Namun sejujurnya, jika pemerintah punya perhatian, janganlah Bahasa Indonesia hanya dijadikan sebagai kebanggaan semu. Kebanggaan yang tidak dijaga dan tidak diselaraskan dengan perkembangan zaman. Kami semua butuh pencerahan dan bimbingan. Bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar.
Saya jadi teringat analogi "ibu" dan "budaya" yang digunakan oleh Presiden Jancukers, Sudjiwo Tedjo, dalam bukunya "Lupa Endonesa". Ia menyampaikan bahwa kita wajib menyayangi ibu kita bukan semata-mata karena kita telah dilahirkan oleh ibu, tetapi ibu adalah seseorang yang telah merawat dan membesarkan kita, sehingga kita juga harus berbuat sebaliknya. Demikian juga dengan budaya Indonesia, termasuk Bahasa Indonesia, kita sejak lahir sudah diajarkan cara menggunakan Bahasa Indonesia, tetapi apakah kita juga sudah merawat dan membesarkannya?
Coba sekali lagi, siapa yang peduli ini? Okelah, mari kita coba jumputi sampah-sampah bahasa itu, mulai dari hati dan pikiran masing-masing. Berdoa, mulai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H