Mohon tunggu...
Xerpihan
Xerpihan Mohon Tunggu... Penulis - Start-up Perbaikan Teks Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

Xerpihan adalah perusahaan start-up tentang Artificial Intelligence untuk perbaikan teks Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Website kami dapat diakses di xerpihan.id

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia, Bahasa Resmi ASEAN, Apa Kabar?

26 Maret 2021   14:37 Diperbarui: 7 Juni 2022   09:18 5000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa resmi ASEAN pastinya akan digunakan di gedung ini, markas besar ASEAN di Jakarta. (Flickr/inBaliTimur)

"Sebutkan bahasa resmi ASEAN! Ada yang bisa?" kata seorang ibu guru SD di dunia fiksi pada murid-muridnya di kelas. Murid-murid itu semuanya terdiam beberapa saat, karena mereka belum tahu jawabnya. Tiba-tiba ada seorang murid, sebut saja Anu, mengacungkan tangannya ke atas, sebuah tanda kalau dia tahu jawaban pertanyaan itu. "Ya, Anu, silakan," kata sang ibu guru.

Anu menjawab dengan santai, jawaban yang nggak disangka oleh teman-temannya. "Bahasa resmi ASEAN!" sebut Anu. Tiba-tiba seisi kelas mulai ramai dengan tawa dari para murid, bahkan sang ibu guru juga tertawa. Yang nggak ketawa barangkali adalah kalian yang membaca ini, karena garingnya yang lebih krispi dari kremesan di ayam goreng, hehe :D

= = =

Apa bahasa resmi ASEAN? Emang ASEAN punya bahasa resmi ya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa jadi terlontar dari benak kita saat mendengar "bahasa resmi ASEAN". Ya, pasti banyak di antara kita yang belum pernah dengar soal ini.

Selama ini kita banyak belajar dan mengetahui kabar terkini dari organisasi ASEAN (Association of Southeast Asia Nations, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara). Organisasi yang mengumpulkan negara-negara di Asia Tenggara ini memang menjadi salah satu organisasi yang cukup diperhitungkan di dunia internasional. Tapi, kita mungkin masih belum banyak mendengar wacana tentang bahasa resmi ASEAN.

Padahal, ini pertanyaan yang juga mulai dipikirkan di tingkat ASEAN, lho! Apalagi santer disebut bahwa bahasa Indonesia akan jadi bahasa resmi ASEAN. Wah, yang benar aja nih? Yuk kita mulai dengan bahasan yang satu ini, semoga bisa menambah wawasan kita.

Macam-Macam Bahasa di ASEAN

Apa saja macam-macam bahasa di ASEAN? Seperti kita tahu, ASEAN terdiri dari 10 negara anggota (Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Laos, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam) plus 2 negara pengamat (Timor Leste dan Papua Nugini). Karena terdiri dari banyak negara, seperti halnya hari-hari kita yang punya banyak rasa, ASEAN juga punya banyak bahasa.

Berdasarkan bahasa resmi masing-masing negara anggotanya, mungkin kalian bakal mengira ada 10 bahasa di ASEAN. Faktanya, ada 13 bahasa resmi yang dipilih negara-negara ini. Ketiga belas bahasa tersebut, yaitu bahasa Filipino, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Khmer (di Kamboja), bahasa Lao (di Laos), bahasa Malaysia, bahasa Melayu, bahasa Burma (di Myanmar), bahasa Tamil, bahasa Thailand, bahasa Tionghoa, dan bahasa Vietnam.

Bahasa Melayu adalah bahasa yang paling banyak digunakan sebagai bahasa resmi (di Brunei Darussalam dan Singapura). Di Malaysia, bahasa resminya adalah bahasa Malaysia. Sebenarnya bahasa Malaysia adalah bahasa yang hampir persis dengan bahasa Melayu; namun istilah "Melayu" digantikan "Malaysia" untuk menguatkan identitas kebangsaan di Negeri Jiran. 

Di Singapura, selain bahasa Melayu ada pula bahasa Inggris, bahasa Tionghoa, dan bahasa Tamil -- jadi total ada 4 bahasa resmi yang diakui. Tidak cuma Singapura lho yang bahasa resminya lebih dari satu: di Filipina, bahasa Filipino (standarisasi dari bahasa Tagalog) dan bahasa Inggris sama-sama jadi bahasa resmi.

Itu baru bahasa resmi, belum lagi bahasa daerahnya. Indonesia sendiri, sebagai contoh, punya 668 bahasa daerah terverifikasi, mengutip data Statistik Kebahasaan 2019 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI. Dari sekian banyak bahasa itu, bahasa Jawa adalah bahasa yang paling banyak digunakan dengan 68,3 juta penutur, demikian menurut laporan Ethnologue: Language of the World edisi 2015. Bahasa daerah lainnya yang cukup banyak digunakan di negara-negara lain di Asia Tenggara antara lain Iban dan Kadazan di Malaysia, Shan dan Arakan di Myanmar, serta Cebuano dan Ilocano di Filipina.

Bahasa Indonesia dan Asia Tenggara

Di antara bahasa-bahasa di Asia Tenggara, bahasa nasional kita semua, bahasa Indonesia, adalah salah satu bahasa yang cukup besar di dunia. Terdapat total sekitar 199 juta orang penutur bahasa Indonesia baik sebagai bahasa ibu (L1) atau bahasa kedua (L2), demikian menurut laporan Ethnologue: Language of the World edisi 2021. Jumlah ini bisa saja berubah, mengingat jumlah penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik ialah 270,2 juta jiwa.

Masih dari Ethnologue: Language of the World 2021, banyaknya penutur bahasa Indonesia membuat bahasa ini didaulat menjadi bahasa dengan penutur terbanyak ke-11 di dunia, sekaligus bahasa dengan penutur terbanyak se-Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut terdapat 655.298.044 penduduk di Asia Tenggara. Katakanlah kita ambil jumlah 199 juta penutur bahasa Indonesia dari laporan tadi, maka dari sekitar 655 juta orang di Asia Tenggara hampir 200 juta atau sekitar 30% di antaranya adalah penutur L1 dan L2 bahasa Indonesia. Wah, keren!

Bahasa Indonesia merupakan turunan dari bahasa Melayu, sebuah bahasa yang termasuk rumpun Austronesia. Bahasa ini berasal dari wilayah di sekitar Semenanjung Malaya dan Sumatera bagian tengah, dan memiliki banyak penutur di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan tentu saja Indonesia. Negara-negara yang berbahasa Melayu (atau berbasis bahasa Melayu) tersebut, kalau ditotal berdasarkan jumlah penduduk masing-masing negara, berkisar hingga 308-309 juta orang[1], atau kurang lebih 47% dari seluruh penduduk di Asia Tenggara. Wow!

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang mengalami percampuran dengan kosakata yang diadaptasi dari bahasa di luar bahasa Melayu seperti bahasa Tiongkok, bahasa Portugis, dan bahasa Belanda, serta beragam bahasa daerah. Kosakata serapan itu didasarkan pada konteks sejarah dan budaya yang dialami wilayah-wilayah di Kepulauan Nusantara yang kini menjadi Indonesia. Mulai dari munculnya pengaruh India pada kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, saudagar Tionghoa yang berdagang di Nusantara, hingga kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang ingin menguasai Nusantara. Di antara bahasa-bahasa yang dituturkan oleh bangsa Eropa tersebut, bahasa Belanda-lah yang bisa dikatakan paling mempengaruhi bahasa Indonesia. Tentunya ini bukan fakta yang mengherankan karena bangsa Indonesia pernah di jajah ratusan tahun oleh Belanda.

Apakah Bahasa Indonesia Bahasa Resmi ASEAN?

Sampai saat ini bahasa Indonesia belum menjadi bahasa resmi ASEAN. Secara formal, ASEAN menggunakan bahasa Inggris dalam kegiatan organisasi. Hal ini mengingat posisi bahasa Inggris sebagai bahasa internasional yang paling banyak digunakan di dunia. Namun dibeberapa kesempatan, para presiden dari negara-negara anggota ASEAN juga banyak berpidato dengan bahasa masing-masing. Misalnya, pada KTT ASEAN ke-25 di ibukota Myanmar, Presiden Indonesia (Bapak Joko Widodo) menggunakan bahasa Indonesia di setiap pidatonya. Namun tentunya, beliau juga membawa seorang penerjemah bahasa Inggris.

Sebenarnya, banyak wacana yang ingin menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di tingkat ASEAN. Apalagi sejak tahun 2015, di mana zona perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Zone) dalam lingkup Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA, ASEAN Economic Community) dikabarkan berlaku mulai tahun tersebut, yang pastinya membuat arus pergerakan barang dan orang di negara-negara ASEAN menjadi lebih lancar dan deras.

Usulan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN sudah terdengar sejak 2015 lalu, di saat MEA mulai diberlakukan. Pakar bahasa dari Institut Teknologi Bandung, Mahsun, berpendapat bahwa bahasa Indonesia "perlu diinternasionalisasi" agar bisa menjadi bahasa resmi di ASEAN. Ia menyebut banyaknya penduduk Indonesia sebagai faktor utama. Terbaru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim di awal 2020 lalu mengajukan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar (lingua franca) di ASEAN. Bahkan, menurutnya, ini akan menjadi misi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud RI.

Ada beberapa alasan di balik dorongan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN. Di antaranya adalah kemudahan dalam mempelajarinya. Bahasa Indonesia mempunyai struktur tata bahasa atau grammar yang sederhana. Di samping itu, bahasa Indonesia juga bersifat dinamis karena mempunyai daya serap kosakata yang kuat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kata-kata serapan di bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa asing dan bahasa daerah.

Selain argumen di atas, banyaknya jumlah penutur bahasa Indonesia menjadi alasan yang kuat. Hal ini didukung dengan penutur bahasa Melayu, yang bila dijumlahkan bisa mencapai hampir setengah dari populasi Asia Tenggara. Juga, beberapa kosakata bahasa di luar bahasa Indonesia/Melayu, seperti bahasa Tagalog di Filipina, ada yang mirip-mirip dengan kosakata dalam bahasa Indonesia.

(Flickr/Noel Reynolds)
(Flickr/Noel Reynolds)

Meski begitu, wacana ini bukannya nggak menemui tantangan. Kepala Balai Bahasa Provinsi Riau (BBPR) Umar Solikhan tahun 2017 lalu mengatakan bahwa bahasa Indonesia saat ini belum bisa dijadikan bahasa resmi ASEAN. Menurutnya, ini karena masyarakat ASEAN "lebih condong" menggunakan bahasa Inggris, termasuk masyarakat Indonesia sendiri. Duh, agak ironis nggak sih?

Bahasa Inggris memang sedang digandrungi banyak orang di Indonesia. Seiring naiknya tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat Indonesia (terutama di perkotaan), bahasa Inggris yang notabene merupakan bahasa internasional jadi semakin punya tempat dalam percakapan dan tulisan orang-orang Indonesia. Bahkan beberapa waktu lalu kita pernah tahu soal viralnya istilah "Bahasa Anak Jaksel" dari sebagian anak-anak muda di Jakarta Selatan yang mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris.

Hal ini yang mungkin menjadi argumen kontra untuk wacana ini. Munculnya MEA, masih menurut Umar, memang menguntungkan secara ekonomi. Tetapi, khusus bagi Indonesia hal ini malah jadi tantangan untuk menjaga bahasa Indonesia dari berbagai pengaruh yang "dapat menggoyahkan" kedaulatan Indonesia.

Nggak cuma itu, karena bahasa Indonesia adalah variasi dari Bahasa Melayu -- dengan segala kemudahan mempelajarinya, maka wacana bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN juga nggak mau kalah. Di tahun yang sama dengan pandangan Umar Solikhan, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak ingin agar bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi ASEAN. Ia menargetkan agar hal itu bisa terwujud di tahun 2050. Persebaran bahasa Melayu dan variannya (termasuk bahasa Indonesia) diangkat sebagai argumennya. Bahkan ia menyebut penduduk di Thailand selatan yang berbatasan dengan Malaysia juga banyak menggunakan bahasa Melayu.

Terlepas dari semua itu, MEA yang bisa menjadi pelesat bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN juga menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Agar bahasa Indonesia bisa jadi bahasa resmi ASEAN, pengaruh Indonesia di Asia Tenggara haruslah kuat -- seperti pengaruh Amerika Serikat (yang berbahasa Inggris) dalam pentas dunia. Namun kondisi infrastruktur dan pergerakan logistik yang belum merata di seluruh Indonesia lima tahun terakhir menghambat langkahnya membuat pengaruh di kawasan tersebut. Belum lagi tenggat MEA yang diundur menjadi tahun 2025, sehingga kita masih menanti nasib bahasa Indonesia di kancah Asia Tenggara ke depan.

Penutup

Bahasa Indonesia memang belum menjadi bahasa resmi ASEAN, tetapi bukan berarti kita nggak ikut menjaganya, lho! Kita bisa dari sekarang menyiapkan diri agar bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Dengan mempelajari ejaan, kosakata, dan tata bahasanya serta menerapkannya, kita bisa merawat bahasa Indonesia untuk segala hal, mulai formal sampai informal, sekaligus merawat Indonesia. "Bahasa adalah jiwa bangsa", jadi hidupkan bangsa Indonesia dengan bahasanya :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun