Mohon tunggu...
Adnan Iskandar
Adnan Iskandar Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

menulis adalah mengukir peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Alam Marah

5 Juli 2019   10:00 Diperbarui: 5 Juli 2019   10:07 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

CERITA ANAK : Ketika Alam Marah

"Kita harus mencari tempat lain ratu"

"Memang ada apa disini?"

"Persediaan makanan sudah habis ratu, para semut pekerja sudah berkeliling lebih dari 1 kilo meter namun air pun kami tak menjumpainya, batang batang kayu sekarang hanya menjadi arang"

"Apa penyebabnya perdana mentri?"

"Menurut pengamatan para semut prajurit, semua karena homo sapien ratu?"

"Padahal otaknya 1 triliun kali lebih besar dari kami tapi kok pemikiranya jauh dibawah kita"

"Mereka hanya menuruti ego ratu"

"BEDEBAH.... Dasar mahluk tak punya akhlak"

Semuanya hanya hitam, beberapa masih mengeluarkan asap. Diatas gundukan tanah dibawah pohon meranti yang selamat dari pembabatan hutan ilegal pembukaan perkebunan para semut mulai meradang keluar dari sarang dengan wajah garang siap berperang.

"Dua puluh hektar pak, semuanya gambut"

"Bagus bagus, cocok untuk sawit"

"Tapi bagaimana jika ketahuan pemerintah pak?"

"Tenang sudah saya urus"

"Tapi gimana kalo ada orang dari Kampung Sampar yang melapor"

"Itu juga sudah beres"

Para pembabat hutan itu sudah kong kali kong sama pejabat daerah dan penduduk Kampung Sampar, kemarin ia mendatangi kepala desa sampar serta beberapa warga dari perwakilan semua RT, sungguh persengkokolan yang berfaedah.

"Itu ratu rumah para homo sapien"

"Dasar para perusak, berhak apa dia dengan alam ini Cuma numpang saja bangga"

Para kawana bangsa itupun bermigrasi mencari tanah baru untuk mereka diami, mereka menyusup keperkampungan manusia entah mau balas dendam atau cuma mencari tempat untuk mereka tinggali.

"Buk bikinin minum seperti biasa"

"Sudah pak itu di meja teras"

"Ya tuhan apa ini?"

Para kawanan semut yang memenuhi jalanan, banyak warga yang terserang sakit karena gigitan semut semut pemarah iu

"Tong..., Tong...., Tong...," kentongan pun di bunyikan sebanyak 7 kali, pertanda adanya kejadian yang luar biasa.

"Bagaimana ini bisa terjadi Pak Kades? Apa yang harus kita lakukan?"

"Saya punya ide Pak Kades bagaimana kalo kita lingkari kampung kita ini dengan parit yang cukup lebar dan supaya kawanan semut itu tidak berdatangan selanjunya kita basmi semut-semut itu"

"Ide yang bagus, saya setuju kumpulkan semua warga khususnya para lelaki yang masih kuat untuk berkumpul dilapangan balai Desa"

"86, pak laksanakan"

"Selamat siang para waga ku yang berbahgia, saya cukup prihatin dengan wabak yang menimpa kita belakangan ini, oleh karena itu saya mengumpulkan saudara saudara sekalian untuh bekerja sama menghadapi situasi yang berat ini"

Para warga pun mendengarkan dengan khitman pidato dari pak kades yang terlihat arif dan bijaksana tersebut.

"untuk itu, kami pemerintah desa mempunyai satu rencana yaitu pembangunan parit yang mengelilingi desa ini untuk menghindari banyaknya para kawanan semut yang masuk kekampung kita tercinta ini, setelah parit terbentuk nanti kita basmi semut yang masih ada dikampung ini"

"Bagaimana warga kita untuk pergi kehutan mencari makan pak?"

"Tidak ada yang akan pergi kehutan, oleh karena itu kita mengisolasi diri kita, untuk memenuhi kebutuhan pangan, selagi para suami membangun parit para isteri mengumpulkan sebanyak banyaknya bahan makanan yang cukup untuk beberapa hari kedepan"

"Siap pak"

Tuju hari, parit pun sudah terbentuk dan sudah banyak bahan makanan yang mereka kumpulkan, selanjutnya yaitu mengusir semut yang masih ada dikampung yang terkepung parit yang lebar berisi air.

"baiklah sekarang saatnya kita bakar semua sarang semut yang ada di sekeliling kita"

Merekapun sangat mematuhi pak kades, layaknya kambing yang digembala menerjuni jurang apapun mereka kerjakan sunguh sistem yang otoriter. Namun mereka tak berfikir panjang karena kecerobohan salah seorang pembakaran sarang semut justru merambat kebangunan rumah yang membakar seluruh kampung, jeritatan tagisan yang menderu mengiringi jeritan keserakahan para penguasa.

Mereka berlarian menuju parit, beruntunglah mereka yang bisa lari sampai menuju parit bisa selamat, tak sedikit pula yang terbakar dengan mengenaskan salah satunya pak kades yang berusaha menyelamat kan hartannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun