Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Perjalanan Benjina; Sisi Lain Kepulauan Aru

3 Juni 2016   13:30 Diperbarui: 3 Juni 2016   13:34 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada kesempatan diskusi tersebut para tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat juga sempat melontarkan usulan pengadaan pos-pos siaga di beberapa titik desa. Karena pelayanan kesehatan ibu dan anak yang mengandalkan satu titik di puskesmas saja menjadi salah satu faktor penyulit akses masyarakat di wilayah ini. Dalam forum diskusi yang sama, Kepala Desa Benjina menyatakan kesanggupannya untuk menyediakan tanah di wilayahnya untuk keperluan tersebut. Usulan lain yang menarik adalah usulan dari bapak pendeta yang untuk memberi perhatian dan penghargaan bagi dukun bayi. Usulan yang sangat manusiawi dari masyarakat yang merasakan manfaat keberadaan dukun bayi di tengah ketidaktersediaan tenaga kesehatan.

Menurut pengakuan Kepala Puskesmas yang di’amin’kan oleh rekan Puskesmas lainnya, menyatakan bahwa Puskesmas menurunkan petugas untuk berkeliling di Posyandu sekali sebulan di setiap wilayah yang didominasi dengan jalur laut. Jadi, banyak masyarakat di wilayah kerja Puskesmas di wilayah ini bersentuhan dengan pelayanan kesehatan sebulan sekali. Jadi bila sakit saat baru saja ada kunjungan Posyandu, maka kita harus bersabar menunggu satu bulan kemudian untuk mendapatkan pengobatan.

Desa Gulili; Dokumentasi Peneliti
Desa Gulili; Dokumentasi Peneliti
Dalam kesempatan ini kami juga sempat berkunjung dan berbaur dengan masyarakat di beberapa lokasi. Setidaknya 7 titik lokasi yang menjadi ampuan Puskesmas Benjina telah kami datangi, yaitu Desa Benjina, wilayah RKI-Benjina (Rumah Kayu Indonesia), Desa Gulili, Desa Namara, Desa Selilau, Desa Fatujuring, dan wilayah Trans-Maijurung. Menurut masyarakat di lokasi-lokasi tersebut, memang mereka bersentuhan dengan petugas kesehatan sebulan sekali sesuai dengan jadwal Posyandu, tetapi seringkali juga mundur, sampai pada akhirnya terlewat pada jadwal bulan berikutnya lagi. Mereka bercerita dengan tetap menaruh kepercayaan penuh pada petugas kesehatan, dan bahwa memang menurut mereka kondisi ini terjadi berada di luar kuasa petugas kesehatan.

Desa Namara; Dokumentasi Peneliti
Desa Namara; Dokumentasi Peneliti
Ada sebuah insiden kecil pada saat kami hendak meninggalkan Desa Gulili pada salah satu kunjungan, di dermaga seorang kakek berjalan terbungkuk menggunakan tongkat hendak melompat ke speedboat kami, posisinya sudah duduk di bibir dermaga dengan kaki hendak menjangkau speedboat. Kakek yang sedang sakit itu mengira kita sedang ada jadwal Posyandu, dan berharap mendapat pengobatan dari mantri yang menyertai perjalanan kami. Sungguh tak tertahan hati menangis merasai rintih dan harapnya. Dan betapa Mbak Ning, mantri perempuan dari Purwokerto itu begitu telaten memberi penjelasan sekaligus memupuk harapan si kakek, dan meyakinkan bahwa dia akan kembali menjumpai kakek itu. Bersabarlah kek, bersabarlah... entah sampai kapan?

Konfirmasi kami lakukan ke petugas Puskesmas tentang penjadwalan Posyandu ini, kami mendapat jawaban bahwa memang jadwal Posyandu keliling itu rutin, tapi juga tergantung ketersediaan uang. Setidaknya membutuhkan Rp. 600.000,- sekali jalan untuk tiga sampai empat hari berkeliling Posyandu di wilayah-wilayah ampuan Puskesmas tersebut.

Tergantung ketersediaan uang? Sungguh miris mendengar jawaban ini. Bukannya Kementerian Kesehatan telah meluncurkan dana BOK ke semua Puskesmas? Yang setelahre-check ke petugas Dinas Kesehatan menemukan kenyataan bahwa Puskesmas Benjina menerima dana BOK sekitar 250 juta. Itu belum termasuk dana operasional Puskesmas yang berasal dari APBD.

Kita coba berhitung untuk ‘ketersediaan uang’ ini. Bila dibutuhkan 3 kali perjalanan untuk menjangkau Posyandu yang memerlukan biaya transportasi laut, yang sekali perjalanannya membutuhkan biaya Rp. 600.000,-, maka sesungguhnya kebutuhan per bulan untuk transportasi laut hanya membutuhkan Rp. 1.800.000,-, dan dalam setahun hanya pada kisaran Rp. 21.600.000,-. Lalu dibandingkan dengan kucuran dana BOK yang sekitar Rp. 250.000.000,-? Yang sekali lagi setelah konfirmasi dengan Dinas Kesehatan penyerapan dana BOK di Puskesmas Benjina mencapai 100%.

Kebutuhan biaya sesuai uraian di atas adalah untuk sewa longboat dari nelayan. Puskesmas Benjina sendiri sebetulnya sudah mempunyai speedboat sendiri, hanya saja sudah rusak sejak dua tahun yang lalu. Menurut keterangan Dinas Kesehatan sempat dirapatkan soal kerusakan speedboat ini dengan beberapa Puskesmas yang mengalami hal yang sama. Pada saat pengambilan keputusan, para Kepala Puskesmas merasa sanggup memperbaiki speedboatnya sendiri tanpa diambil alih oleh Dinas Kesehatan. Tetapi hasilnya untuk Puskesmas Benjina sampai saat ini dari dua tahun yang lalu tidak ada perbaikan sama sekali.

Gedung Rawat Inap... ; Dokumentasi Peneliti
Gedung Rawat Inap... ; Dokumentasi Peneliti
Gambaran lain adalah rencana pengembangan Puskesmas Benjina menjadi Puskesmas Rawat Inap. Pada tahun 2006 Pemerintah Propinsi membangunkan gedung rawat inap yang berjarak sekitar setengah kilo dari Puskesmas yang ada sekarang. Dan kenyataannya sampai sekarang, tahun 2012, enam tahun kemudian, pembangunan gedung yang asal-asalan dan dipaksakan menjadi mangkrak dan tidak berpenghuni, yang menurut informasi Kepala Puskesmas Benjina kuncinya baru diserahkan sekitar bulan lalu dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Selanjutnya Pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru juga membangun gedung rawat inap yang dibangun persis di sebelah gedung yang dibangun Pemerintah Propinsi. Proses pembangunannya sampai dengan saat ini sudah mencapai 60%.

Ada beberapa opsi kebijakan praktis yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan dan atau menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan di wilayah Benjina. Opsi kebijakan ini bisa dipilih salah satu sebagai sebuah kebijakan yang dijalankan, atau bisa juga dilaksanakan secara bersamaan. Tergantung dengan kemampuan yang ada serta skala prioritas dari pengambil kebijakan.

SD Negeri Gulili; Dokumentasi Peneliti
SD Negeri Gulili; Dokumentasi Peneliti
Pertama. Melihat fasitas umum yang ada di desa-desa wilayah Benjina yang sangat memprihatinkan, maka bisa dimaklumi jika apa tenaga kesehatan pun akan sangat manusiawi bila dia menolak untuk ditempatkan di sana. Maka sudah seharusnya pemerintah daerah mulai memikirkan ketersediaan sarana pendukung dan fasilitas umum. Hal ini memerlukan waktu, yang bisa dijadikan sebagai sebuah langkah jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun