Pengenaan tarif pajak hiburan "khusus" yang lebih tinggi dibandingkan jenis jasa hiburan lainnya masih dapat dimaklumi. Hal ini mengingat jenis layanan ini memang perlu adanya pengawasan, pengendalian dan pemantauan ekstra secara masif dan berkelanjutan.Â
Kegiatan pengawasan, pengendalian dan pemantauan tersebut membutuhkan dukungan pendanaan yang cukup lumayan besar dan ini dapat didanai langsung dari penerimaan PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan atas layanan tersebut.
Selain itu secara sifat jenis layanan hiburan "khusus" ini mirip dengan subyek dan obyek cukai tembakau (rokok) dan minuman yang mengandung etil alkohol (miras), dimana obyek pajak bersifat inelastis. Artinya besar kecilnya minat pengguna layanan ini tidak terlalu siginifikan dipengaruhi oleh fluktuasi harga/biaya pelayanan. Willingness to Pay nya masih terbilang tinggi, segmentasi pasarnya juga terbatas dan dari jenis obyek pajaknya bukan merupakan kebutuhan primer ataupun sekunder.Â
 Hal lain yang bisa dilakukan adalah melakukan dialog antara pemilik usaha dengan pemerintah daerah sebagai pihak pembuat kebijakan sekaligus pemungut pajaknya agar dapat dicarikan win win solution-nya, entah itu dengan pemberian diskon, potongan atau keringanan pajak yang diatur dalam peraturan daerah ataupun pembuatan kebijakan daerah yang dapat memberikan efek positif bagi pengusaha semisal penertiban dan penutupan pada tempat usaha yang menyediakan hiburan "khusus" secara ilegal.
Sumber :
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H