Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Dua Sisi Edukasi Antara Nasabah dan Pemberi Kredit

2 Desember 2018   13:44 Diperbarui: 2 Desember 2018   15:15 1314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada istilah pepatah populer, "tak kenal maka tak sayang". Sepertinya pepatah itu berguna bagi Anda yang hendak mengajukan kredit. Dimanapun tempat yang dipilih, entah di lembaga keuangan, di lembaga pembiayaan ataupun di koperasi yang banyak tersebar, seyogianya mesti memahami hak dan kewajiban.

Sejauh mana kewajiban saya sebagai debitur dan apa hak yang saya peroleh. Demikian juga sebaliknya. Lembaga pemberi kredit sebagai kreditur juga memiliki hak dan kewajiban. Semakin formal lembaga pemberi kredit, semakin perlu mengenalinya.

Layaknya calon mempelai laki-laki dan wanita yang mengucapkan janji sehidup semati pada saat pemberkatan pernikahan, calon debitur dan lembaga pemberi kredit juga menandatangani akad (perjanjian) kredit yang di dalamnya mencakup pula hak dan kewajiban.

Jujur sebagian besar calon nasabah jarang membaca dan memahami apa yang tertuang di dalam nya. Hanya mendengar penjelasan dari PIC marketing yang menjelaskan pada saat penandatanganan kontrak. Sebagian kecil malah lebih terfokus untuk menerima barang nya (atau uangnya) dan sesudah itu cukup tahu bayar angsuran nya sekian.

Contohnya seperti kemarin siang (saat saya bertugas). Seorang nasabah laki-laki, berusia sekitar empat puluhan datang ke kantor seorang diri. Dari raut wajahnya, terlihat sedikit bingung. 

"Ada yang bisa dibantu Pak ?" tanya saya saat disilakan duduk di kursi depan meja saya.

"Gini Pak. Saya mengajukan kredit sertifikat rumah di salah satu bank, namun di data mereka saya ada tunggakan. Saya diarahkan untuk mengecek ke sini. Tiga tahun lalu kami pernah kredit di sini, namun seingat kami, saya dan istri tidak pernah membayar sisa angsuran nya sampai hari ini," ungkap si bapak itu.

Memang total outstanding nya tidak sampai satu juta rupiah, tapi mengabaikan kewajiban membayar selama tiga tahun bisa jadi pihak bank tidak akan menyetujui pinjamannya sebelum mendapatkan surat keterangan lancar dari kantor kami.

"Kok tidak dibayar sampai lama gini Pak?" tanya saya ingin tahu

"Karena kami pindah tugas ke kota lain," jawabnya

"Bukankah ada cabang kami di kota itu? Mengapa bapak dan ibu tidak melanjutkan pembayaran di sana, "jawab saya.Beliau hanya diam saja.

Mungkin contoh di atas hanya salah satu dari sekian contoh yang lain dengan kasus yang berbeda. Tipis membedakan pada contoh di atas apakah itu kesengajaan dari perilaku nasabah atau ketidaktahuan dari nasabah.

Biasanya jawaban paling aman dari nasabah pada kasus di atas adalah saya tidak pernah dijelaskan oleh PIC marketing mengenai itu. Alasan itu bisa jadi benar karena mungkin marketingnya lupa menjelaskan pada saat penandatanganan perjanjian kredit.

Namun proses kredit itu sudah dilakukan tiga atau empat tahun yang lalu. Seandainya petugas marketing sudah menjelaskan, apakah masih di ingat oleh nasabah dan pasangannya? Yang pastinya, apabila nasabah sudah menandatangani berkas perjanjian, dianggap bahwa nasabah sudah memahami hak dan kewajibannya, termasuk di dalam nya konsekuensi dan resikonya.

Kembali ke jawaban nasabah di atas, bagi saya itu jawaban yang luar biasa... hehe. Tidak pernah diinfokan, lantas selama tiga tahun tidak pernah membayar apakah tidak merasa (dalam hatinya) ada sesuatu yang salah dengan kewajibannya.

Seandainya tidak ada mengajukan pinjaman yang besar ke bank, bisa jadi tidak muncul dan terpikirkan "dosa masa lalu" itu. Surat keterangan lunas yang dibutuhkan itu ibarat surat pengampunan dosa. . hehe. Bila di asosiasikan ke bahasa sehari-hari: maafkan kami Pak, kami mau melunasi sekarang, please bantu kami buat surat keteranganya agar bank mencairkan pinjaman kami yang ratusan juta itu.

Dua Sisi Tanggung Jawab Edukasi 

Industri pembiayaan dan lembaga pemberi kredit tumbuh dengan subur karena supply dan demand. Rilis OJK per September 2018, jumlah perusahaan pembiayaan yang ada di Indonesia mencapai 255 perusahaan (sumber databoks.co.id). Itu terdiri dari 188 perusahaan pembiayaan, 65 perusahaan modal ventura dan 2 perusahaan pembiayaan infrastruktur.

Pembiayaan terbesar yang diberikan oleh lembaga pembiayaan ke masyarakat adalah pembiayaan multiguna dan pembiayaan investasi. Ragam pembiayaan multiguna dan investasi itu seperti apa, mungkin nanti akan di share di tulisan berikut nya

Edukasi ke nasabah atau calon nasabah itu penting. Seandainya perusahaan pemberi kredit itu adalah subjeck, maka obyeknya adalah nasabah. Boleh dikata ada simbiosis mutualisme.

Di satu sisi, nasabah memiliki kebutuhan dan keinginan akan barang dan jasa pada saat sekarang. Di sisi lain, lembaga pemberi kredit hadir dengan solusi : kalo bisa sekarang,kenapa mesti tunggu nanti. 

Barang yang bisa dikredit bisa berupa barang bergerak seperti motor, mobil, truk dan angkutan transportasi seperti bus dan lain sebagainya. Hewan ternak seperti sapi dan kerbau pun bisa dikredit. Barang tidak bergerak bisa rumah, handphone, mesin traktor, peralatan elektronik, PC (laptop) bahkan interior dalam ruangan seperti spring bed dan sofa satu set pun bisa di kredit. Jasa lebih banyak berhubungan dengan kredit uang seperti pinjaman dana.

Saking erat hubungan saling membutuhkan diantara keduanya, proses edukasi harus dilakukan. Meminjam judul lagunya Om Broery Marantika dan Tante Dewi Yull, jangan ada dusta diantara kita, sepatutnya edukasi dilakukan oleh PIC pemberi kredit ke nasabah. Sebaliknya, nasabah juga berperan aktif menanyakan seandainya ada yang diragukan, ada yang tidak dimengerti bahkan ada yang dirasakan : kok begini ya . Tujuannya yaitu supaya jangan ada dusta diantara kitaJ.

Apa itu dusta? Bahasa sehari-hari nya mengingkari perjanjian, mengingkari kesepakatan. Bukankah di masa pra credit nasabah dan PIC pemberi kredit sudah duduk bersama, ketemuan di rumah, sembari ngopi bersama-sama menandatangani perjanjian pembiayaan (kredit) dan menerima penjelasan poin demi poin mengenai hak dan kewajiban masing-masing, lha setelah pasca credit, kok jadi berubah? Ada dusta berarti, entah siapa yang mendustai, siapa yang didustai... hehe.

Edukasi apa oleh PIC pemberi kredit? 

PIC pemberi kredit seharusnya menjelaskan mengenai detil poin yang penting saat bertemu dan menandatangani perjanjian kredit. Apa saja? Angsuran per bulan itu sudah pasti, yang lainnya adalah denda/ hari, biaya penalti (sekian%) bila melunasi lebih cepat dari jangka waktu yang semestinya.

Biaya penalti ini berbeda antar lembaga pemberi kredit sesuai kebijakan internal masing-masing. Bila melunasi lebih cepat dan tidak ada potongan alias dihitung normal, itu juga harus disampaikan ke nasabah. Jangan nasabah berpikir saya kredit 36 bulan, andai saya melunasi semua di angsuran ke tujuh (bulan ke tujuh), biaya pelunasan lebih sedikit. Ternyata tidak.

Kita miris membaca di media, ada nasabah yang ditarik unitnya karena lalai membayar lalu kemudian membakar diri. Sebagian lain menumpahkan curhatannya, amarahnya atau complainnya via tulisan di media lantaran tidak menemukan solusi saat bermediasi dengan PIC pemberi kredit. Dimana akar masalahnya? Kadang komunikasi sudah dilakukan, tapi beda persepsi menjadi penyebabnya.

Semua sudah tercantum di perjanjian pembiayaan, namun tidak semuanya di mengerti oleh nasabah . Jangankan mengerti, membaca poin -- poin perjanjian yang disodorkan saat penandatanganan saja jarang. Padahal, pada saat nasabah mengajukan pengaduan, poin - poin perjanjian itulah yang sudah di tandatangani oleh nasabah sebagai bukti bahwa nasabah menyetujui apa yang menjadi hak dan kewajiban masing - masing.

Satu lagi yang lebih penting dari semuanya, yang harus sering di ingatkan ke nasabah adalah riwayat pembayaran angsuran yang lancar akan memudahkan pengajuan kredit di tempat lain. Seperti contoh kasus di atas ya.

Kita hidup di jaman serba online, nasabah wajib mengerti lembaga pemberi kredit ( seperti finance dan bank) bisa membuka data rekam jejak pembayaran di manapun, bahkan sampai 10 atau 15 tahun kebelakang.

Saya ingat tahun 2017 lalu, seorang calon nasabah di kantor ber-KTP propinsi lain di luar NTB. Kini beliau dan keluarga sudah pindah ke Sumbawa NTB menekuni usaha yang baru. Saat mengajukan kredit, saya memasukkan data KTP-nya ke sistem, hasilnya beliau pernah menunggak hingga WO (write off) di salah satu finance di sana pada tahun 2007, sepuluh tahun yang lalu. Hasilnya, PIC kredit menolak pengajuan kreditnya.

Apa peran aktif nasabah?

Nasabah mesti aktif bertanya untuk hal-hal yang tidak dimengerti. Kita mahfum, tingkat pendidikan dan latar belakang nasabah itu berbeda-beda. Ada yang berpendidikan tinggi, banyak pula yang berpendidikan rendah.

Kemampuan ekonominya juga beragam. Tapi tidak ada salahnya bertanya. Ada pepatah malu bertanya sesat di jalan, tapi kalau sudah jalan kreditnya, malu bertanya bisa ribut di kantor atau ribut di rumah nasabah.

Yang bisa ditanyakan oleh nasabah adalah poin-poin di perjanjian kredit termasuk di dalamnya mengenai pertanggungan asuransi. Sebagian nasabah malah berpikir, kredit mobil kalau mobil dicuri (digelapkan) selama masa kredit bisa diganti mobil baru.

Motor juga begitu. Salah itu ya bapak, ibu, om, tante. Itu persepsi yang salah. Yang diganti itu uangnya setelah dikurangi PH (pokok hutang) yang masih tersisa dari unit yang di kredit. Kalau rumah bagaimana, ada asuransinya ngga? Silakan langsung ke developer dan bank pemberi kredit. Kredit orang tua saya sedang berjalan, saya mendapat kabar duka orang tua meningggal. Siapa yang harus bertanggung jawab dengan kelanjutan kredit? Dihapus atau bagaimana? Nah itu...

Mari jadi nasabah yang aktif dan bijak. Malu atau malas datang ke kantor pemberi kredit , hubungi layanan hotline number atau contact person marketingnya. Berniat mau ajukan kredit baru, jangan segan bertanya.

Semoga jangan ada dusta lagi. : )
Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun