Setiap kita akan kehilangan seseorang, tapi tidak dengan kenangannya....
Saya tak kenal dekat Pak Jakob Oetama. Â Saya hanya tahu beliau dari majalah dan koran terbitan Kompas Gramedia (KG). Hampir tiga perempat dari umur, saya mengenal media cetak terbitan KG. Dari beberapa bacaan itulah, saya melihat ada nama Opa Jakob Oetama tercantum di situ.Â
Bila diurut dari awal, mungkin ringkasan kedekatan seperti ini ;
1. Majalah Bobo
Ini adalah majalah anak-anak. Saya membeli dan membacanya di waktu masih sekolah dasar. Betapa banyak kenangan puluhan tahun silam dengan bacaan yang populer di masa dan eranya.Â
Saya, bersama dua orang teman SD, dari Etnis Jawa dan Makasar, Â yang sepantaran umur. Bertiga kami sering membeli di pusat kota. Padahal di masa itu, warga di timur Indonesia, mesti menunggu sekian hari, baru datang stok majalah nya dari ibu kota.Â
"Ada majalah Bobo ka Om?" tanya kami pada penjual di emperan terminal, di sebelah kantor Pelni, tak jauh dari pelabuhan
"Tunggu kapal masok Ade. So kirim dari Jakarta deng majalah lain. Mungkin masih di laut," demikian jawab Om penjual kala itu.Â
Karena di jaman itu,belum ada HP, agar tak kehabisan, kami bertiga sering menjadwalkan olahraga lari -lari di sore hari keliling kota. Seminggu tiga kali agar bisa mengecek langsung, sudah tiba apa belum. Takut terbeli oleh orang lain. Dan akhirnya, sampai tamat pendidikan dasar, betapa majalah itu merekatkan persahabatan di antara kami, 3 bocah berbeda suku dan agama. Hehe.Â
2. Majalah Hai, Intisari dan Bola.
Masuk sekolah lanjutan pertama, saya tak lagi bersama dengan 2 sahabat itu. Beda kelas meski masih sama di satu SMP negeri. Hobi baca saya tumbuh di masa ababil ( abg labil). Dua orang sahabat saya itu, satu tertarik badminton, yang satunya basket. Tak sadar kami mulai berpencar mengikuti minat masing -masing. Saya pun tertarik ekstrakurikuler sepak bola dan voli, selain membaca dan menulis.Â
Perpustakaan daerah adalah rumah kedua . Setiap pulang sekolah di siang hari, saya naik angkot ke gedung buku milik pemerintah daerah itu yang berjarak 20 kilo dari rumah. Jauh memang, namun keluarga tak masalah. Karena di sanalah saya menemukan dunia literasi secara gratis, termasuk media -media terbitan KG seperti Majalah Hai, Intisari dan Tabloid Bola.Â
Bahkan kadang dibundel, berurutan sesuai tanggal terbit dan nomor, yang sudah pasti sangat mengasyikkan bagi para pembacanya. Seingat saya, di majalah Intisari lah, saya melihat nama Opa Jakob Oetama tercantum. Membuat saya tahu bahwa ternyata kedua majalah ini beserta majalah Bobo masih satu grup.Â
Berlanjut SMA jauh lebih menyenangkan. Lantaran SMA Negeri lokasinya sangat dekat dengan perpustakaan daerah. Hampir selama 6 tahun sejak SMP, saking seringnya ke sana, sampai hafal para pegawainya kepada saya.Â
Tak di nyana, sekian tahun ke depan, saat saya telah kuliah di Bali, salah seorang pegawai perpusda yang dulu sering membantu saya mencarikan buku, kami bertemu lagi di Perpustakaan Daerah Propinsi BaliÂ
Beliau mengikuti suaminya seorang anggota TNI bertugas di Pulau Dewata dan meminta mutasi antar propinsi. Pada akhirnya, selama saya kuliah hingg tamat, Bu Jero, sebut saja begitu namanya, banyak membantu saya dalam mencari referensi bacaan di Perpusda, Â yang dulunya berada di Jalan Teuku Umar Denpasar itu.Â
3. Koran Kompas
Saya mulai coba membaca koran saat kuliah, Selain koran lokal, satu yang cukup punya nama adalah Koran Kampus. Emperan majalah dan toko koran di tengah Kota Denpasar adalah lokasi di mana saya kadang membelinya di sana.Â
Berhubung mahasiswa, dana masih kiriman, saya hanya membaca Koran Kompas Edisi Sabtu Minggu, yang beritaanya lebih ringan  dibanding edisi Senin sampai Jumat. Kalo mau yang gratisan, lagi -lagi di perpusda...hehe.Â
Di akhir masa kuliah, saya mendapat info, bahwa Koran Kompas  di Denpasar, sudah bisa mencetak atau mendistribusikan sendiri, dimana saya kadang membeli langsung ke kantornya di Jalan Jaya Giri Denpasar.Â
Koran Kompas jadi jujukan juga kala masih mahasiswa karena saat itu ikutan di media kampus, dan adalah satu kebanggan, bila bisa tembus ikut pelatihan jurnalistik  dan training di Kompas pusat. Kalau tidak salah, mungkin kala itu Kompas bekerja sama dengan pers kampus dan menyediakan magang juga bagi mahasiswa penggiat media.Â
4. Koran Kontan, The Jakarta Post, Kompas, Com dan Kompasiana.Â
Keempat media ini, dibaca kala sudah bekerja. Waktu masih tugas di Bali, Koran Kompas dengan mudah di beli. Setelah pindah ke Sumbawa, sangat sulit mendapatkan korannya, Mungkin kendalanya di transportasi karena mesti dibawa lagi perjalanan darat dari Mataram. Toh di sini juga, tak banyak pengecer koran antara tahun 2012 hingga 2014.Â
Koran Kontan disukai karena isinya soal ekonomi, bisnis dan finance, yang tentunya relevan dengan pekerjaan. The Jakarta Post, selain beritanya aktual, saya juga pertama kali membaca,  tujuannya untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris. Kompas.Com hampir sama dengan Kompasiana, sekitaran 2014 mulai  suka dan mengakses.
Tak terasa, sejauh ini memiliki 'kedekatan' secara langsung atau tak langsung, dengan sejumlah media KG. Tak lupa Toko Buku Gramedia juga, yang dulnya di masa kecil belum berdiri tokonya,
Di jaman mahasiswa, cuma curi -curi baca di tempat. Di masa  sekaraang, bersyukur sudah bekerja dan sedikit mampu membeli bacaan kesukaan. Sayangnya, tak ada di Sumbawa, cuma di Mataram aja..hehe. Biasanya bisa beli saat meeting atau traing di kota besar. Selama pandemi, ibarat rindu yang terlarang.Â
Sekali lagi, terima kasih untuk karya Opa Jakob Oetama. Tak hanya generasi seumuran saya, tapi generasi sebelumnya dan generasi Z dan Alpha di masa mendatang, dapat menikmati hasil karya dan warisan seorang Opa JO untuk KG dan dunia literasi di tanah air.Â
Selamat Jalan Opa JO, kenangan kepada orang benar mendatangkan berkat.Â
Damai di sisi Tuhan.
Salam,
Sumbawa NTB, 13 September 2020
17.10 WITA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H