Mohon tunggu...
Mohammad Adlany
Mohammad Adlany Mohon Tunggu... -

Tegakkan Keadilan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Epistemologi dalam Filsafat Barat Modern

21 Mei 2011   11:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:23 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

6. George Berkeley (1685-1753 M)

Berkeley beranggapan bahwa penerimaan konsep-konsep universal itu membuat suatu kerumitan dalam filsafat. Menurutnya, keberadaan konsep-konsep yang lepas dari segala bentuk sifat dan karakteristik adalah mustahil. Sebagai contoh, konsep yang abstrak mengenai gerak yang lepas dari benda bergerak dimana gerak itu tidak cepat, tidak lambat, tidak berotasi, dan tidak lurus adalah hal yang mustahil, begitu pula mengkonsep segitiga yang tak bersudut.

Menurut Berkeley, kita harus membedakan antara khayal, gambaran partikular, dan konsep-konsep universal, yakni adalah sangat jelas bahwa mustahil mengambil gambaran segitiga selain dari segitiga sama sisi, sama kaki, atau siku-siku. Konsep dan makna universal segitiga bukanlah gambaran segitiga tersebut. Dan menurutnya, yang ada itu hanyalah objek-objek eksternal, konsep-konsep partikular, dan kata-kata umum yang tidak menunjuk pada sifat-sifat khusus sesuatu.[18]

Apabila kita bisa untuk tidak memandang karakteristik-karakteristik itu, maka pasti kita bisa mencerap konsep itu. Jadi tak mustahil kita bisa mencerap suatu konsep yang terlepas dari segala karakteristik dan partikularitas.

Gagasan lain Berkeley adalah keraguan terhadap eksistensi maujud-maujud materi, dan beranggapan bahwa apa yang kita miliki dari benda-benda hanyalah gambaran benda-benda tersebut. Apabila dikatakan, “benda tertentu berwujud”, maka yang dimaksud ialah, “saya memiliki gambaran atas benda itu atau saya mempersepsi  benda itu”. Dalam hal ini, iamengungkapkan dalil-dalil, diantaranya bahwa iatidak membedakan antara kualitas pertama (baca: benda eksternal) dan kedua (baca: gambaran benda dalam pikiran), kedua kualitas ini semuanya berpijak pada perasaan manusia, yakni setiap persepsi tidak lain adalah sama dan sesuai dengan persepsi lain. Menurutnya, hal ini, ialah gamblang.[19]

Dalam pandangan Berkeley, penyebab kehadiran konsep-konsep yang nyata itu ialah suatu maujud yang non-materi, yakni iamenerima adanya prinsip kausalitas dan memandang bahwa konsep-konsep itu tidak lain adalah suatu akibat (ma’lul) dan penyebabnya (‘illat) adalah suatu maujud non-materi. Dengan dasar inilah, tidak membutuhkan lagi keberadaan maujud-maujud materi sebagai penyebab kehadiran konsep-konsep tersebut.[20]

Akan tetapi, dengan menafikan konsep-konsep universal, tak ada alasan lagi menerima prinsip kausalitas. Pada hakikatnya,  Berkeley hanya sebatas meragukan alam materi dan bukan menolaknya. Partikular, perubahan, dan kehadiran baru konsep-konsep indriawi dan imajinasi, dikarenakan kaidah kesesuaian sebab dan akibat, maka iajuga menuntut sebab-sebab yang sesuai dan setara dengannya, yakni kemestian keberadaan sebab-sebab yang juga senantiasa berubah dan baru tercipta seperti materi itu.

Walhasil, George Berkeley menafikan dan meragukan adanya konsep-konsep universal dan maujud-maujud materi, namun iamenerima eksistensi  jiwa manusia dan Tuhan. Menurutnya, Tuhan adalah penyebab kehadiran konsep-konsep indriawi, sementara jiwa manusia dipandang sebagai penyebab hadirnya konsep-konsep khayali.

7. David Hume (1711-1776 M)

David Hume beranggapan pentingnya pembahasan mengenai proses pemahaman manusia. Ia membagi persepsi itu menjadi  “konsepsi” (pemahaman, pengertian, at-tashawwur) dan “impresi” (kesan, al-inthibâ’). Impresi ialah efek, kesan, atau pengaruh yang sangat dalam terhadap pikiran yang hadir secara visual (melalui mata). Sementara, konsepsi adalah persepsi yang sangat lemah yang hadir di alam pikiran ketika berpikir tentang suatu perkara.[21]

Ia juga sebagaimana John Locke yang memandang sumber segala pengetahuan manusia itu adalah empiris dan impresif. Dan ia menegaskan bahwa apabila setiap konsep itu berpijak dan bersesuaian dengan impresi, maka konsep itu dikatakan bermakna, dan jika tidak demikian, maka ia tidaklah menjadi bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun