Just Sharing....
Pemerintah di daerah sudah merilis UMK alias Upah Minimum Kabupaten di awal tahun 2020. Rata-rata di semua kabupaten dan kota ada kenaikan nominal dibanding tahun sebelumnya. Tak banyak sih naik, namun lebih baik naik daripada turun...hehe.
Dan dalam sejarah penetapan upah minimum, jarang turun karena kebutuhan hidup layak juga bertambah dari tahun ke tahun. Iya kan?
Makin tinggi skala kota, makin besar pula rata-rata UMK bagi pekerja di kota itu. Seorang karyawan yang bekerja di Kabupaten Sumbawa dengan UMK 2,2 juta jangan membandingkan dengan penghasilan temannya bekerja di Surabaya.
UMK di ibu kota Jawa Timur itu rata-rata 4,2 juta perbulan (dilansir dari kompas.com). Wajar ya lantaran beda biaya hidupnya, beda juga biaya-biaya lainya.Â
Beda UMK tiap kabupaten dan kota tak menjadi patokan bahwa cicilan dan angsuran kredit juga akan berbeda bagi karyawan yang bekerja di kota A dengan rekannya yang bekerja di kabupaten B.
Tergantung apa dulu yang dikredit, rata-rata persentase lending rate (LR) yang digunakan lembaga pembiayaan sejenis di daerah itu, dan yang terutama pengenaan angsuran beserta bunganya harus melalui mekanisime kontrol oleh OJK. Tak dapat dinaikkan (sesukanya), apalagi bila pemberi kredit bernaung di bawah otoritas yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang nonor 21 tahun 2011 itu.Â
Kredit hunian tempat tinggal, misalnya rumah KPR, cicilannya jauh lebih mahal di wilayah yang harga tanah per areanya sudah tinggi. Tapi tak menjamin bahwa kredit kendaraan di daerah yang harga tanahnya itu mahal, akan lebih tinggi dari kabupaten atau kota yang harga tanahnya masih murah. Contohnya saya tinggal di Bali dan tugas di Sumbawa.
Ternyata cicilan kendaraan untuk tipe, merk dan tahun unit yang sama, di Denpasar jauh lebih murah dibandingkan di Sumbawa. Padahal harga tanah di Pulau Dewata sudah sangat mahal dibandingkan di Sumbawa NTB. Pemisalan seperti ini bisa saja sama dengan kota atau kabupaten lain di tanah air. Kembali pada barang apa yang dikredit dan rata-rata bunga yang dipakai di wilayah itu.Â
Penghasilan Naik Tapi Masih Kredit Kendaraan?
UMK sudah naik, gaji sudah diterima, tapi mayoritas masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah, tak semuanya mampu beli tunai kendaraan. Wajar ya, lantaran harga cash unit-unit kendaraan jauh lebih tinggi dibandingkan penghasilan per bulan sebagai karyawan atau pun sebagai PNS.
Taruhlah sebuah motor Honda Vario seharga 17 juta atau Yamaha NMax seharga dua puluhan juta. Jujur saja tak banyak warga negara Indonesia yang punya penghasilan segitu atau lebih besar dari harga jual kendaraan roda dua itu di dealer showroom di kota mereka.Â
Kecuali mungkin ada usaha sampingan atau sudah menabung sekian bulan atau sekian tahun. Menunda agar terkumpul dananya dulu bisa, tapi si anak mendesak juga butuh kendaraan sendiri buat ke sekolah.Â
Memakai jasa ojek online atau ojek konvensional, bila dihitung-hitung, lebih hemat kredit sendiri. Toh bisa digunakan buat mobilitas yang lain juga. Lembaga pembiayaan hadir sebagai solusi. Kalau bisa sekarang, mengapa menunggu nanti.Â
Ini tak terbatas pada level karyawan, tapi juga usahawan atau profesional yang tertarik memiliki kendaraan roda empat. Harga Toyota Avanza baru sudah di kisaran 200 an juta, kendaraan komersial seperti L 300 atau Pick up sudah hampir sama bahkan lebih tinggi untuk tipe dump truk.Â
Mengeluarkan dana cash sebesar itu rasanya tak mudah lantaran mesti menyisihkan buat dana operasional juga. Solusinya boleh jadi adalah mengajukan kredit ke lembaga pembiayaan.Â
Apalagi di zaman sekarang, pembiayaan tak hanya untuk kredit kendaraan, namun perusahaan pembiayaan juga membiayai untuk barang -barang bersifat durable, seperti HP, laptop, mesin cuci dan lain sebagainya.
Selain itu ada kredit multiguna dengan agunan BPKB , sertifikat, SK pegawai atau SK anggota dewan. Pembiayaan multiguna kini banyak dikelola oleh perbankan atau finance-finance yang menjadi anak perusahaan dari bank besar di tanah air.
Lima Hak Konsumen Bila Kredit di Perusahaan Pembiayaan
Bila sudah menjadi konsumen di salah satu lembaga pembiayaan atau berniat untuk mengajukan kredit, ada 5 hal penting yang harus diketahui. Ini adalah hak nasabah untuk mendapatkan penjelasan secara rinci. Dapat bertanya langsung pada petugas yang memproses pengajuannya, atau boleh datang ke kantornya dan bertemu petugas Customer Service (CS).Â
Zaman sekarang, ada layanan call center 24 jam yang siap melayani keluhan atau pertanyaan pelanggan, namun andai dirasa masih kurang jelas, better langsung ke kantor tempat Anda kredit. Mau yang praktis, minta dan simpan nomor kontak petugas AO atau MO (Account Officer atau Marketing Officer).
Seandainya ada kendala selama kredit berjalan, dapat menghubungi yang bersangkutan (ybs). Namun mesti konfirmasi, apa ybs masih kerja di situ apa sudah resign, masih dibagian itu atau sudah dirolling ke divisi lain yang tak lagi menangani soal itu.Â
Berdasarkan pengalaman selama bekerja, ini adalah 5 hal mendasar yang harus ditanyakan di awal sebelum atau setelah menandatangani (TTD) perjanjian kredit (PK). Tujuannya agar tak ada salah persepsi dan salah pengertian setelah kontrak berjalan.
Peristiwa kisruh ojol dengan DC (Debt Collector) atau nasabah yang membakar diri lantaran tak sanggup bayar cicilan hingga kantor cabang pemberi kredit diamuk dan dirusak, bila dicari akar penyebabnya adalah salah persepsi antara nasabah dan petugas pemberi kredit.
Nasabah tak memahami yang tertuang dalam PK atau petugas yang tak menjelaskan di awal lantaran nasabah tak bertanya#Yukk bertanya, jangan TTD TTD doang...
1. Bunganya berapa persen?
Ini harus ditanyakan setelah tahu cicilan perbulannya berapa. AO/MO biasanya akan menghitung angsurannya atau sudah ada tabel cicilan yang bisa dilihat. Andai petugas itu tak tahu pastinya berapa persen bunganya, dia nanti akan meneruskan pertanyaan itu ke atasannya atau ke kepala bagiannya.
Setelah tahu suku bunganya berapa persen, tanyakan lagi apakah bunganya ini bunga menurun atau bunga menetap. Tentu Anda bisa menghitung sendiri dengan angsuran segini, kisaran sampai lunas jatuhnya berapa.Â
Bunga menurun biasanya ditentukan cicilan awal di depan selama sekian bulan, namun andai dibayar lebih besar dari cicilan itu, pokok hutang akan lebih cepat mengecil. Bisa jadi tak sampai jangka waktunya sudah habis.
Sebaliknya bunga menetap, berarti setiap bulan minimal nominal cicilan sejumlah itu sampai angsuran terakhir. Sederhananya seperti itu. Ada juga angsuran yang dibayar per musim atau per enam bulan. Namun kebijakan khusus ini hanya bagi daerah-daerah yang mayoritasnya petani.Â
2. Ada asuransinya ngga? Kalau ada, cara klaimnya bagaimana?
Unit atau barang yang dikredit, bisa terjadi resiko selama kontrak berjalan. Mengapa? Karena dibawa dan dipakai oleh konsumen. Lagi nyetir kendaraan roda dua atau roda empat dan masih jalan angsurannya, bisa saja ketabrak atau ditabrak. Nah itu asuransinya ada ngga.
Terus kalau tiba-tiba kebakar dari mesinnya, bisa di klaim apa ngga. Pengemudinya kena musibah cacat tetap atau meninggal, ada asuransi jiwanya tidak.
Seandainya debiturnya meninggal selama kredit berjalan, bagaimana dengan angsuran berjalannya. Hal-hal seperti ini harus ditanyakan di awal sehingga manakala terjadi resiko, sudah paham apa jaminannya dari pemberi kredit.Â
Hampir semua perusahaan pembiayaan mengenakan denda keterlambatan. Perhari ada sekian persen dari cicilan.
Misalkan angsurannya 500 ribu, telat sehari 0,5 persen. Tanggal 14 jatuh tempo pembayaran, bila dibayar ditanggal 18, berarti ada 4 hari keterlambatan, jumlah yang dibayarkan 0,5% X 500 ribu X 3 hari , total semua Rp. 510.000. Penting untuk ditanyakan agar bisa menghitung sendiiri andai terjadi keterlambatan.Â
Bila menunggak hingga lewat tanggal terakhir di bulan berjalan misal tanggal 30/31, alias mau tutup buku di bulan itu tapi nasabah masih mangkir membayar, ini lain lagi hitungan dendanya. So, tanyakan itu karena hak nasabah untuk tahu. Sehingga tak ada bahasa, masa cuma nunggak sekian, kok bayarnya sampai segitu.
4. Bagaimana bila terkendala dan menunggak berbulan-bulan tak membayar?
Di awal pengajuan nasabah disetujui berdasarkan analisa kredit. Setelah jalan, muncul tunggakan. Dari terlambat sekian hari, berkembang jadi sekian minggu dan masuk bulanan. Ditelepon diingatkan, iya nanti dibayar, tapi tak juga melunasi. Lalu datang karyawan penagihan bukan DC alias debt collector, tapi tak ada realisasi pembayaran.
Akhirnya perusahaan pembiayaan sudah tak mampu lagi menangani lantaran nasabah tersebut juga tak kooperatif, menghindar dan tak bertanggung jawab terhadap angsurannya. Jalan terakhir meminta bantuan DC dari vendor yang bekerja sama dengan perusahaan pemberi kredit.
Jadi perlu diketahui DC adalah alternatif terakhir lantaran perusahaan umumnya hanya punya waktu maksimal 90 hari alias 3 bulan tuk menangani kontrak-kontrak tertunggak. Bila lebih? Perusahaan akan "lempar"ke DC.Â
Tanyakan ini di awal. Andai terjadi sesuatu, misalnya keluarga sakit sehingga dana teralihkan buat biaya pengobatan, sampaikan itu ke petugas penagihan atau datang saja ke kantor nya , dan sampaikan apa adanya.
Jangan takut, apalagi bingung. Minta kebijakan, sebelum keterlambatan mengalir sampai ke DC. Karena bila sudah ditangani sama DC, dianggap tak ada komunikasi yang baik darii nasabah selama 90 hari.Â
Beberapa perusahaan pembiayaan malah menetapkan masa penanganan internal hanya 60 hari. Berbeda-beda sih, makanya tanyakan itu. Solusi bila menunggak, bisa baca tulisan saya lainnya di Kompasiana ini. Secara BI Chaecking dan SLIK juga akan terihat andai mengajukan di tempat lain.Â
5. Bila sudah lunas, apa persyaratan dan cara ambil agunannya?
Kredit kendaraan, jaminannya BPKB. Kredit dana multiguna selain BPKB, agunanya bisa sertifikat atau surat SK. Kredit barang, bila sudah lunas, boleh minta surat keterangan lancar ke perusahaan pembiayaan, bila memang diperlukan.
Cicil KPR rumah, andai telah lunas, sudah bisa diambil sertifikatnya. Nah untuk proses pengambilannya,dan apa saja persyaratannya, itu adalah hak konsumen untuk bertanya dan mendapat penjelasan.Â
Karena kontrak kredit berjalan selama sekian bulan atau sekian tahun, boleh jadi pada saat lunas, terjadi "sesuatu". Misalkan, unit sudah beralih ke orang lain pada saat lunas. Atau konsumen sudah berpisah alias cerai hidup dengan pasangannya yang lama padahal BPKB kendaraan yang dikredit itu masih atas nama istri. Who knows, bisa saja terjadi demikian.Â
Kasus lain misal konsumen sudah meninggal dunia, dan selama ini angsuran diteruskan pembayran nya oleh anak atau oleh yang dimandatkan. Nah bagaimana itu untuk mengambil jaminannya?Â
Bila debitur punya lebih dari satu istri, dan debitur sudah almarhum, istri pasangan juga sudah almarhum, anak-anak dari istri yang mana yang dapat menngambil jaminannya bila telah lunas.Â
Kadang tak terpikirkan di depan, namun bermasalah di belakang. Perusahaan pembiayaan sangat berhati-hati dalam mengembalikan jaminan sebagai hak konsumen. Andai tak sesuai perjanjian kredit, dapat bermasalah di kemudian hari. Jadi lebih baik tanyakan itu di awal.Â
Selamat Hari Konsumen,Â
Salam,
Sumbawa NTB, 15 Maret 2020,
21.45 WITA
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI