Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Jangan Palsukan Tanda Tangan Pasangan di Perjanjian Kredit

12 Maret 2020   18:20 Diperbarui: 14 Maret 2020   12:33 1776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock.com

Just Sharing....

Judul di atas sebenarnya sudah merupakan sebuah himbauan. Ajakan agar tak melakukan itu manakala Anda hendak mengajukan kredit di lembaga pembiayaan. 

Karena berdasarkan hasil survei atau hasil reguler audit yang biasanya rutin dilakukan pada perusahaan finance ataupun institusi perbankan, selalu ada saja (meski tak semua), temuan tim audit berkenaan soal itu.

Biasanya, apabila suatu kontrak bermasalah, kasusnya tak jelas berakibat kerugian dan melibatkan seseorang atau beberapa orang dalam internal perusahaan, cenderung akan ditelusuri legalitas pada dokumen kreditnya, termasuk didalamnya, siapa-siapa yang bertanda tangan di situ. 

Ujung tombak penawaran kredit lazimnya oleh tenaga marketing di internal. Ada istilahnya AO (Account Officer) atau MO (Marketing Officer), entah sendiri atau dengan tim di dalamnya. 

Biasanya ada SPG/SPB yang membantu menawarkan produk ditambah para agen. Sekarang hampir semua, entah perbankan atau finance, juga mengelola keagenan sebagai perpanjangan tangan pemasaran produk. 

Entah apapun namanya, biasanya jaringan ini didukung oleh perusahaaan yang bekerja sama dengan mereka, dalam bentuk pos pembayaran, pemajangan materi promosi, dan lain sebagainya. 

Sudah barang tentu, untuk legalitasnya, harus prosedural dan sesuai ketentuan yang berlaku. Apalagi menjadi representasi nama besar lembaga kredit, mau tak mau, mesti tunduk. 

Order pengajuan kredit bisa datang dari mana saja. Selain dari tenaga AO atau MO, dapat pula berasal dari penawaran pada saat calon nasabah berada di meja CS (customer service), pada saat antrian, atau bisa juga rekomendasi dari jejaring keagenan. 

Itu diluar hasil dari program telesales ke nasabah-nasabah yang masuk dalam katagori nasabah prioritas. 

Andai deal, proses pick up data dan kunjungan akan diambil alih oleh sang marketing. Dari divisi sales atau pemasaran akan mengalir ke divisi kredit untuk dianalisis. 

Hasil analisis cuma dua, kalau tidak ditolak, ya disetujui. Kurang lebih gambaran sederhana alurnya seperti itu. 

sumber:akseleran.co.id
sumber:akseleran.co.id
Nasabah Memanipulasi Tanda Tangan Pasangan
Salah satu persyaratan agar disetujui, adalah harus tanda tangan (TTD) suami istri (bagi yang sudah menikah). Untuk yang masih lajang alias belum menikah, boleh asalkan orangtua atau wali menjadi penjamin. 

Hampir semua pembiayaan kredit mewajibkan itu, kecuali mungkin beberapa jenis kontrak kredit bernominal kecil minim risiko atau kredit online-online yang banyak bermasalah itu. 

Alasan wajib memintakan tanda tangan calon nasabah dan pasangan atau penjaminnya adalah apabila terjadi risiko selama masa kredit, ada pihak yang bertanggung jawab. 

Misalnya, apabila nasabah meninggal dunia sewaktu kontrak sedang berjalan, pasangannya bisa membantu melengkapi dokumen untuk klaim asuransi, yang nantinya pasangan itu berhak menerima haknya. 

Selain itu, bila terjadi wanprestasi, pasangan atau penjamin juga tahu bahwa nasabah sedang terikat perjanjian kredit dengan salah salah satu lembaga jasa keuangan. Misalkan ada kredit dana di bank, atau punya angsuran mobil di salah satu leasing. 

Tak bisa membayangkan andai sang suami atau sang istri punya tanggung jawab cicilan di finance lain, lalu saat menunggak, datang petugas dari finance tersebut yang statusnya bukan DC alias Debt Collector. 

Karena yang harus diketahui masyarakat, pengalihan penagihan ke DC umumnya hanya untuk nasabah-nasabah yang menunggak lama, misalnya keterlambatan lebih dari 60 hari. 

Tak dapat lagi ditangani oleh karyawan internal. DC secara status bukan karyawan cabang, namun karyawan vendor yang bekerja sama dengan lembaga kredit. 

"Bapak kredit motor kok ngga bilang-bilang," mungkin demikian ujaran sang istri di rumah bila tahu infonya dari petugas penagihan

Bila tak jujur dan terbuka di depan, bisa-bisa terjadi pertengkaran kecil. Sang istri tak terima lantaran merasa tak pernah menandatanganinya. Demikian pula sebaliknya. Istri yang sembunyi-sembunyi tanpa memberitahukan suami, lalu manakala macet, terbongkarlah dan diketahui pasangannya. 

Apalagi kalau statusnya pinjam nama, titip nama pake nama saudara, nama teman, sehingga pemakai unit atau pengguna dana yang sebenarnya adalah bukan pihak yang sama dengan yang tecantum di sistem. 

Maksud hati membantu, ujung-ujungnya ingkar membayar cicilan. Yang dicari dan dikejar adalah nasabah selaku penanggung jawab yang menandatangi PK alias perjanjian kredit --yang kaya gini biasanya ribet.

Bagaimana Nasabah Memanipulasi Tanda Tangan Pasangan? 

Ada beberapa cara, untuk tulisan ini, saya coba share dua cara yang umum dilakukan. 

1. Berbohong Mengatakan Kepada Petugas Marketing (AO/MO) bahwa pasangan sedang sakit dan tak bisa Tanda Tangan
Pada saat bertemu di rumah nasabah untuk tanda tangan kontrak kredit, si nasabah beralasan pasangan sedang tak bisa keluar kamar. Lalu pasangan menawarkan solusi kepada MO/AO, bagaimana bila dia yang membawa lembar dan berkas yang harus ditanda tangan pasangan ke dalam kamar untuk meminta tanda tangannya. 

Petugas yang iba, kasihan atau percaya dengan omongan si nasabah akan memberi tanda pada lembar-lembar di mana saja harus ditanda tangan dan menyerahkannya ke si nasabah.

Sejurus kemudian, sang nasabah sudah kembali dari kamar dan menyerahkan kembali. Anda bisa menebak sendiri, siapa yang tanda tangan itu. Dengan cukup meniru tanda tangan pasangannya, si nasabah sudah memanipulasi data. 

Ketahuannya nanti, bila mana terjadi kredit macet dan karyawan penagihan datang ke rumah. Atau misalnya di telepon oleh pihak finance bahwa ada keterlambatan. 

Sialnya, si MO/AO baru tahu setelah diinfokan oleh temannya yang bagian penagihan. Semoga tak ada pembaca yang seperti itu. Bisa ribut hubungan bilateral rumah tangga...hehe.

2. Nasabah di awal jujur terhadap MO/AO dan memohon agar jangan diketahui pasangan.
Ini bisa saja terjadi andai MO/AO itu tak punya integritas lantaran ingin membantu si nasabah sekalian mengejar target jualannya. Jadi tanda tangan pasangan dilakukan oleh nasabah tanpa memberitahu nasabah. 

Dari pengalaman bisa saja, sang pasangan sedang berada di luar negeri sebagai TKI atau TKW, dan nasabah tak ingin memberitahukan itu pada perusahaan kredit karena beranggapan ribet dan takut pengajuan kreditnya bisa-bisa tak dapat disetujui. 

Padahal pada dasarnya meski si pasangan berada di luar Indonesia, bila memang secara analisis kredit masuk, ya tetap akan disetujui.

Cara yang kedua ini motifnya macam-macam. Mulai dari pinjam nama nasabah, bantu teman, takut pasangan tak setuju bila kredit, menolong saudara atau pasangan punya utang diluar sepengetahuan pasangan sah dan berniat melunasinya dengan kredit di tempat lain. 

Atau boleh jadi pasangan punya WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain)...hehe. Dari pengalaman ada yang seperti itu hehe.

So... seperti judul di atas, betterly jangan. MO dan AO, meski sejak diterima dan bekerja, mereka sudah di doktrin untuk tak lakukan itu yang ujung-ujungnya menghancurkan masa depan mereka bila dipecat dari perusahaan, nasabah juga dapat dibawa ke ranah pidana karena melakukan fraud external lantaran kongkalingkong dengan karyawan internal perusahaan. 

Salam,
Sumbawa Besar, 12 Maret 2020,
19.20 Wita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun