Mohon tunggu...
Mohammad Adlany
Mohammad Adlany Mohon Tunggu... -

Tegakkan Keadilan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Tasawuf dan Irfan Islami

21 Mei 2011   11:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:23 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika tasawuf dicela dalam beberapa hadis, hal ini menunjukkan bahwa definisi-definisi di atas tidak memiliki pengejawantahan di dunia nyata. Jika tidak demikian, mengapa Rasulullah saw dan para Imam Maksum as harus menentang aliran tasawuf?

Kisah tentang perdebatan Imam Shadiq as dengan golongan sufi banyak disebutkan dalam buku-buku referensi hadis. Pembaca yang berminat menelaah masalah ini bisa merujuk buku Hadiqoh Al-Syi’ah karya Mulla Ahmad bin Ahmad yang lebih dikenal dengan nama Muqaddas Ardebili (wafat tahun 993 H.). Mungkin sebagian sanad hadis-hadis yang termaktub dalam buku ini masih berproblema, tapi secara keseluruhan membuktikan bahwa cercaan dan kritikan pedas yang ada dalam hadis-hadis ini menunjukkan definisi-definisi tasawuf di atas tidak terwujudkan dalam diri—paling tidak—sebagian mereka yang mengaku sufi. Jika tidak demikian, tidak alasan para Imam Maksum as mencerca dengan mengkritik mereka dengan sangat pedas.

Satu hal layak kita perhatikan di sini. Pertama kali, irfan Islami dan tasawuf juga sama-sama pernah mengalami penyelwengan. Irfan Islami sebenarnya adalah sebuah ajaran-ajaran batin yang pernah diberikan kepada para sahabat khusus. Banyak sahabat terkemuka seperti Uwais Qarani, Abu Hamzah Tsumali, Kumail bin Ziyad, dan lain sebagainya memiliki ajaran-ajaran ini. Ahlul Bait as memiliki dua keistimewaan: pertama, mereka menguasai hati manusia (kekuasaan batiniah) dan kedua, mereka memegang tampuk pemerintahan di tengah masyarakat luas (kekuasaan lahiriah). Sekalipun pihak oposisi berhasil merebut kekuasaan lahiriah ini, masih menyaksikan kekuasaan batiniah mereka dalam relung kalbu masyarakat. Untuk menghadapi kekuasaan ini, para perampas kekuasaan lahiriah itu menciptakan aliran-aliran batiniah sempalan.

Seorang sufi seperti Sufyan Tsauri yang berpakaian compang-camping dan ahli zuhud pernah memprotes Imam Shadiq as yang berpakaian serba bersih dan teratur rapi. Imam Shadiq as mengambil Sufyan dan memasukkannya ke bagian dalam pakaiannya yang kasar. Ia lantas berkata, “Saya masih mengenakan pakaian kasar di bagian dalam pakaianku supaya saya tidak membiasakannya terhadap pakaian halus dan lembut. Engkau sendiri mengenakan pakaian halus dan lembut di bawah pakaian yang kasar dan compang-camping ini.”

Fenomena lahiriahisme ini masih terus menerus melakukan perlawanan hingga masa kini. Sekalipun demikian, irfan hakiki mash tetap meneruskan kehidupan dengan berpindah-pindah dari dada ke dada.

Sebuah Kata Bernama “Spiritual”

Pada dasawarsa terakhir ini, ada sebuah terminologi yang mencuat ke permukaan; yaitu kosa kata “spiritual”. Sebagian penulis mengklaim, era modern ini adalah era spiritual. Sebagian penulis juga memprediksikan, abad XXI adalah abad spiritual. Jika tidak demikian, tidak ada abad lagi setelah ini. Artinya, menghadapi fasilitas pembunuh masa yang berhasil mereka ciptakan, modernisasi, dan tuntutan-tuntutan kehidupan industri, jika mereka tidak bergerak ke arah spiritual, mereka akan musnah ditelan masa.

Pertanyaan yang penting sekarang adalah apakah maksud dari kosa kata “spiritual” ini? Terminologi ini sudah berpuluh-puluh tahun mencuat dalam tulisan-tulisan para pakar Dunia Barat. Tapi, sayangnya sampai sekarang belum ada definisi kongkrit yang diberikan oleh mereka. Oleh karena itu, batasan-batasan terminologi dan persamaan serta perbedaannya dengan agama dan irfan tidak begitu jelas.

Tapi satu hal yang sangat jelas bagi kita. Bangsa Barat, dengan bersandarkan pada pondasi humanisme dan sekularisme, ingin menjawab seluruh kebutuhan spiritual manusia abad modern. Oleh karena itu, spiritualisme yang sedang berkembang di Dunia Barat, pada umunya, berlandaskan pada asas sekular dan ideologi liberal. Sebagai contoh nyata, sebagian spiritualisme Timur yang sedang aktif di Dunia Barat seperti Budhisme dan Hinduisme sejalan dengan prinsip sekular Barat, atau paling tidak, bentuk spiritualisme yang telah disesuaikan dengan prinsip ini.

Spiritualisme baru tidak meyakini sebagai aliran yang berbasiskan keyakinan kepada Tuhan, apalagi harus berlandaskan ajaran agama. Mereka mencari spiritual di luar ruang lingkup ajaran agama Ilahi. Berdasarkan realita ini, para penyembah setan dan aksi penjinakan jin juga dihitung sebagai ajaran-ajaran spiritual.

Berdasarkan keyakinan Dunia Barat di atas, maksud dari “spiritualisme” adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan guna memunculkan resistensi dalam diri kita untuk menghadapi kegundahan batin yang sekarang ini sedang mengancam setiap jiwa manusia. Spiritualisme seperti ini tidak mewajibkan sebuah keyakinan terhadap Allah, tidak memerlukan ajaran-ajaran para nabi, dan juga tidak butuh kepada dunia lain yang akan muncul setelah dunia ini. Yang diperlukan oleh manusia dalam spiritualisme ini adalah sebuah keridaan batin yang sesuai dengan kehidupan duniawi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun