Mohon tunggu...
Green Journey
Green Journey Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Padjadjaran

Program Studi Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Diusir dan Dianggap Gila Karena Mengurusi Sampah: Kisah Inspiratif Dimas Bagus Wijanarko

8 Juli 2024   16:49 Diperbarui: 8 Juli 2024   17:02 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Jatinangor (Green Journey) - Masyarakat Indonesia pasti mempunyai hubungan secara tidak langsung dengan sampah setiap harinya. Seperti yang kita ketahui, permasalahan sampah ini sudah menjadi isu besar di Indonesia. Masih banyak masyarakat yang tidak peduli dengan permasalahan yang satu ini, terlebih lagi dengan sampah plastik yang tidak bisa terurai.

Berdasarkan data program lingkungan PBB, Indonesia menjadi negara yang menghasilkan sampah plastik terbanyak di dunia setelah Tiongkok. Dari data Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan sebanyak 14.296.525,44 ton timbulan sampah pada tahun 2023. Dan sebanyak 4.372.729,20 ton sampah yang tidak terkelola.

Menurut Herlina Agustin, seorang pengamat lingkungan, banyak sekali dampak dari permasalahan plastik. Contohnya, sampah plastik jika dibuang di sungai akan menyebabkan penyumbatan saluran air dan mengakibatkan banjir. Selain menyumbat saluran air, sampah tersebut juga akan mencemari air tersebut.

"Yang pasti banyak dampaknya, pertama akan menyumbat saluran air dan kalau sudah tersumbat pasti banjir. Kedua, ketika kita mencemari air, air tersebut akan dimakan oleh makhluk air, dan makhluk air tersebut akan kita konsumsi. Maka kita akan mengkonsumsi mikroplastik yang ada dalam makhluk air tersebut, dan akan menimbulkan penyakit".

Pemerintah seharusnya mengambil tindakan yang tegas dalam permasalahan sampah ini. " Harus ada pengawasan yang sangat kuat dari pemerintah, kalo pemerintahnya niat.", ucap Herlina Agustin seorang pengamat lingkungan. 

Selain pemerintah, sudah seharusnya masyarakat pun turut serta dalam mencari jalan keluar dari permasalahan tentang sampah ini. Masyarakat pun harus ikut mengambil peran dalam upaya mengatasi permasalahan sampah ini. Upaya paling sederhana yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) atau sekarang sudah dikenal dengan 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot). 

Terdapat upaya lain yang bisa membantu mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Dimas Bagus Wijanarko yang mengelola sampah menjadi bahan bakar minyak (BBM). 

Sepenggal kata tentang Dimas

Sumber : Dimas Bagus Wijanarko
Sumber : Dimas Bagus Wijanarko

Dimas Bagus Wijanarko, nama yang tidak asing bagi masyarakat yang tertarik di bidang lingkungan. Pria berusia 48 tahun asal Kota Pahlawan, Surabaya tersebut mendedikasikan dirinya untuk menjadikan Indonesia dengan lingkungan yang lebih bersih dari sebelumnya. 

Lahir dan besar di tengah keluarga yang tidak mengerti tentang pengolahan sampah tidak menyurutkan niat Dimas dalam menangani keresahan tentang kondisi lingkungannya. Bermodalkan artikel dan teknik dasar pembuatan mesin dari Sekolah Teknik Menengah, Dimas mencoba mempelajari serta mencari solusi dari permasalahan sampah di Indonesia. 

Meskipun Surabaya adalah kota kelahirannya dan keluarga Dimas berada di sana, Dimas memiliki sedikit kenangan pahit di Kota Pahlawan tersebut. Kini dirinya bertempat tinggal di Kabupaten Badung, Bali. Walaupun sebenarnya domisili asli dari Dimas berada di Dago, Bandung, Jawa Barat.

Dengan pergi dari tempat kelahirannya, Dimas merasa menjadi lebih besar. Pergi dari lingkungan tersebut membuat Dimas merasa lebih banyak mendapatkan dukungan dibandingkan dengan cibiran. 

"Terkadang kita akan menjadi kerdil ketika kita ada di lingkungan kita. Dan kita akan menjadi besar ketika kita berada di luar lingkungan kita" ujar Dimas.

Keluarga Dimas tidak bisa memberikan support penuh untuk kegiatannya yang mengurusi permasalahan sampah. Dari keluarganya sendiri ingin yang terbaik dan meminta untuk bekerja di kantor atau pabrik. Dengan pribadi yang taat proses, dia meyakinkan keluarganya bahwa hasil yang baik berasal dari prosesnya itu sendiri.

"Di dunia ini tidak ada yang instan, saya sangat mencintai proses sejak kecil. Saya yakin apabila proses itu dijalankan dengan konsistensi. Hasil itulah yang akan didapatkan setelah masa proses itu" ucap Dimas.

Sebelum menjadi seseorang yang gemar mengolah sampah, Dimas memiliki pengalaman sebagai aktivis pada era reformasi. Dirinya berhenti menjadi pejuang perubahan karena Dimas merasa realita kehidupan politik tidak sama seperti yang dibayangkan. Setelah berhenti menjadi aktivis, Dimas sempat menjadi kontraktor lalu beralih menjadi tukang sablon.

Dimas dan kecintaannya pada lingkungan

Tak ada alasan khusus bagi Dimas untuk memulai langkah baru dalam mengurangi sampah plastik di Indonesia. Berkat minat dan kecintaan Dimas terhadap alam yang sudah tertanam pada dirinya sedari kecil membuat Dimas dengan senang hati melakukan hal tersebut. 

Banyak masyarakat yang selalu memandang rendah kegiatan yang dilakukan Dimas untuk mengatasi permasalahan sampah. Menyusuri sungai dan memunguti sampah adalah kegiatan sehari-harinya selama berbulan-bulan lamanya. Berbagai macam hinaan yang muncul tidak mengurungkan niat baiknya agar masalah tentang sampah plastik bisa terselesaikan. 

"Aku dibilang orang gila sama masyarakat di sekitar lingkunganku dan ditanya ngapain mungutin sampah, bahkan aku dibilang sampah masyarakat" ucap Dimas.

Hal ini disebabkan karena hampir setiap hari Dimas mengunjungi sungai untuk mengumpulkan sampah.

Jong Nusantara dan Pirolisis

Sumber : getplastic_id
Sumber : getplastic_id

Semua bermula ketika Dimas mulai mendaki kembali pada tahun 2008. Saat itu, dia melihat banyak sampah di sekitar gunung. Hal tersebut yang memotivasi Dimas untuk mendirikan Jong Nusantara yang mayoritas isi di dalamnya adalah para pendaki.

Jong Nusantara ini didirikan sebagai wadah untuk mengedukasi para pendaki agar peduli pada lingkungan. Dengan adanya Jong Nusantara ini, Dimas berharap permasalahan sampah di sekitar gunung dapat segera terselesaikan. 

Pada tahun 2012, Dimas ingin membuat sebuah festival ramah lingkungan di Karimunjawa. Namun, kegiatan ini tidak terlaksana karena ada kendala dan kebingungan dengan cara mengelola banyaknya sampah tersebut.

"Adanya Jong Nusantara membuat saya ingin mengadakan festival ramah lingkungan di Karimunjawa. Karena saya dan teman-teman bingung akan kita olah menjadi apa sampahnya, akhirnya festival ini tidak jadi terlaksana".

Kecintaannya pada pendakian membuat Dimas memutuskan untuk mendaki Gunung Rinjani sekitar tahun 2013 dan 2014. Disanalah Dimas menyadari bahwa permasalahan sampah ini bukan hanya ada di gunung-gunung Pulau Jawa tapi juga ada di luar Pulau Jawa. 

Banyak pertanyaan yang muncul di pikiran Dimas terkait penyelesaian masalah ini, sampai akhirnya dia bertemu dengan Rumi, mahasiswa S2 Geologi. Rumi memberikan informasi bahwa sampah plastik bisa diolah kembali menjadi minyak bumi karena sampah plastik itu sendiri terbuat dari minyak bumi. 

Mendengar informasi tersebut, Dimas sedikit tidak percaya tetapi merasa tertarik dengan hal itu. Karena merasa tertarik, Dimas meminta kepada Rumi untuk mencarikan beberapa artikel yang membahas tentang pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. 

"Saat mendengar informasi bahwa sampah plastik bisa diolah menjadi minyak bumi saya tertarik, walaupun masih merasa percaya tidak percaya. Karena pada saat itu, saya masih minim sekali pengetahuan mengenai pengolahan sampah", jelas Dimas.

Setelah mendapatkan artikel dari Rumi, Dimas mencoba mengimplementasikan hal yang didapatkannya dari artikel tersebut. Dimas mulai melakukan riset dan mencoba merakit mesin pembuatan bahan bakar berbahan sampah plastik ini. Untuk mempelajarinya, Dimas dan teman-temannya membutuhkan waktu dua tahun lamanya. 

Pada tahun 2014 mereka melakukan riset, dan tahun 2015 akhirnya Dimas dan teman-temannya berhasil menciptakan mesin pirolisis yang mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar tersebut.

Saat melakukan uji coba mesin Pirolisis, terdapat banyak kendala atau error dari mesinnya ini. Contohnya saat sedang melakukan percobaan, tiba-tiba mesinnya meledak, namun tim tersebut mempunyai pengetahuan dan K3 untuk mengatasi hal ini.

Tiga output yang dihasilkan oleh mesin Pirolisis ini, yaitu Bahan Bakar Minyak (BBM), black carbon dan gas. Alasan dijadikan BBM karena kandungan minyaknya lebih banyak yaitu 90%. Lalu BBM tersebut biasanya disumbangkan kepada masyarakat, petani, dan juga digunakan untuk BBM kendaraan pengangkutan sampah Get Plastic.

Gas yang dihasilkan dari sampah plastik tersebut digunakan sebagai mesin pengering. Lalu, sampah plastik yang output black carbon dijadikan merchandise, salah satunya asbak rokok. 

"Membuat 1 asbak rokok membutuhkan sekitar 3 sampai 4 kg sampah plastik yang berupa black carbon" jelas Dimas.

Lahirnya Get Plastic

Saat melakukan riset tentang mesin pirolisis pada tahun 2015 di Surabaya, Dimas mendapatkan cibiran dari masyarakat kala itu. Akhirnya pada tahun 2016, dirinya pindah ke Jakarta untuk memulai memulai langkah baru. Jakarta menjadi tempat dimana Jong Nusantara mempunyai wajah baru yaitu Gerakan Tarik Plastik atau Get Plastic. 

Get Plastic mendapatkan bantuan dana dari teman-teman Ruang Rupa. Selain memberikan bantuan dana, mereka juga memberikan tempat untuk para teman-teman Get Plastic melakukan riset. Tempat yang diberikan oleh Ruang Rupa berada di Gudang Sarinah, tempat tersebut sangat sederhana, hanya sebatas tenda biru.

Pada tahun 2017, Dimas dan teman-teman Get Plastic terpaksa harus angkat kaki dari tempat tersebut karena sudah disewa oleh perusahaan besar. "Udah kamu jangan di sini, sampah masyarakat." ujar sang pemilik Gudang Sarinah. 

Tidak hilang akal, Dimas dan teman-teman Get Plastic melakukan perjalanan untuk menemukan tempat berkumpul yang baru. Perjalanan tersebut dimulai dari Jakarta sampai akhirnya berakhir di Bali. Sejak saat itulah Get Plastic menetap di Badung, Bali.

Terdapat hal yang menarik saat Dimas dan teman-teman Get Plastic melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bali. Vespa yang berbahan bakar sampah plastik, merupakan kendaraan yang digunakan untuk menempuh perjalanan tersebut. Perjalanan tersebut membuat Get Plastic mendapatkan piagam penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI), sebagai rekor perjalanan terjauh menggunakan bahan bakar dari plastik.

Salah satu harapan terbesar Dimas di komunitas Get Plastic ini adalah membangun sebuah sekolah. Tujuan sekolah ini ingin membangun titik beratnya kepada pengalaman seseorang, bagaimana dia bisa beradaptasi dengan alam. Dibangunnya sekolah ini juga untuk menampung anak bangsa yang tidak memiliki biaya untuk sekolah.

"Banyak mutiara yang terbuang hanya karena tidak mempunyai selembar kertas, padahal mungkin mereka mempunyai otak dan kemampuan yang luar biasa" ucap Dimas.

Dimas juga selalu menekankan untuk tidak merasa puas dengan pencapaiannya saat ini, begitu juga pada Get Plastic. Maka dari itu, dia bersama teman-teman Get Plastic selalu bekerja sebaik mungkin untuk mencapai impian tanpa merasa puas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun