Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

3 "Kecurangan" Jam Kerja yang Kadang Dilakukan Pekerja, Sadar atau Tak Sadar

17 Oktober 2020   18:03 Diperbarui: 17 Oktober 2020   18:27 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:https://shopee.co.id/freyindo

Just Sharing....

Saya terinspirasi menulis soal ini lantaran pengalaman tak enak siang tadi. Jam 11.30 Wita saya datang ke sebuah perusahaan seluler. Salah satu nomor kartu saya sudah tak aktif sekian bulan. 

Jarang digunakan karena HP di mana kartu itu berada, juga sedikir trouble. Saya berencana mengaktifkaan kembali dan memindahkannya ke sebuah gawai baru. 

Sudah coba ke sebuah konter di samping kantor. Namun pihak konter mengarahkan agar mengecek langsung ke kantornya yang berlokasi di tengah kota. 

Jujur, sedikit ribet dan membuat malas. Karena keluar kantor selama jam kerja, untuk kepentingan yang tak berhubungan langsung sama pekerjaan, sangatlah tak enak. 

Di satu sisi tak enak terhadap atasan. Meninggalkan pekerjaan untuk satu jam atau dua jam di saat lagi banyak nasabah, itu menyisahkan sedikit rasa bersalah. 

Karena pengalaman bila mengurus kehilangan ATM, mesti antri sekian jam di ruang antrian bank. Sebelas dua belas dengan datang dan bertemu Customer Servide (CS) di kantor seluler. Harap antri, tak bisa langsung dilayani. 

Kondisi -kondisi demikian yang terkadang, membuat saya abai. Lha saya mau datang saat istirahat siang, jam kerja karyawan di tempat yang dituju, juga sama dengan saya . 

Sama -sama lagi istirahat makan siang. Gimana mau melayani pelanggan, meski ada beberapa yang tetap stand by. 

Maunya sore pulang kerja jam limaan, eh mereka juga sudah tutup dan pulang. Udahannya keterusan, tak diurus dari hari ke hari..hehe. 

Karena tugas di kota kecil, jadi saya maklum juga. Dulu waktu masih ngantor di Bali, lantaran kota besar, ada layanan yang dibuka saat weekend di beberapa tempat. Itu memudahkan untuk warga bisa mengurus mana kala tak sempat di hari -hari kerja Senin hingga Jumat. 

Karena Hari Sabtu kantor kami hanya buka setengah hari, namun saya putuskan sebelum jam 12 siang sudah ke kantor seluler itu. Kurang lebih lagi 25 menit menuju jam 12, saya tiba di sana. 

" Maaf Pak, sudah tutup," jawab di Mbak CS, ketika saya mendorong pintunya dan masuk ke dalam

Saya melihat jam di tangan saya baru pukul 11.35 Wita. Saya lalu melihat jam layanan pelanggan di depan pintu masuk, yang tadi saya dorong, tertera di sana : jam layanan konsumen 08.00 Wita - 12.00 Wita. 

" Lha itu jam 12 kan. Sekarang jam 11.35 Wita. Kenapa dibilang sudah tutup? Kenapa pula digantung pemberitahuan di depan CLOSED,padahal jelas -jelas di pintunya tertulis batas terakhir sampai jam 12. Apa saya harus foto Mba?" kata saya, dengan jujur agak sedikit kesal.

Si Mbak CS masih tetap kekeh bahwa sudah tutup. Dengan kondisi di ruang antrian dan di kursi depan mereka, tak ada orang lain yang antri. Perempuan muda yang dari wajah dan gesture masih berusia awal 30 an itu, mungkin tak menyadari bahwa saya dan tim di kantor juga tiap hari melayani nasabah kami di ruang depan. 

Bisa dimaklumi bahwa apabila di last -last minute sebelum tutup layanan, apabila masih ada konsumen yang datang, mungkin kita bisa menolak dengan alasan, antrian juga masih banyak. Tapi ini kan kosong alias tak ada antrian. Mengapa dia tetap kekeh bilang sudah closed? Lha masih 11,40 Wita kok. 

Pada akhirnya, dengan sedikit berargumen, dia akhirnya luluh juga. Membunyikan nomor urutan antrian dan melayani. Setelah saya, masuk lagi dua orang pria yang terlihat dari kaca dalam ruangan, celingukan di luar. 

Mungkin mereka ragu mau masuk lantaran papan CLOSED sudah di pasang, cuma karena terlihat saya di dalam, mereka memberanikan diri masuk. Dan tak terdengar lagi kata sudah tutup dari 3 orang CS yang berjejer di ruang antrian. 

Antara sadar dan tak sadar, ini 3 'kecurangan' pekerja dalam soal jam kerja. 

Realita sekarang,kita ribut soal polemik Omnibus Law yang mengatur soal upah per jam.Kita begitu terkonsentrasi pada  kalimat upah per jam sehingga mungkin sedikit abai pada kalimat kerja per jam. 

Dan apa yang ditunjukkan Si Mbak CS cantik yang mengenakan jilbab yang melayani saya tadi siang, secara tak langsung sudah mewakili sebagian dari kita para pekerja, yang kadang jujur, tak maksimal kerja per jam. 

Jam layanan sudah ditentukan bagi pegawai untuk bekerja, mengapa ibaratnya 'disunat' 30 menit dengan kata sudah tutup?Mungkin mau wekkend kali....hehe.

Kita barangkali sedikit tersenyum,namun itu bisa jadi adalah senyum kejujuran bahwa realitasnya ada banyak kecurangan dalam tanda kutip yang dilakukan oleh kita para pegawai dan prosesional,sehubungan jam kerja.

Apa saja, mungkin ini 3 diantaranya 

1.Datang lewat waktu,pulang tepat waktu

Masuk jam 8 pagi pulang jam 5 sore. Berapa banyak dari kita yang sering tiba di kantor jam 8 lewat 5 menit hingga lewat 20 menit, tapi bila sudah waktu pulang, jam 5 sudah kosong ruangan. Tak ada petugas. Ini bagi yang waktu kerjanya standar setiap hari ,seperti saya dan juga beberapa kita yang lain. 

Realitanya adalah tak sedikit juga pekerja profesi lain, yang sistem kerjanya shift-shiftan seperti di pabrik atau di hotel, yang bisa polanya masuk jam 6 sore pulang jam 6 pagi. sekalipun dirubah waktu kerja, masih ada aja yang menyunat dan memotong waktu dia bekerja, dengan alasan tertentu, termasuk untuk kepentingan pribadi. 

Ibarat kata, dibayar gaji full, tapi kerja cuma tiga perempat. Bahkan ada yang cuma separoh. Separoh hati, separoh usaha, separoh motivasi. Bukankah sudah seharusnya kita dibayar sesuai produktifitas dan kinerja.

2. Masuk kantor pagi tidak langsung kerja, tapi sarapan atau ngopi dulu. 

Berapa banyak dari kita lakukan seperti ini? Makanya kantin pada penuh dengan karyawan. Bukankah sarapan itu di rumah atau sebelum datang ke tempat bekerja? 

Menariknya,setelah ngopi ngopi pagi bareng rekan kerja di kantor, dilanjut ngobrol soal politik atau berita -berita hot, baru jam setengah 9 atau jam 9 ke meja kerja,padahal jam kerja dimulai jam 8 pagi lho saudaraku...hehe

3. Waktu kerja 8 jam atau 10 jam per hari, yakin tu semua jam -jam itu buat kerja, di luar jam makan dan sholat? 

Ini pertanyaan menarik karena banyak lho, para profesional dan para pekerja, melakukan aktifitas lain yang tak berhubungan dengan kantor di sela -sela waktu kerja.Siapa yang masih sempat -sempatnya menerima telepon dari pacar atau berbalas WA , sehingga ditinggal sebentar atau ujung-ujungnya teledor kerjaan.

Sedang bekerja,datang keluarganya (anak, istri,sepupu). Waktu bekerja terpotong,padahal pada saat jam pulang,ya pulang tepat waktu. Sebagian lain asyik dengan grup berkomunitas di luar kantor secara online, menyimak instagram, you tube  atau nonton tayangan video vulgar di sela -sela waktu kerja. 

Tak sedikit yang melakukan selingkuh dan  saling rayu gombal lewat obrolan WA atau OC,meski beda ruangan atau beda kota...Ckckck,hari gini jangan ditanya, itu sudah rahasia umum diantara pekerja. 

Tanpa mikir suami, istri,anak di rumah, yang penting mesra-mesra an dulu tanpa diketahui atasan dan rekan kerja yang lain, sekalipun dalam satu gedung atau satu lantai lho. 

Mungkin tulisan ini hanya sekadar cermin. Di tengah gempitanya  polemik pasal -pasal dalam draft Omnibus Law,ada baik nya melihat ke dalam dan menyadari bahwa memang ada yang seperti itu.

Ketika produktifitas dan kinerja diukur berdasarkan waktu selama jam kerja, apakah kita siap ? Atau kah tetap dengan pola dan kebiasaan,meski UU berubah.

Karena sejujurnya,lebih mudah merubah peraturan dari pada merubah kebiasaan.Atau bisa saja aturan berubah,3 pola di atas masih terus ditemukan di dunia kerja. 

Salam,

17 Oktober 2020, 18.50 Wita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun