Pada kesempatan diskusi tersebut para tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat juga sempat melontarkan usulan pengadaan pos-pos siaga di beberapa titik desa. Karena pelayanan kesehatan ibu dan anak yang mengandalkan satu titik di puskesmas saja menjadi salah satu faktor penyulit akses masyarakat di wilayah ini. Dalam forum diskusi yang sama, Kepala Desa Benjina menyatakan kesanggupannya untuk menyediakan tanah di wilayahnya untuk keperluan tersebut. Usulan lain yang menarik adalah usulan dari bapak pendeta yang untuk memberi perhatian dan penghargaan bagi dukun bayi. Usulan yang sangat manusiawi dari masyarakat yang merasakan manfaat keberadaan dukun bayi di tengah ketidaktersediaan tenaga kesehatan.
Menurut pengakuan Kepala Puskesmas yang di’amin’kan oleh rekan Puskesmas lainnya, menyatakan bahwa Puskesmas menurunkan petugas untuk berkeliling di Posyandu sekali sebulan di setiap wilayah yang didominasi dengan jalur laut. Jadi, banyak masyarakat di wilayah kerja Puskesmas di wilayah ini bersentuhan dengan pelayanan kesehatan sebulan sekali. Jadi bila sakit saat baru saja ada kunjungan Posyandu, maka kita harus bersabar menunggu satu bulan kemudian untuk mendapatkan pengobatan.
Konfirmasi kami lakukan ke petugas Puskesmas tentang penjadwalan Posyandu ini, kami mendapat jawaban bahwa memang jadwal Posyandu keliling itu rutin, tapi juga tergantung ketersediaan uang. Setidaknya membutuhkan Rp. 600.000,- sekali jalan untuk tiga sampai empat hari berkeliling Posyandu di wilayah-wilayah ampuan Puskesmas tersebut.
Tergantung ketersediaan uang? Sungguh miris mendengar jawaban ini. Bukannya Kementerian Kesehatan telah meluncurkan dana BOK ke semua Puskesmas? Yang setelahre-check ke petugas Dinas Kesehatan menemukan kenyataan bahwa Puskesmas Benjina menerima dana BOK sekitar 250 juta. Itu belum termasuk dana operasional Puskesmas yang berasal dari APBD.
Kita coba berhitung untuk ‘ketersediaan uang’ ini. Bila dibutuhkan 3 kali perjalanan untuk menjangkau Posyandu yang memerlukan biaya transportasi laut, yang sekali perjalanannya membutuhkan biaya Rp. 600.000,-, maka sesungguhnya kebutuhan per bulan untuk transportasi laut hanya membutuhkan Rp. 1.800.000,-, dan dalam setahun hanya pada kisaran Rp. 21.600.000,-. Lalu dibandingkan dengan kucuran dana BOK yang sekitar Rp. 250.000.000,-? Yang sekali lagi setelah konfirmasi dengan Dinas Kesehatan penyerapan dana BOK di Puskesmas Benjina mencapai 100%.
Kebutuhan biaya sesuai uraian di atas adalah untuk sewa longboat dari nelayan. Puskesmas Benjina sendiri sebetulnya sudah mempunyai speedboat sendiri, hanya saja sudah rusak sejak dua tahun yang lalu. Menurut keterangan Dinas Kesehatan sempat dirapatkan soal kerusakan speedboat ini dengan beberapa Puskesmas yang mengalami hal yang sama. Pada saat pengambilan keputusan, para Kepala Puskesmas merasa sanggup memperbaiki speedboatnya sendiri tanpa diambil alih oleh Dinas Kesehatan. Tetapi hasilnya untuk Puskesmas Benjina sampai saat ini dari dua tahun yang lalu tidak ada perbaikan sama sekali.
Ada beberapa opsi kebijakan praktis yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan dan atau menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan di wilayah Benjina. Opsi kebijakan ini bisa dipilih salah satu sebagai sebuah kebijakan yang dijalankan, atau bisa juga dilaksanakan secara bersamaan. Tergantung dengan kemampuan yang ada serta skala prioritas dari pengambil kebijakan.