ngga semuanya keluar karena terhalang batu, naik lagi ke atas," demikian kata dokter P.

Beliau memutuskan segera dilakukan operasi ringan karena secara pemeriksaan tidak ada masalah dengan tekanan darah, gula dan penyakit metabolik lain yang menjadi kendala. Hanya di batunya saja yang mengganjal saluran. 

Saya lalu menginformasikan ke kantor dan meminta izin tidak masuk selama seminggu untuk proses operasi dan pengobatan. Besok paginya dilakukan operasi ringan dan bius separoh badan. Dengan mengenakan keteter, selama 3 hari saya diopname di rumah sakit. 

Tidak bisa dibayangkan saat-saat itu, agak sedih mengenangnya karena di bayangan saya, hanya orang berusia lanjut atau di atas 50 tahun, yang ke mana -mana bawa keteter. 

Namun saya, di usia muda dari tanggal 9 November hingga 12 November 2009 menjalani seperti itu. Dan setiap hari, perawat datang dan memeriksa kantong kancing di bawah ranjang saya. 

Saya duduk di bangku di taman rumah sakit. Membaca bible (alkitab) mengimani janji Tuhan. Masa depan itu sungguh ada. Dan harapanmu tidak akan hilang. Tuhan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan. Di tengah doa, saya merasakan batu itu bergerak di pinggang saya. Terasa jelas gerakannya, sedikit membikin sakit.

Kata dokter P harus banyak bergerak agar batu itu turun. Dokter P dan istrinya yang juga seorang dokter membuka klinik di samping rumah sakit, tempat saya dioperasi. Ke sana lah saya periksa setelah 3 hari dirawat.

"Gimana keadaanya Mas," sapa sang dokter.

"Baik dok, cuma saya ngerasa seperti batunya bergerak dok," jawab saya.

Beliau mengatakan bahwa batu itu akan mengalir ke kandung kencing. Mencari cara untuk keluar, terbawa dan terdorong oleh urine. Pasien harus banyak bergerak. Loncat-loncat biar turun karena kondisi saya sehat, cuman ada batunya yang sedang mencari cara untuk keluar.

Malam itu juga keteter saya dilepas, menyisakan keheranan. Mengapa waktu dipasang begitu sulit, tapi waktu lepas cuma ditarik doang...hehe. 

Dokter P dan istrinya begitu mudah melepasnya. Tidak lupa diberikan beberapa obat, ada antibiotik, pelancar urine, dan vitamin.

"Besok pagi sudah bisa pulang, jangan lupa minum obatnya, jangan lupa loncat-loncat. Jangan lupa konsul lagi ke sini," pesan dokter Urolog itu.

Puji syukur setelah menjalankan arahan dari dokter, satu minggu kemudian keluar sebuah batu saat berkemih sepulang ibadah minggu. 

Batu berwarna putih abu-abu, seperti kristal. Saya memasukkannya ke sebuah plastik bening dan menggantungnya di kamar. 

Saya menunggu setiap kali berkemih apakah ada batu-batu berikutnya. Ternyata tidak pernah ada. Hanya satu itu saja. Dan puji syukur selama 11 tahun tidak pernah lagi mengalaminya.

Kabar keluarnya batu saya sampaikan pada dokter P dan istrinya, mengucapkan banyak terima kasih untuk bantuan dan tindakan medis yang dilakukan pada saya. Sangat berjasa dan tidak akan bisa dilupakan dalam hidup. Tuhan memakai para dokter sebagai perpanjangan tangan-Nya sebagai penyembuh.

Apa yang berubah setelah operasi batu ginjal tahun 2009

Menjalani tahun-tahun berikutnya setelah operasi memberi insight dan pembelajaran. Bila penyebab batu ginjal berdasarkan yang diungkapkan kedua dokter yang menangani saya bukan lantaran kolesterol, asam urat, atau penyakit metabolik lain, bisa jadi ada faktor lain, mungkin kebiasaan kurang minum air putih.

Latar belakang kuliah yang mengharuskan banyak begadang untuk menyelesaikan tugas, boleh jadi tidak diimbangi dengan asupan gizi dan pola istirahat yang cukup. Karena merasa masih muda dan persepsi penyakit "kelas berat" hanya untuk orangtua dan jarang terjadi pada anak muda:

Beberapa hal yang berubah dan menjadi habit hingga saat ini antara lain:

1. Selalu rajin minum air putih
Ngantor di belakang meja atau kemanapun saya pergi, tidak lupa membawa sebotol air kemasan ukuran 1,5 liter atau 2 botol ukuran 600 mili liter. Untuk itu, saya lebih suka ke mana-mana pakai tas ransel agar bisa ditaruh di sana.

Fungsi air bukan hanya untuk minum, tapi bisa juga untuk membasuh muka atau kegunaan yang lain. Ini juga karena pekerjaaan saya yang memang mengharuskan lebih banyak di lapangan atau perjalanan ke luar kota.

2. Jadi aware sama warna urine dan mengamati gejala klinis di tubuh
Karena pernah wajar saya curigaan bila warna urine sedikit merah atau berwarna orange. Apalagi bila merasa ada sakit di pinggang hingga tulang belakang. 

Realitanya selama 2010 hingga sekarang 2020 saya tidak pernah lagi sakit batu ginjal atau ada batu kecil nyelonong keluar. Pernah ada indikasi yang demikian, namun setelah ke dokter, bukan itu penyebabnya. 

Beberapa makanan atau minuman tertentu bisa memberikan warna khas pada air kencing sehingga terlihat lebih orange atau sedikit kemerahan. Namun demikian kewaspadaan itu juga baik.

3. Secara berkala periksa kesehatan dan cek laboratorium ke klinik
Sudah 10 tahun saya lakukan, sebelum pindah tugas ke Sumbawa, biasanya di klinik kesehatan di Denpasar. Yang diperiksa adalah cek urine, cek gula dan cek lemak darah. 

Ketiga sampel cairan dari dalam tubuh ini harga per pemeriksaan tidak terlalu mahal juga tidak sampai 200 ribu malah. Saya menganggarkan setiap dua bulan sekali, atau bila mana saya merasa perlu. Sampai sekarang saya masih melakukannya seperti foto gambar di atas.

Tidak harus dengan resep dokter juga karena di klinik pun kita bisa cek sendiri dengan biaya sendiri. Tujuannya adalah mengetahui kondisi dalam darah dan kondisi metabolik sendiri. Saat ini literatur kesehatan dan edukasi via dokter di media sudah banyak. 

Kita bisa melihat hasil lab sendiri dan mengukur apakah kolesterol saya di atas normal atau di bawah normal. Apakah ada kandungan kristal di dalam urine saya atau adakah darah. Apakah gula darah saya di atas normal ataukah masih aman-aman saja. 

Bila ada kondisi yang cenderung tidak normal di atas rata-rata,kita bisa memutuskan untuk berkonsultasi ke dokter terkait sehubungan ketidaknormalan itu, meski kondisi tubuh "baik-baik saja" dari luar. 

4. Batasi makanan tertentu
Saya memang tidak merokok dari usia remaja, meski dulu saya merasa kurang laki dan macho karena tidak bisa menghembuskan asap kretek, namun saya sadar bahwa potensi sakit penyakit bukan karena nikotin saja. Bisa karena apa yang dimakan dan berapa banyak makannya...hehe. 

Sejak 2010 saya mencoba tidak lagi makan daging ayam dan daging kambing. Padahal ayam betutu di Bali, ayam pelecing di Lombok dan soto kambing Madura itu enaknya minta ampuyun dah :).

Namun demi alasan kesehatan dan mantan penderita batu ginjal, saya berusaha tidak mengkonsumsi lagi. Lebih banyak makan ikan. Hampir setiap hari konsumsi sayur dan buah.

Syarat dan ketentuan berlaku. Maksudnya pada saat tertentu, misal pada acara atau gathering kantor, bila makanan pantangan itu disediakan, dan tidak ada pilihan menu lain, mau tak mau dilalap juga. Tak enak pada panitia yang sudah menyediakan dan makannya kan cuma sehari. Kan ndak keterusan berhari-hari acaranya..hehe.

Dua tahun lalu di pertengahan 2018, saya sempat merasa ada yang aneh di tubuh. Beberapa orang mengatakan bahwa badan saya bertambah gemuk.

Saya juga merasa celana saya makin sempit lantaran perut agak sedikit membuncit. Napas ngos-ngosan kalo naik tangga dan cepat lelah. Kadang tiba-tiba kepala pusing namun saya paksakan tetap ngantor. 

Sore saya mampir ke sebuah klinik yang dokternya sudah kenal saya lantaran kerap berobat ke beliau bila sakit.

"Kok makin mbulet Mas", sapa dokter asal jawa yang sudah lama menetap di Sumbawa itu.

Beliau meminta saya cek lagi lemak darah.Hasilnya 700 padahal normalnya di bawah 200.

"Mas Adolf termasuk kuat, orang lain segini sudah tumbang, saya kasih obatnya, 2 minggu lagi kontrol ke saya," saran beliau.

Heran juga sudah makan ikan dan sayur, masih naik juga lemak darah. Pikir -pikir di mana penyebabnya. Akhirnya nyadar kalo saya suka makan sayur kangkung, tapi kangkung tumis dikasih potongan ikan goreng. Berminyak berkuah, enak sih tapi minyaknya bisa jadi berkontribusi terhadap kenaikan lemak darah.

Akhirnya sekarang sayurnya yang direbus aja atau lalapan. Dengan obat selama 1 minggu ditambah berubah menu, sekarang ukuran celana sudah normal lagi, perut sudah tidak buncit lagi dan badan terasa ringan. 

Dokter C langganan saya itu juga merekomendasikan sejumlah makanan yang dihindari agar lemak darah tidak naik, demi kesehatan liver dan sirkulasi darah. Puji syukur, hasilnya terasa setelah diterapkan.

Tulisan ini hanya sekadar berbagi dari pengalaman pribadi. Sebagai pengingat juga bagi saya. Kesehatan memang bukan segalanya. Namun tanpa tubuh yang sehat segalanya bisa jadi tidak mungkin. 

Sebuah quote menarik yang mungkin pernah kita baca atau dengar:

"Di usia muda, orang mengorbankan kesehatannya demi kekayaan. Dan di usia tua, orang akan mengorbankan kekayaannya untuk mendapatkan kesehatan"

Salam
Sumbawa NTB, 01 November 2020
15.31 Wita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun