Swaramarinda (2014) dan Rahmawati et al. (2015) menyimpulkan, bahwa pengangguran mempunyai dampak terhadap kemiskinan atau jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu, ketika jumlah pengangguran meningkat, maka dalam jangka panjang jumlah masyarakat miskin akan meningkat yang berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat.
Begitu pun dengan tujuan zero hunger pada kondisi new normal juga dihadapkan pada tantangan distribusi bahan makanan yang terganggu, kegiatan produksi yang macet, serta daya beli masyarakat yang menurun akibat dari penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat.Â
Menurut data yang dirilis oleh BPS (2020), pengeluaran konsumsi rumah tangga mengalami penurunan yaitu pada triwulan IV-2019 sebesar 2.303,6 triliun rupiah, menurun menjadi 2.280,5 triliun rupiah di triwulan I-2020. Hanum (2018) menyimpulkan, bahwa konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga, jumlah tanggungan keluarga, dan pendidikan.
Oleh karenanya, dalam upaya mewujudkan no poverty dan zero hunger, dibutuhkan peranan agripreneurship sebagai penyangga ekonomi (buffer economic) melalui paradigma new normal. Pertama, peranannya dalam penciptaan lapangan kerja yang berlandaskan inovasi.Â
Seorang agripreneur memiliki kemampuan untuk menghasilkan ide-ide dan gagasan yang inovatif baik dalam menghasilkan produk baru, metode produksi baru, pasar baru sehingga diharapkan mampu beradaptasi dengan kondisi new normal. Penciptaan lapangan kerja berlandaskan inovasi pada akhirnya akan menekan angka pengangguran sehingga jumlah masyarakat miskin akan menurun.
Kedua, perannya dalam peningkatan pendapatan. Kemampuan mengambil risiko dan menghasilkan inovasi yang dimiliki seorang agripreneur akan mendorong terjadinya peningkatan pendapatan. Hal ini dapat dilakukan misalnya melalui transformasi bisnis dari bisnis konvensional menjadi bisnis berbasis digital. Transformasi bisnis menjadi sesuatu yang harus dilakukan di kondisi new normal agar bisnis dapat survive dan berkelanjutan.
Ketiga, peningkatan gizi dan kesehatan. Agripreneurship akan mampu mengelola pertanian secara efisien sehingga menghasilkan produk olahan pertanian dalam bentuk makanan dan minuman yang sehat, bergizi dan ramah lingkungan. Sehingga hal ini diharapkan mampu mengurangi stunting dan malnutrisi terutama di kondisi new normal, yang pada akhirnya dapat mewujudkan zero hunger.
Kelima, peningkatan ketahanan pangan secara keseluruhan dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan infrastruktur pedesaan, penelitian pertanian dan perluasan pelayanan, pengembangan teknologi dan tanaman serta bank genetik ternak dalam upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi agrikultur.
Maka dapat disimpulkan, agripreneurship memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sebagai buffer economic dalam mendukung terwujudnya SDGs terutama tujuan no poverty dan zero hunger melalui paradigma new normal.Â
Peranan agripreneurship dapat dilihat dari kontribusinya pada berbagai pembangunan sosial dan ekonomi seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, pengentasan kemiskinan dan peningkatan gizi, kesehatan dan ketahanan pangan secara keseluruhan dalam perekonomian nasional. Pertanian berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H