Sekolah...
Adalah tempat menaruh secercah harapan.
Harapan tentang indahnya masa depan
Sekolah..
Padanya para orang tua menginginkan anaknya berkembang
Menjadi pribadi cerdas yang gemilang
Sekolah...
Di sanalah tunas kecil itu belajar tumbuh
Tumbuh untuk memberi makna pada dunia
Tanpa sekolah, mungkin kita hanya sebatas bibit tanaman tak berwadah
Tergeletak tanpa merasakan hangatnya bumi dan sejuknya air
Tanpa sekolah, mungkin kita hanya sebatas hati yang tak berpenghuni
Menerawang jauh tanpa arah dan tanpa tau apa arti kehidupan.
***
Ya. Begitulah perumpaan tentang sekolah.
Kita semua sangat mengerti pentingnya sekolah dalam hidup. Dan kita semua tahu bahwa sekolah adalah tempat di mana kita akan belajar, belajar dari ketidaktahuan menjadi pemahaman. Namun sering kali kita lupa bahwa anak-anak kita berada di sekolah hanyalah beberapa jam saja. Tidakkah kita sadar? 24 jam dalam sehari di hidupnya lebih banyak dihabiskan di rumah dan lingkungannya?
Mari kita berpikir sejenak. Anggap saja 8 jam anak berada di sekolah. Selebihnya, ada 16 jam dari sisa waktunya dalam sehari untuk lebih banyak belajar di luar sekolah. Lalu siapa yang akan mengajarinya selama 16 jam itu? Siapa yang paling sering dilihatnya untuk ditiru? Dan wajah siapa yang paling dikenalnya? Tentu jawabannya adalah orang tua.
Bagi seorang anak. Orang tua bukanlah sebatas manusia yang telah melahirkannya, menjaganya, merawatnya. Namun lebih dari itu. Bagi seorang anak, orang tua adalah sosok guru, perawat, dokter, bahkan super hero andalannya. Dari orang tualah sang anak lebih banyak belajar dan meniru. Karena orang tua adalah guru sesungguhnya bagi seorang anak.
Allah Ta’Ala pernah berfirman;
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman) “Bukanlah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab “Betul (engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi “ (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah (terhadap ke Esaan Tuhan)”. (QS. al-Araf: 176)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap ruh yang ditiupkan Allah ke dalam tubuh manusia saat di dalam kandungan telah memberi kesaksian dan memahami pernyataan Allah atas Tuhan manusia. Hati kita akan berkata mustahil jika ruh-ruh yang tidak hidup dan tidak mengerti dapat memahami dengan jelas pernyataan Allah atas kekuasaannya.
Maka dari ayat tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa seorang anak telah berguru dari orang tuanya sedari kecil, bahkan saat ia masih di dalam kandungan.
Memang tidak salah jika orang tua berharap anaknya ketika disekolahkan akan tumbuh menjadi sosok yang beriman, berakhlak dan cerdas. Dan itu semua adalah harapan setiap orang tua. Tapi sering kali para orang tua lupa kalau sang anak adalah sosok “peniru paling hebat”.
Lalu bagaimana mungkin orang tua berharap anaknya tumbuh menjadi sosok “sempurna” di sekolah jika yang terlihat di rumah adalah “pemandangan yang memedihkan hati”?
Mungkin sudah waktunya para orang tua harus sadar bahwa pendidikan anak bukanlah sepenuhnya tanggung jawab sekolah.Tapi pendidikan anak adalah sepenuhnya tanggung jawab orang tua.
Dan mungkin saatnya para orang tua mulai mengecamkan pemahaman bahwa pendidikan utama bagi seorang anak adalah pendidikan iman. Karena dari imanlah maka akan tumbuh bibit yang cerdas dan berakhlak.
***
Suara Hatiku Untuk Ayah dan Bunda
Ayah, bunda. Lihatlah tubuh mungilku yang berselimut darah. Tangisanku yang menggetarkan seisi ruangan, bercampur deraian air mata haru dari mata kalian.
Kalian mungkin sangat bahagia menyambut kehadiranku.
Penantian 9 bulan akhirnya menjawab segudang tanyamu.
Kalian mungkin saat ini melihatku sebagai sosok yang lucu. Sosok yang imut. Sosok yang akan mewarnai kepenatanmu dengan senyum tipis dari bibirku.
Tapi kalau boleh jujur, aku takut. Sangat takut.
Aku takut dan tidak tahu akan menjadi apa aku nanti.
Aku khawatir tentang dirimu yang sebenarnya.
Mungkinkah kau sosok malaikat penjagaku? Mungkinkah kau sosok guru idolaku?
Atau bisa jadi sebaliknya?
Bukannya aku tak percaya kalian, tapi belakangan yang kudengar dari benda kotak bersuara yang kalian sebut televisi itu sering kali mendengarkan berita tentang berita perceraian orang tua, kekerasan orang tua, bahkan kebengisan orang tua.
Aku takut bila itu terjadi pada diriku.
Aku sungguh takut kalian berpisah di saat cintaku berada di antara kalian berdua.
Bila itu terjadi, maka sama saja kalian telah mencabik-cabik hatiku.
Aku sungguh takut bila nanti saat di rumah yang kudengar hanyalah pertengkaran dan kekerasan di antara kalian. Bila itu terjadi, maka sama saja kalian telah mengajariku bagaimana menjadi pribadi yang kasar.
Aku sungguh takut bila kebengisan telah menggelapkan akhlak dan moral kalian. Bila itu terjadi, maka kuucapkan selamat datang untuk trauma di masa depan.
Ayah, bunda...
Lihatlah jam dinding itu. Setiap detik yang berdentang akan kita lalui bersama.
Aku sungguh masih begitu naif tentang dunia ini. Bahkan aku terlalu takut untuk mengenal dunia baruku.
Mungkinkah aku akan tumbuh menjadi sosok yang berguna?
Mungkinkah aku bisa mewujudkan harapan yang telah kalian tanam?
Pertanyaan itulah yang selalu menggelayut di pikiranku.
Tapi percayalah, Ayah! Yakinlah, Bunda!
Aku akan berusaha mewujudkan harapan-harapan indah kallian.
Maka, bantulah aku untuk menggapainya.
Pupuklah aku dengan cinta, dan siramilah aku dengan kasih sayang.
Maka aku akan tumbuh dan buahnya dapat kalian petik.
***
Anak Adalah Amanah
Orang tua seharusnya mengerti bahwa anak yang telah Allah titipkan kepada kita merupakan sebuah amanah yang harus kita jaga. Tugas utama orang tua adalah mendidik anak, memberikan perhatian, mencurahkan kasih sayang kepada sang buah hati.
Cara mendidik anak bukan hanya sebatas pendidikan formal. Tapi pendidikan utama adalah mendidiknya dengan agama. Karena di dalam agama adalah sumber pendidikan, baik itu pendidikan akhlak, moral, pengetahuan dan psikologi.
Baiklah, untuk lebih mudahnya kita ambil contoh. Ayah dan bunda tentu menginginkan anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas, pintar dan sukses, bukan? Mungkin langkah umum yang harus dilakukan adalah dengan rajin belajar. Tentu ayah dan bunda akan sering mengingatkan anaknya untuk sering belajar. Lalu jika sang anak tidak mau mendengarkan, bahkan bersikap membantah? Tentu ayah bunda akan berpikir bahwa si anak telah bersikap durhaka dan kurang ajar. Maka balik lagi ke pernyataan tadi, bahwa agama adalah landasan pendidikan yang harus diterapkan orang tua.
Sebagaimana firman Allah:
"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya".
(Q.S. Al-Ahqaf: 15).
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan menyusukan pula selama kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku sajalah tempat kamu kembali". (Q.S. Luqman: 15).
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al Isra ayat 23).
Di dalam ajaran agama Islam, semua anak dilarang berkata kasar kepada orang tua, bahkan tidak diperkenankan untuk berkata dengan nada yang tinggi saat berbincang dengan orang tua. Tujuannya agar orang tua tetap ridho dengan jalan yang dipilih anaknya, sebab ridho Allah tergantung pada ridho orang tua. Demikian pula murkanya Allah tergantung pada murka kedua orang tua.
Ayah, bunda. Hendaknya dalam mendidik anak perlu kehati-hatian, kesungguhan dan pengorbanan. Sekali pun orang tua tidak pernah mengajarkan secara langsung si anak untuk menjadi orang yang pembangkang, tapi sadarlah, mata si anak terus melihat dan belajar dari apa yang dilihatnya. Jika sehari-hari yang dilihatnya sikap orang tua yang kasar, malas beribadah, jorok, dan lain-lain. Maka seperti itulah anak kita nanti. Dia akan belajar dengan sempurna dari apa yang telah dicontohkan oleh kedua orang tuanya.
Maka kesimpulan dari penulis adalah, hendaknya orang tua mulai dari sekarang membuka pikiran dan hatinya. Masa depan dunia ada pada anak-anak kita. Mulailah menanam pribadi berakhlak dan cerdas dengan landasan pendidikan agama. Berikan contoh yang baik kepada si anak agar matanya dapat belajar dan mencontoh dari orang tuanya. Hingga pada akhirnya nanti, dia akan tumbuh besar dan kita sendiri yang akan merasakan dari apa yang telah kita tanam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI