Itu baru bahasa resmi, belum lagi bahasa daerahnya. Indonesia sendiri, sebagai contoh, punya 668 bahasa daerah terverifikasi, mengutip data Statistik Kebahasaan 2019 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI. Dari sekian banyak bahasa itu, bahasa Jawa adalah bahasa yang paling banyak digunakan dengan 68,3 juta penutur, demikian menurut laporan Ethnologue: Language of the World edisi 2015. Bahasa daerah lainnya yang cukup banyak digunakan di negara-negara lain di Asia Tenggara antara lain Iban dan Kadazan di Malaysia, Shan dan Arakan di Myanmar, serta Cebuano dan Ilocano di Filipina.
Bahasa Indonesia dan Asia Tenggara
Di antara bahasa-bahasa di Asia Tenggara, bahasa nasional kita semua, bahasa Indonesia, adalah salah satu bahasa yang cukup besar di dunia. Terdapat total sekitar 199 juta orang penutur bahasa Indonesia baik sebagai bahasa ibu (L1) atau bahasa kedua (L2), demikian menurut laporan Ethnologue: Language of the World edisi 2021. Jumlah ini bisa saja berubah, mengingat jumlah penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik ialah 270,2 juta jiwa.
Masih dari Ethnologue: Language of the World 2021, banyaknya penutur bahasa Indonesia membuat bahasa ini didaulat menjadi bahasa dengan penutur terbanyak ke-11 di dunia, sekaligus bahasa dengan penutur terbanyak se-Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut terdapat 655.298.044 penduduk di Asia Tenggara. Katakanlah kita ambil jumlah 199 juta penutur bahasa Indonesia dari laporan tadi, maka dari sekitar 655 juta orang di Asia Tenggara hampir 200 juta atau sekitar 30% di antaranya adalah penutur L1 dan L2 bahasa Indonesia. Wah, keren!
Bahasa Indonesia merupakan turunan dari bahasa Melayu, sebuah bahasa yang termasuk rumpun Austronesia. Bahasa ini berasal dari wilayah di sekitar Semenanjung Malaya dan Sumatera bagian tengah, dan memiliki banyak penutur di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan tentu saja Indonesia. Negara-negara yang berbahasa Melayu (atau berbasis bahasa Melayu) tersebut, kalau ditotal berdasarkan jumlah penduduk masing-masing negara, berkisar hingga 308-309 juta orang[1], atau kurang lebih 47% dari seluruh penduduk di Asia Tenggara. Wow!
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang mengalami percampuran dengan kosakata yang diadaptasi dari bahasa di luar bahasa Melayu seperti bahasa Tiongkok, bahasa Portugis, dan bahasa Belanda, serta beragam bahasa daerah. Kosakata serapan itu didasarkan pada konteks sejarah dan budaya yang dialami wilayah-wilayah di Kepulauan Nusantara yang kini menjadi Indonesia. Mulai dari munculnya pengaruh India pada kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, saudagar Tionghoa yang berdagang di Nusantara, hingga kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang ingin menguasai Nusantara. Di antara bahasa-bahasa yang dituturkan oleh bangsa Eropa tersebut, bahasa Belanda-lah yang bisa dikatakan paling mempengaruhi bahasa Indonesia. Tentunya ini bukan fakta yang mengherankan karena bangsa Indonesia pernah di jajah ratusan tahun oleh Belanda.
Apakah Bahasa Indonesia Bahasa Resmi ASEAN?
Sampai saat ini bahasa Indonesia belum menjadi bahasa resmi ASEAN. Secara formal, ASEAN menggunakan bahasa Inggris dalam kegiatan organisasi. Hal ini mengingat posisi bahasa Inggris sebagai bahasa internasional yang paling banyak digunakan di dunia. Namun dibeberapa kesempatan, para presiden dari negara-negara anggota ASEAN juga banyak berpidato dengan bahasa masing-masing. Misalnya, pada KTT ASEAN ke-25 di ibukota Myanmar, Presiden Indonesia (Bapak Joko Widodo) menggunakan bahasa Indonesia di setiap pidatonya. Namun tentunya, beliau juga membawa seorang penerjemah bahasa Inggris.
Sebenarnya, banyak wacana yang ingin menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di tingkat ASEAN. Apalagi sejak tahun 2015, di mana zona perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Zone) dalam lingkup Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA, ASEAN Economic Community) dikabarkan berlaku mulai tahun tersebut, yang pastinya membuat arus pergerakan barang dan orang di negara-negara ASEAN menjadi lebih lancar dan deras.
Usulan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN sudah terdengar sejak 2015 lalu, di saat MEA mulai diberlakukan. Pakar bahasa dari Institut Teknologi Bandung, Mahsun, berpendapat bahwa bahasa Indonesia "perlu diinternasionalisasi" agar bisa menjadi bahasa resmi di ASEAN. Ia menyebut banyaknya penduduk Indonesia sebagai faktor utama. Terbaru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim di awal 2020 lalu mengajukan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar (lingua franca) di ASEAN. Bahkan, menurutnya, ini akan menjadi misi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud RI.
Ada beberapa alasan di balik dorongan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN. Di antaranya adalah kemudahan dalam mempelajarinya. Bahasa Indonesia mempunyai struktur tata bahasa atau grammar yang sederhana. Di samping itu, bahasa Indonesia juga bersifat dinamis karena mempunyai daya serap kosakata yang kuat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kata-kata serapan di bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa asing dan bahasa daerah.
Selain argumen di atas, banyaknya jumlah penutur bahasa Indonesia menjadi alasan yang kuat. Hal ini didukung dengan penutur bahasa Melayu, yang bila dijumlahkan bisa mencapai hampir setengah dari populasi Asia Tenggara. Juga, beberapa kosakata bahasa di luar bahasa Indonesia/Melayu, seperti bahasa Tagalog di Filipina, ada yang mirip-mirip dengan kosakata dalam bahasa Indonesia.