Mohon tunggu...
Mohammad Adlany
Mohammad Adlany Mohon Tunggu... -

Tegakkan Keadilan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Tasawuf dan Irfan Islami

21 Mei 2011   11:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:23 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedelapan, irfan Islami memperkenalkan Hadirat Qudsi kepada kita. Dan ini adalah yang terpenting. Kehidupan manusia bukan cuma tidur, makan, membakar amarah, dan mengumbar syahwat. Sekalipun demikian, ajaran ini tidak menafikan sisi jasmaniah dan material manusia. Kecintaan jasmaniah bukanlah ujuran jalan, tapi permulaan sebuah jalan. Jika Dunia Barat hari ini menetapkan kenikmatan jasmaniah sebagai pondasi seluruh kenikmatan, pemikiran seperti ini dinafikan dalam ajaran irfan Islami. Iya, irfan Islami tidak menafikan hal ini. Menurutnya, kenikmatan jasmaniah bukan ujung perjalanan, tapi permulaan sebuah perjalanan.

Apakah Tasawuf adalah Irfan?

Dalam banyak karya tulis, kosa kata “irfan” dan “tasawuf” diartikan sebagai dua kata yang sinonim. Sebagian ahli malah menganggap “tasawuf” sinonim dengan “irfan Islami”. Atas dasar ini, mereka tidak memperbolehkan kosa kata ini digabungkan dengan kosa lain yang tidak Islami, seperti tasawuf Yahudi, tasawuf Kristen, dan tasawuf India. Sekarang, dalam tradisi kalangan orientalis, terminologi seperti ini sangat banyak ditemukan. Ketika mereka mengatakan “tasawuf” atau “sufisme”, maksud mereka tidak lain adalah “irfan Islami”. Akan tetapi, dalam tradisi mazhab Syiah, tasawuf memiliki arti negatif dan irfan memiliki arti positif.

Dalam tradisi mazhab Syiah, kata “tasawuf” biasanya digunakan untuk orang-orang yang menampakkan diri sebagai orang sufi atau aliran-aliran irfan palsu. Atas dasar ini, mereka tidak menyebut para figur seperti Mulla Husainquli Hamadani, Qadhi Tabatabaei, Allamah Tabatabaei, dan Imam Khomeini sebagai figur-figur sufi. Mereka adalah orang-orang arif.

Supaya kita dapat menemukan perbedaan yang jelas antara irfan dan tasawuf, pertama kali kita harus mendefinisikan tasawuf dengan baik.

Dalam sebagian definisi, tasawuf tidak memiliki perbedaan dengan irfan, khususnya irfan amali. Mari kita perhatikan beberapa contoh di bawah ini: 

- Ma’ruf Karkhi menulis, “Tasawuf adalah menerima seluruh hakikat, mengucapkan segala sesuatu dengan penuh kejelian, dan tidak merasa memerlukan segala sesuatu yang ada di tangan manusia.”

- Abu Sa’id Abul Khair menulis, “Tasawuf adalah kesabaran menerima perintah dan larangan Ilahi, serta rida dan menerima segala ketentuan Ilahi.”

- Ketika Ibn Arabi ditanya tentang maksud tasawuf, ia menjawab, “Tasawuf adalah melakukan seluruh tata krama syariat, baik secara lahiriah maupun batiniah. Dan ini adalah akhlak yang mulia.”

Jelas sekali, jika maksud tasawuf adalah definisi-definisi yang telah disebutkan oleh para tokoh di atas, tasawuf tidak memiliki perbedaan sama sekali dengan irfan amali, dan tak seorang pun menentang hal ini. Malah sebaliknya, kita harus melangkahkan kaki untuk mewujudkan tasawuf seperti ini dalam kehidupan sehari-hari.

Akan tetapi, apabila kita ingin mendefinisikan tasawuf dengan melihat realita di alam nyata, banyak orang yang telah dikenal sebagai sufi tidak layak menyandang definisi-definisi tersebut di atas, baik dalam ranah ilmiah maupun amaliah. Mereka bukan hanya tidak mengamalkan syariat, bahkan mereka melarang para murid mereka untuk mengamalkannya. Mereka bukan hanya tidak melarikan diri dari dunia dan kegemerlapan duniawi, mereka malah berlomba-lomba menumpuk dunia. Mereka bukan hanya tidak melarikan dari dari ketenaran, malah seluruh mimpi dan keinginan mereka adalah ketamakan. Mereka bukan hanya tidak mau bertobat, mereka malah menganggap diri mereka lebih tinggi dari arti tobat sehingga memiliki maqam kemaksuman. Mereka menganggap diri mereka bersambung dengan air kur yang tidak dapat dinajiskan oleh apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun