Mohon tunggu...
Aditya Hardi
Aditya Hardi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Berisi segala macama bentuk informasi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan update info terkini yang anda butuhkan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Kekerasan Seksual Sexting Menggunakan Teori Gender

17 Desember 2022   18:10 Diperbarui: 17 Desember 2022   18:16 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ANALISIS KASUS KEKERASAN SEKSUAL SEXTING 

DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

DENGAN MENGUNAKAN TEORI GENDER

 

Dosen :

Mayang Puti Seruni, M.Si.

Disusun Oleh :

Aditya Hardi        1405621032

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PENDIDIKAN SOSIOLOGI

2022

LATAR BELAKANG

Sangat disayangkan bahwa kita sering mendengar berita tentang kekerasan seksual, baik dari televisi maupun media masa yang memberitakan bahwa kerapkali terjadi kekerasan seksual yang tidak pandang bulu, mulai dari kekerasan seksual antar teman sebaya, lingkungan bermain, lingkungan akademik seperti sekolah dan juga kampus, bahkan kekerasan seksual juga terjadi di pondok pondok pesantren yang notabenenya adalah sekolah agama yang menjunjung tinggi etika dan akhlak.

Kekerasan seksual merupakan masalah besar yang dapat mengancam kesejahteraan setiap orang yang menjadi korbannya karena akan berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun psikologisnya. Ada beberapa contoh kasus mengenai kekerasan seksual, kasus berikut datang dari ranah akademik yang dikutip atau bersumber dari https://www.republika.co.id/

Seorang dosen di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) diduga melakukan pelecehan seksual berupa Sexting kepada beberaap mahasiswa. "Untuk nama lengkap demi menjaga privasi yang bersangkutan, oknum yang bersangkutan berinisial DA. Adapun jenis pelecehan seksual yang dilakukan oknum, yaitu jenis perilaku menggoda dalam pesan teks atau Sexting," ujar Kepala Media Humas UNJ, Syaifudin, kepada Republika.co.id, Rabu (8/11).

Syaifudin mengatakan, pihak kami mendapatkan beberapa laporan aduan yang di bantu oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNJ dan akan segera diproses. Beliau menerangkan, ada beberapa mahasiswa dan alumni UNJ yang  menjadi korban dari tindakan Sexting yang diperbuat oleh DA.

"Ada beberapa mahasiswa dan alumni dari UNJ yang merasa menjadi korban sudah diwakili melalui BEM UNJ, dan BEM UNJ sendiri sudah menyampaikan ke pimpinan. Sebab kasus ini sudah terjadi beberapa tahun lalu dan baru terungkap saat ini oleh para korban," kata dia.

Pihak UNJ sendiri, kata Syaifudin, akan mendalami terlebih dahulu kasus tersebut dengan memanggil DA, dekan, serta ketua program studi yang bersangkutan, untuk dimintai keterangan terkait kasus yang terjadi. Itu dilaksanakan untuk memastikan prinsip asas praduga tak bersalah dapat dijalankan dalam menangani kasus itu.

"Jadi pihak UNJ sangat berhati-hati sekali menangani kasus ini, dan perlu memanggil berbagai pihak untuk dimintai keterangan," jelas Syaifudin. Begitulah gambaran kecil mengenai oknum dari kasus kekerasan seksual yang terjadi dilingkungan kampus Universitas Negeri Jakarta.

PEMBAHASAN (6 lembar)

Pengertian Kekerasan Seksual

Apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual? Jawabannya adalah semua bentuk ancaman dan pemaksaan seksual termasuk sexting didalamnya. Dengan kata lain kekerasan seksual adalah kontak seksual  yang tidak dikehendaki oleh satu pihak. Intik dari kekerasan seksual terletak pada "Ancaman" (verbal) dan "Pemaksaan" (tindakan). Didalam kita Undang undang Hukum Pidana (KUHP) pengertian dari kekerasan seksual  dapat ditemui didalam pasal 289. Di dalam pasal 285 ditentukan bahwa barang siapa dengan kekerasan dan  atau ancaman kekerasan  memaksa perempuan atau bukan istrinya  berhubungan seksual dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama lamanya 12 tahun. Sedangkan dalam pasal 289 KUHP disebutkan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan melakukan ada dirina perbuatan cabul, dihukum karena merusakan kesopanan dengan hukuman penjara selama lamanya Sembilan tahun.[1] Secara garis besar yang bisa kita sebut sebagai kekerasan seksual adalah tindakan kontak seksual yang mengandung ancaman dan paksaan yang salah satu pihak dirugikan.

 Pengertian dari Sexting

 Istilah "Sexting" diciptakan pada tahun 2005 (Walker dkk, 2013) berasal dari bahasa media (Ybarra & Mitchell, 2014) yang terdiri dari kata sex dan texting (Weidman dkk, 2015). Sexting merupakan pengiriman dan penerimaan gambar sugestif dan eksplisit. Dimana terjadi pertukaran dan penyebaran gambar seksual dari satu ponsel ke ponsel lain. Baik melalui pesan teks, email atau pesan virtual ke internet maupun media sosial lainnya.Termasuk memposting di internet gambar yang ditayangkan secara seksual, seperti gambar telanjang atau gambar semi telanjang (Catherine, 2014. Melissa dkk. Rayeed, 2016. Anastassiou, 2017).[2]

 Jadi bisa kita ambil arti sederhana dari perilaku Sexting yakni perilaku yang ditujukan kepada korban yang mengandung unsur pelecehan seksual baik itu dalam bentuk video, foto ataupun kata kata yang bersifat menggoda atau melecehkan melalui perantara chat singkat.

 Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual (Buku Ipunas)

 Ketimpangan Relasi Kuasa Antara Laku Laki dan Perempuan

 Kekerasan seksual lebih mungkin terjadi didalam masyarakat dengan peran gender yang kaku dan tradisional, didalam masyarakat dimana ideology superioritas laki laki kuat menekankan dominasi, kekuatan fisik dan kekerasan, maka kekerasan seksual lebih umum terjadi.[3]

 Hak dan Kehormatan Laki Laki

 Laki laki cenderung melakukan kekerasan seksual didalam masyarakat yang memiliki konsep kehormatan dan hal laki laki diterima secara budaya dan dimana kekerasan seksual tidak dihukum. Di banyak negara, perhatian laki laki bergantung pada kemurnian seksual perempuan. Pemerkosaan seorang perempuan akan menodai kehormatan suami atau keluarganya dan kemungkinan akan menghadapi hukuman sebagai cara memulihkan kehormatan keluarga, Hukuman bisa termasuk pernikahan dengan pemerkos, larangan dan berbagai tingkat kekerasan terhadapnya, termasuk pembunuhan, atau dapat dikatakan "Pembunuhan untuk kehormatan".[4]

 Tidak Ada atau Lemahnya Sanksi dan Layanan Kepada Korban

 Pengabaian masyarakat terhadap kekerasan seksual dibuktikan dengan tindakan yang tidak responsive terhadap sistem dan layanan untuk korban kekereasan seksual. Kekerasan seksual yang terjadi atau bentuk tertentu tidak diakui sebagai "Kekerasan seksual"  oleh hukum dibanyak negara sehingga menyebabkan korban tidak dipenuhi hak haknya. Bukti yang diberikan oleh korban seringkali tidak dianggap cukup kuat untuk membuktikan telah terjadi kekerasan seksual. Korban tidak melaporkan kekerasan yang dialaminya, karena takut menjadi korban kembali sistem peradilan pidana. Di beberapa tempat, bahkan kekerasan seksual terjadi di tempat umum, kebayakan orang yang lewat mengabaikan tindakan untuk mencegah atau enggan memberi pertolongan karena tidak mau campur tangan. Tidak ada atau lemahnya sanksi dan layanan terhadap korban, berkontribusi, dan memperburuk kekerasan seksual. Sistem yang tidak responsif gagal membuat pelaku bertanggung jawab dan tidak memenuhi kebutuhan korban.[5]

Kemiskinan

 Kemiskinan meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap eksploitasi seksual ditempat kerja, sekolah, dalam prostitusi, perdagangan seks, dan perdagangan narkoba. Orang dengan status sosio ekonomi rendah memiliki resiko kekerasan yang lebih tinggi. Individu yang kekurangan sumberdaya ekonomi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, khususnya perempuan, mungkin harus menggunakan barter untuk barang penting dengan seks.

Perang

 Pemerkosaan dan penyiksaan pria, perempuan, dan anak anak sebagai taktik militer telah banyak didokumentasikan. Pemerkosaan digunakan sebagai senjata dalam perang dan konflik. Pemerkosaan sering digunakan untuk meneror dan melemahkan masyarakat.  Pengungsi yang melarikan diri dari konflik dan penganiayaan  memiliki resiko ekstrem untuk mendapatkan kekerasan seksual ditempat baru mereka, termasuk kamp kamp pengungsian. Perang sering menghabiskan sumber daya ekonomi dan sosial dan mendorong perempuan terlibat dalam pelacuran.[6]

 Dampak Kekerasan Seksual bagi Korban

 Kekerasan seksual berdampak terhadap fisik, psikologis, dan sosial korban. Secara fisik, kekerasan seksual menyebabkan luka ringan hingga luka berat, cacat permanen, bahkan kematian Di sisi lainnya, kejahatan ini juga mengganggu ketenangan jiwa korban, menimbulkan trauma, depresi, hingga munculnya gejala atau keinginan untuk bunuh diri. Korban kekerasan seksual juga mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungannya, terlebih jika lingkungan tersebut memberikan stigma terhadap korban. Di samping mengalami penderitaan fisik dan psikis, korban kekerasan seksual juga masih harus menghadapi stereortip yang diberikan masyarakat terhadapnya. Korban seringkali dianggap menjadi penyebab dilakukannya kekerasan seksual karena berada pada waktu dan tempat yang tidak tepat, tidak melawan, atau karena korban sendiri yang mengundang kejahatan melalui gaya berpakaian atau perilakunya.Kekerasan seksual merupakan satu-satunya kejahatan dimana korbannya lebih mendapatkan stigma daripada pelaku.[7]

Analisis Berdasarkan Teori Gender

 Sebelum masuk kepada analisis, kita perlu mengetahui apa arti teori gender dan bahasan apa saja yang dibahas dalam teori ini, teori gender Teori gender adalah teori yang menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan bagaimana perbedaan tersebut ditentukan oleh persepsi sosial dan budaya. Teori gender juga mencakup bagaimana persepsi sosial terhadap gender dapat mempengaruhi perilaku, identitas dan pengalaman seseorang dengan gender. Teori gender dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas bagaimana pembagian gender di dunia ditentukan oleh budaya dan cara orang mempersepsikan dan memahami gender.  Teori ini juga erat kaitannya dengan feminism karena adanya hubungan antara teori gender dan feminisme adalah bahwa feminisme adalah gerakan untuk mencapai kesetaraan gender. Gerakan ini berfokus pada menghilangkan diskriminasi berdasarkan gender dan menegakkan hak-hak istimewa khusus bagi perempuan. Teori gender berfokus pada studi tentang bagaimana gender dikonstruksi dan berperan dalam menentukan bagaimana individu dan masyarakat berinteraksi. Teori gender juga menekankan pentingnya memahami bagaimana gender dipahami dan dikonstruksi oleh masyarakat, dan bagaimana ini mempengaruhi hak-hak perempuan. Seringnya terjadi kekerasan seksual termasuk dalam contoh kasus yang dilakukan oknum berinisal DA yang merupakan Dosen di Universitas Negeri Jakarta tersebut itu dikarenakan ketimpangan gender antara laki laki dan perempuan . secara spesifik, perempuan memperoleh lebih sedikit  sumber daya materi, status sosial, kekuasaan[8] seperti yang sudah dijelaskan juga pada bagian kenapa terjadi kekerasan seksual salah satunya karena relasi kuasa gender yang dalam hal ini dosen (laki laki) lebih memiliki kuasa dibandingkan mahasiswinya. Selain itu juga korban merasa tidak memiliki kekuatan bilapun dia melapor kepada pihak yang berwajib karena  merasa lebih inferior ketimbang dosen tersebut.

 Upaya yang dilakukan lembaga pendidik

 Dalam kasus yang telah dibahas dalam latar belakang, ada beberapa hal yang dilakukan oleh lembaga pendidik diantaranya membuat tim yang menangani kekerasan seksual yang berada dikampus. Selain membentuk lembaga seperti itu lembaga pendidikan juga menanamkan nilai dan norma tentang bahayanya  kekerasan seksual dan pentingnya pendidikan seksual untuk membentuk perilaku seksual yang positif.

 Upaya yang dilakukan Pemerintah

Karena sangat seriusnya masalah ini untuk kelangsungan generasi muda kedepannya terkusus mahasiswa sehingga perlu ada payung hukum agar bisa melindungi para korban perilaku kekerasan seksual serta memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelakunya.

 Adapaun upaya permerintah seperti yang sudah sebagian besar masyarakat tau bahwa pemerintah mengeluarkan Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS adalah kebijakan yang diharapkan oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk dapat meminimalisir naiknyaa angka kekerasan seksual di ranah organisasi yang termasuk perguruan tinggi dengan membuat payung hukum yang sah sebagai regulasi penanganan kekerasan seksual. Adapun kontradiksi pada Permendikbud ini adalah bentuk dari kesalahan dalam penalaran berfikir (logical fallcy) dari satu kelompok.

 Dengan ini sebagai mahasiswa sudah sepatutnya kita kawal Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 karena dengan Permendikbud ini adalah payung hukum bagi kita semua untuk dapat merasa aman dan menwujudkan lingkungan kampus yang bebas dari kekerasan seksual. Dengan begitu pelaksanaan dari Tridharma di dalam maupun di luar kampus dapat dilaksanakan dengan aman tanpa adanya rasa khawatir akan ancaman kekerasan dan pelecehan seksual.[9] Walaupun begitu kita juga tetap perlu waspada dan harus adanya kerjasama antar semua elemen, baik dari para pendidik, keluarga, masyarakat dan juga pemerintah supaya kekerasan seksual ini tidak menjadi kebudayaan yang lama kelamaan dianggap lumrah apalagi Cuma dalam bentuk pesan singkat.

 KESIMPULAN

 Dari uraian diatas mengenai contoh kasus kekerasan seksual sexting yang dialami oleh mahasiswi Universitas Negeri Jakarta erat kaitannya dengan teori gender. Dimana teori ini bukan hanya membahas pembagian peran melainkan juga membahas perbedaan dan ketimpangan antara laki laki dan perempuan, disini kita juga dapat melihat bahwa relasi kuasa diantara oknum dan korban yang tidak seimbang sehingga menyebabkan korban tidak berani atau takut speak up terhadap musibah yang menimpanya.

Kabar baiknya adalah negara kita semakin taun semakin peka terhadap kasus kekerasan seksual ini, dimana masyarakat sudah aware bahwa kekerasan bukan hanya kekerasan fisik, tetapi verbal pun juga sudah termasuk kedalam kekerasan seksual apabila mengandung pelecehan yang bersifat seksual. Dan juga dengan adanya Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS yang akan menjadi payung hukum bagi korban yang terdampak kasus kekerasan seksual, korban pastinya akan mendapatkan pertanggungjawabannya. Namun tidak cukup bila hanya dibuat peraturan saja, kita perlu memberikan pendidikan seksual di lingkungan akademik supaya bisa memciptakan aktivitas seksual yang baik sehingga kedapannya generasi penerus harapan bangsa bisa membawa bangsa ini menjadi lebih maju lagi.

 

DAFTAR PUSTAKA

 Ritzer, George. (2004), Teori Sosiologi dari Teori Klasik Sampai Perkembangan    Mutakhir Teori Sosial  Postmodern, (Edisi Terbaru), Bantul, Kreasi Wacana.

Jufri, Mirnawati. 2019. Perilaku Sexting pada Remaja di Kota Makassar. Universitas Islam Negeri Alauddin. Hal 14.

 Prodi Ilmu Politik. 2022. Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus. Universitas Nasional.

 Rahayu, Ninik. 2021. Politik Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual di Indonesia. Bhuana Ilmu Populer Gramedia. Hal 120

 Yuwono, Ismantoro Dwi. 2015. Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak. Media Pressindo. Hal 1.

 Arsa, Dkk. 2022. Refleksi Penanganan Kekerasan Seksual di Indonesia. Indonesia Judicial Research Society. Hal 47

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun