Mohon tunggu...
Aditya GrisshamPurwana
Aditya GrisshamPurwana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama : Aditya Grissham Purwana NIM : 43222010035 Program Studi / Fakultas : S1- Akuntansi / Fakultas Ekonomi & Bisnis Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB Dosen : Prof.Dr. Apollo , Ak , M. Si. Universitas Mercu Buana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Besar 2 - Diskursus Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV pada Upaya Pencegahan Korupsi

11 November 2023   11:11 Diperbarui: 11 November 2023   11:11 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gamhttps://www.canva.com/design/DAFz0sHd8_g/t7ubaG8h6BIfST6yruAkFA/edit?utm_content=DAFz0sHd8_g&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2

Abstrak : 

Serat Wedhatama merupakan teks karangan Mangkunegara IV yang di dalamnya memuat nilai-nilai luhur kebudayaan nasional. Budaya luhur ini kemudian harus ditransformasikan dalam diri setiap individu melalui pendidikan, khususnya dalam upaya pencegahan tindak korupsi. Hal ini merupakan bagian dari proses penelitian dan pengembangan  dengan menggunakan model Borg & Gall menuju pengembangan masyarakat yang bebas dari tindakan korupsi.  Serat Wedhatama berbasis nilai untuk meningkatkan etika, tata krama, dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

Kisah hidup KGPAA Mangkunegara IV : 

Silsilah atau asal usul keluarga KGPAA Sri Mangkunegara IV merupakan cicit dari Kepala Suku Mangkunegaran, tepatnya Pangeran Sambernyowo (KGPAA Sri Mangkunegara I). Dia adalah anak dari KPH. Hadiwijoyo I dan Raden Ajeng Sekeli, lahir di Surakarta pada Minggu Legi malam, tepatnya tanggal 8 bulan Sapar  Jumakir (1738) atau bertepatan dengan tanggal 3  Maret  1811. Dengan namanya Raden Mas Soediro. Kakeknya, KGPAA Mangkunegara II, setelah Raden Mas Soediro lahir, langsung mengangkatnya. Raden Mas Soediro yang  saat itu masih anak-anak diasuh oleh mbok Ajeng Dayaningsih, selirnya.Raden Kecil Mas Soediro  dikenal sebagai anak yang cerdas dan cerdas. Pada usia 10 tahun, Raden Mas Soediro diserahkan kepada pamannya, Kanjeng Pangeran Rio , untuk dibesarkan. Pangeran Rio merupakan penerus takhta KGPAA II. Sudah menjadi tradisi di Kerajaan Mangkunegara bahwa putra-putra kerajaan yang telah mencapai umur  tahun akan ditempatkan pada pendidikan militer. Raden Mas Soediro, berumur 15 tahun pada tahun , menjadi prajurit infanteri Legiun Mangkunegara. Setelah menyelesaikan pelatihan militer selama 1 tahun, ia dipromosikan menjadi perwira baru  kompi 5. 3 tahun kemudian ia dipromosikan menjadi kapten. Pada masa tersebut, Raden Mas Soediro selalu menemani ayahnya, Raden Mas Rio, dalam menjalankan misi perang yang ditugaskan oleh KGPAA Mangkunegara II. Keberhasilan Raden Mas Soediro dalam perang  memberinya banyak penghargaan dan mampu naik pangkat dengan cepat. Saat menjabat sebagai mayor infanteri, ia diangkat oleh ayahnya sebagai asistennya sekaligus gubernur Mangkunegara. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi Pangeran bergelar KPH Gondokusumo dan menikah dengan Raden Ayu Semi. Beliau mempunyai 14  putra dan putri. Pada saat KGPAA Mangkunegara III meninggal dunia, Raden Mas Soediro diangkat menjadi pemimpin berikutnya dan diberi gelar KGPAA Mangkunegara IV. Ia diangkat menjadi kepala suku pada usia 47 tahun . Masa pemerintahannya dimulai pada tahun 1853 hingga tahun 1881. Pada masa kepemimpinannya, kerajaan Mangkunegara mengalami masa keemasannya. KGPAA Mangkunegara IV dikenal sebagai seniman, pengusaha, negarawan, dan filsuf besar. Kemampuannya di bidang seni dan filsafat itulah yang pada akhirnya meninggalkan warisan yang sangat berharga tidak hanya bagi keluarga Mangkunegara tetapi juga bagi masyarakat luas di  luar Mangkunegara. KGPAA Mangkunegara IV meninggal dunia pada usia 72 tahun dan dimakamkan di Astana Girilayu. Semasa hidupnya, KGPAA Mangkunegara IV menulis satu karya yang berjudul Serat Wedhatama yang berisikan petuah-petuah atau nasihat.

https://www.canva.com/design/DAFz0sHd8_g/t7ubaG8h6BIfST6yruAkFA/edit?utm_content=DAFz0sHd8_g&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar
https://www.canva.com/design/DAFz0sHd8_g/t7ubaG8h6BIfST6yruAkFA/edit?utm_content=DAFz0sHd8_g&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar

Pengertian Serat Wedhatama :

Secara harfiah Serat Wedhatama berasal dari kata: helai dimana berarti tulisan; wedha  berarti doktrin atau  pengetahuan; dan tama berasal dari kata hand yang berarti kebaikan.Oleh karena itu, Serat Wedhatama berarti karya yang berisi  ajaran  atau nasihat moral yang baik. Serat Wedhatama merupakan karya sastra yang berbentuk lagu, sebagaimana dikemukakan di awal kitab yang berbunyi: sinawung resmi kidung,  artinya: dihiasi lagu-lagu indah (tembang). Lagu Serat Wedhatama digolongkan ke dalam  lagu macapat. Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian tembang macapat. Pertama, nyanyian macapat dibacakan dengan empat Wanda (suku kata) untuk setiap bait. Bait terakhir, jika tidak ada empat tongkat pun, akan dibacakan tersisa tongkat.

Secara garis besar, Serat Wedhatama memiliki tema/ gagasan yang terdiri atas 5 pupuh yaitu :

  • Pangkur : Pupuh Pangkur merupakan salah satu bentuk tembang (lagu) dalam tradisi sastra Jawa kuno. Lagu Pupuh Pangkur mempunyai ritme atau genre khusus yang disebut "pangkur". Pupuh ini sering digunakan untuk mengungkapkan emosi atau isi hati dan sering digunakan untuk menyampaikan pesan moral atau ajaran bijak. Secara keseluruhan lagu Pupuh Pangkur mempunyai struktur yang khas dengan pola genre pangkur yang melibatkan rangkaian nada atau simbol musik tertentu. Pupuh ini sering digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, pertunjukan wayang orang, dan upacara adat Jawa. Pupuh Pangkur merupakan bagian dari warisan sastra Jawa yang kaya dan mendalam, mencerminkan kearifan lokal dan tradisi budaya masyarakat Jawa. Secara umum lagu-lagu Jawa mengangkat berbagai topik, antara lain cinta, hikmah, dan kehidupan sehari-hari.
  • Sinom : Pupuh Sinom merupakan salah satu jenis pupuh dalam tradisi sastra Jawa yang menggunakan pola irama sinom. Pupuh ini memiliki ciri khas  pola  atau simbol musik tertentu. Seperti  pupuh-pupuh lainnya, Pupuh Sinom sering digunakan dalam berbagai bentuk seni pertunjukan  tradisional Jawa seperti wayang kulit, wayang orang atau dalam rangka upacara keagamaan dan budaya. Pupuh Sinom sering digunakan untuk menyampaikan berbagai pesan antara lain pesan moral, ajaran bijak atau untuk menggambarkan keindahan alam dan kehidupan sehari-hari. Sifatnya yang fleksibel membuat Pupuh Sinom dapat beradaptasi dengan berbagai tema dan situasi. Pupuh Sinom, sebagaimana pupuh lain dalam tradisi sastra Jawa, merupakan bagian dari kekayaan budaya dan seni Jawa yang mempunyai nilai sejarah dan estetika tinggi.
  • Pocung : Pupuh Pocung merupakan salah satu jenis pupuh dalam tradisi sastra Jawa. Pupuh Pocung mempunyai pola irama yang disebut "pocung", oleh karena itu dinamakan demikian menurut pola tersebut. Pupuh Pocung sering digunakan untuk menyampaikan pesan moral atau ajaran hikmah. Seperti pupuh lain dalam tradisi sastra Jawa, Pupuh Pocung dapat digunakan dalam berbagai bentuk pertunjukan tradisional, seperti wayang kulit, wayang orang atau dalam rangka upacara keagamaan dan budaya. Setiap pupuh mempunyai strukturnya masing-masing, baik dari segi irama maupun isi liriknya. Pupuh Pocung sendiri mencerminkan keragaman ekspresi seni sastra Jawa, kaya akan nilai budaya dan spiritual.
  • Gambuh : Pupuh Gambuh adalah salah satu jenis pupuh dalam tradisi sastra Jawa. Pupuh ini mempunyai ciri  pola ritme atau alur yang disebut "gambuh". Pupuh Gambuh sering digunakan dalam seni pertunjukan tradisional Jawa seperti wayang orang. Pupuh Gambuh sering digunakan untuk menceritakan kisah-kisah epik atau legenda dengan gaya dramatik. Lagu-lagu Gambuh  dapat mencakup berbagai tema, termasuk kisah heroik, mitologi, atau religi. Pertunjukan wayang  Gambuh melibatkan penggunaan tokoh-tokoh wayang dan tari sebagai bagian integral dari pertunjukan.
  • Kinanthi :Pupuh Kinanthi ini mempunyai ciri  pola ritme atau alur yang disebut "kinanthi". Seperti pupuh lainnya, Pupuh Kinanthi digunakan dalam seni pertunjukan tradisional Jawa seperti wayang kulit, wayang orang atau dalam berbagai konteks ritual keagamaan dan budaya. Lagu-lagu ini mungkin mencakup topik-topik seperti kisah cinta, kebijaksanaan, atau kisah sejarah. Struktur dan ritme Pupuh Kinanthi memberikan nuansa tersendiri pada pementasannya dan menambah keindahan  sastra Jawa. Pupuh Kinanthi mencerminkan kekayaan keberagaman sastra dan seni tradisional Jawa. Pertunjukan yang melibatkan Pupuh Kinanthi sering kali menampilkan keterampilan artistik termasuk pertunjukan musik, tari, dan teater, menjadikannya bagian integral dari budaya Jawa.

Mangkunegara IV menegaskan, kekuatan finansial merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup manusia.Pengaruhnya meliputi keberadaan manusia dimana dia akan dihormati dan dihargai bahkan melalui kemerdekaan. Oleh karena itu menurut Mangkunegara IV, manusia harus bekerja menghidupi dirinya sendiri agar dapat mencapai kehidupan sejahtera lahir dan batin. Ajaran ini kemudian dituangkan dalam bentuk motivasi melalui konsep Tri Ugering ngaurip. Konsep susunan ngaurip  dalam kamus dapat diartikan sebagai "tiga hal yang menjadi tonggak penunjuk jalan kehidupan".

 

Adapun isi penjelasan konsep yang tertuang didalam Tri Ugering Ngaurip ialah :

  • WIRYA

Kata "wirya" artinya kndl (berani), kuwasa (berkuasa); mulya (mulia), dan luhur. C.F. Winter menjelaskan kata tersebut dengan arti tinggi, mukti, luas, segala sesuatu, baik, agung, mulia, kebenaran, kekuatan, keberanian dan kesatria. Namun, R. Soedjonoredjo penafsiran kata wirya sebagai "derajat" atau "pangkat", sehingga memungkinkan  digunakan untuk menerima gaji. Jika berbicara tentang wirya (kehormatan), konsep jeneng lan jenang sering dibicarakan. Jeneng secara harafiah berarti "nama". Istilah tersebut sering digunakan untuk menjelaskan  bagaimana nama seseorang akan dikenali atau dalam istilah yang lebih sederhana mengacu pada bagaimana  seseorang berusaha untuk membuat namanya terkenal agar dikenal oleh masyarakat.

Sedangkan jenang sebenarnya adalah nama suatu makanan  di Jawa. Penggunaan kata tersebut seringkali dikaitkan dengan manfaat yang diperoleh seseorang ketika namanya  dikenal atau dikenal oleh masyarakat sekitar. Jadi, ungkapan ngutamakake ngupaya jeneng, mangko jenange bakal melu (cari dulu namanya, baru orang waras menyusul) artinya harus berusaha agar dikenal. Begitu Anda mendapatkan reputasi yang baik, kesenangan lain dalam hidup akan mengikuti dengan sendirinya.

  • ARTA

Sedangkan kata arta merujuk pada uang, harta benda, atau kekayaan.

 Makna ini sesuai dengan makna Soedjonoredjo. Bahkan ia menambahkan, arta ini dapat diartikan sebagai modal (capital) untuk menjalankan kegiatan usaha di berbagai bidang seperti perdagangan, pertanian, pertukangan, dan lain-lain. Jadi, arti arta di sini juga mencakup sejumlah aset yang, tergantung kelebihannya, dapat dijadikan alat investasi. Usulan mencari penghasilan melalui bisnis ini juga  diungkapkan oleh Pakubuwana IX, raja Kasunanan Surakarta yang hidup hampir bersamaan dengan laki-laki. Ia berpesan agar aktif mencari nafkah untuk keluarganya. Nasehat khalifah ini merupakan  upaya untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.

 

Upaya mewujudkan konsep arta (keuangan) juga merupakan bagian  dari upaya  untuk mempertahankan konsep winasis (kehormatan). Sebab, masyarakat yang tidak bekerja  dan menganggur seringkali mendapat stigma negatif dari masyarakat. Demikian pula, pemilik pekerjaan lapangan, yang biasanya mencakup pengusaha, sering kali menerima posisi yang lebih penting dalam  kelas dan peran  sosial.

  • WINASIS

Kata winasis berasal dari kata  wasis yang berarti pandai, cerdas atau terampil.

 Jadi, Winasis mewakili kecerdasan atau kecerdasan. Sedangkan arta dipahami sebagai uang atau kekayaan. Sedangkan winasis berarti "kecerdasan" yang berfungsi membimbing manusia menuju kehidupan yang lebih baik. Jika manusia tidak memiliki salah satu dari ketiga hal tersebut, maka kehidupannya hampir tidak ada artinya. Ia akan menderita  bahkan mengembara kesana kemari.

 Winasis berkaitan langsung dengan kecerdasan, kecerdasan, keahlian atau kemampuan seseorang. Konsep winasis seringkali dimaksudkan untuk menunjang profesionalisme.

 Tentu saja, ketika membahas masalah ini, konsep tersebut harus diperkenalkan kepada para praktisi. Seseorang dikatakan mempunyai suatu profesi apabila :

(1) pekerjaan yang dilakukan memerlukan kemampuan (keterampilan) tertentu 

(2) Profesi tersebut dipilih sebagai karir dalam hidupnya

(3) Profesi tersebut pada umumnya dilengkapi dengan kemampuan, keterampilan diagnostik dan keterampilan penerapan.

(4) Profesi pada umumnya mempunyai orang-orang yang perlu dilayani (pelanggan).

 Konsep kecerdasan yang dianut oleh orang Jawa tidak hanya mewakili kecerdasan dalam bidang intelektual (Quoutient Intelligence). Menurut Ahmad Tafsir, IQ adalah kecerdasan manusia (sejak lahir). Konsep susunan ngaurip di atas sebenarnya membuka gagasan filosofis dari ungkapan "jiwa golek pangupa" yang dibahas di atas.

Ajaran Tipe Kategori Leadership ( Kepemimpinan ) : 

Dalam ajaran Kepemimpinan/Kepemimpinan Antinipraja  terdapat beberapa jenis Kepemimpinan khususnya Kisah Seorang Prajurit yang meliputi nistha, madya dan utama.

Dianggap Nistha atau hina jika tidak mengetahui bahaya dan kesulitan yang dihadapi, jika hanya tidur saat mengabdi, dan jika selalu  di hadapan raja, jika suka berpura-pura. Dihadapan raja ia mengatakan bersedia, namun dalam hati ia tidak bersedia, ia hanya ingin dihormati rakyatnya, berpura-pura bijaksana agar tidak terlalu waspada jika bertemu musuh. Dia tidak mempercayai para abdi dalem yang harus dia hadapi setiap hari. Dia merasa seperti  elang di langit yang menukik mangsanya. Ia hanya memikirkan penderitaan orang lain, seperti ular yang menyemburkan bisa. Ia selalu memikirkan untung dan rugi seperti seorang pedagang, tidak khawatir harus berbohong.

Watak madya apabila bertindak serba hati-hati melaksanakan perintah raja, suka melindungi semua prajuritnya. Bersungguh-sungguh menjalankan perintah sesuai dengan tata aturan kerajaan, takut berbuat salah, tidak mempunyai watak dusta la tidak suka berbuat kejam sehingga kerajaan menjadi aman sejahtera. la tidak suka menyimpan harta benda maupun emas permata, selalu setia kepada raja, mantap hatinya berperang sabil, tidak peduli saudara atau musuh, tidak peduli dicela sesama selalu mampu melaksanakan tugas dengan baik dan disegani para menteri. Suka berderina, tidak keberatan harta bendanya diusung oleh para fakir miskin, para prajurit serta punggawa sehingga semua nembesar sepan kenadanya saling bersikan rukun dan harmat layaknya saudara.

 Figur seorang patih diuraikan dalam Srat Panitipraja dengan jelas disertai contohnya. Dikatakan bahwa suatu jalan hendaknya terfokus pada nistha, bagian tengah, dan bagian utama agar tindakannya tidak dikritisi oleh masyarakat. Sifat atau sikap seorang madya adalah apabila ia telah melaksanakan dengan baik tugas-tugas yang diberikan kepadanya yang merupakan perintah raja, maka ia mampu melindungi prajurit dan bawahannya dengan baik, serta mampu menerapkan dengan baik peraturan-peraturan negara sehingga dapat menjaga ketertiban negara, negara selalu aman, damai dan tenteram. Ajaran tentang nistha, pendidikan menengah dan dasar juga terdapat di Srat Ondhe Patih. Ajaran ini pada hakikatnya adalah bagian dari etika. Nistha adalah perbuatan keji, jahat dan tercela. Madya adalah tindakan yang bertipe moderat.Utama merupakan perbuatan yang baik dan mulia, dalam artian seorang pemimpin patut menjadi teladan untuk diikuti oleh bawahannya. Ajaran ini harus dipahami terutama oleh mereka yang ingin menjadi pemimpin. Hikmah nistha, tengah dan utama harus dipahami baik oleh pemimpin maupun pengikutnya. Menurut ajaran yang terkandung dalam antinipraja , perbuatan nistha adalah perbuatan yang dapat membuat orang gelisah, tidak nyaman, dan selalu curiga.

Syarat-Syarat yang harus ada pada seorang pemimpin :

  • Tidak merasa bisa, tapi Anda bisa merasakan atau Selalu berjaga -- jaga.

Hal ini merujuk pada empati dan pemahaman  orang lain terhadap pengalaman atau perasaan seseorang, bahkan ketika orang tersebut sendiri merasa kesulitan. Orang yang selalu waspada cenderung siap  menghadapi segala kemungkinan atau risiko yang mungkin timbul. Hal ini mungkin mencerminkan sikap  proaktif dalam mengantisipasi dan mengelola potensi masalah atau tantangan di masa depan.

  • Memiliki Keberanian, memiliki sikap lugas dan berfikir masa panjang.

Pemimpin yang berani dapat menghadapi tantangan, mengambil risiko, dan membuat keputusan sulit. Keberanian dalam kepemimpinan mencakup kemampuan untuk mengatasi ketidakpastian dan kesulitan dengan tekad dan keyakinan. Seorang pemimpin dengan sikap lugas tidak akan menyembunyikan informasi atau mengomunikasikannya secara tidak jelas. Sikap ini membangun kepercayaan di antara anggota tim dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi komunikasi yang efektif. Pemikiran jangka panjang melibatkan kemampuan  merencanakan dan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang. Pemimpin dengan pola pikir jangka panjang tidak hanya berfokus pada solusi jangka pendek namun juga mempertimbangkan visi dan strategi untuk masa depan yang lebih luas. Dengan memadukan ketiga elemen tersebut, seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan berani dengan integritas, berkomunikasi langsung untuk membangun kepercayaan, dan memiliki visi jangka panjang untuk memimpin tim menuju kesuksesan.

  • Memiliki kejujuran yang besar dimanapun posisi keberadaannya. 

Seorang pemimpin yang menunjukkan kejujuran yang tinggi akan menunjukkan integritas yang konsisten dalam tindakan dan keputusannya, tidak peduli di mana mereka berada atau bagaimana situasinya. Integritas adalah landasan  kepercayaan dan kredibilitas seorang pemimpin. Kejujuran yang besar adalah kunci untuk membangun kepercayaan. Anggota tim dan kolega cenderung mempercayai dan menghargai pemimpin yang transparan dan jujur dalam segala situasi. Dan dengan penuh kejujuran, ini termasuk menerima tanggung jawab. Pemimpin yang jujur mengakui kesalahannya dan memperbaikinya secara bertanggung jawab, menciptakan budaya yang menghargai tanggung jawab pribadi.

  • Memiliki sikap responsif kepada keadaan sekitar

Daya tanggap mencerminkan kemampuan seorang pemimpin untuk bersikap fleksibel dan beradaptasi terhadap perubahan kondisi atau situasi. Pemimpin yang responsif dapat dengan cepat menyesuaikan rencana dan strategi mereka ketika keadaan berubah. Memenuhi kebutuhan dan kontribusi anggota tim dapat meningkatkan kepuasan dan kebahagiaan dalam tim. Pemimpin yang mendengarkan  dan merespons dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung dan memotivasi.Dampak lain dari sikap reaktif adalah terciptanya budaya inovasi  dalam organisasi. Pemimpin yang terbuka terhadap perubahan dan ide-ide baru merangsang kreativitas dan inovasi di antara anggota tim, yang secara tidak langsung dapat memperbaiki keadaan yang ada.

Sedangkan dalam seorang pemimpin harus memiliki keadaan jiwa yang mencakup hal-hal yang postif, adapun yang dimaksud ialah :

  • Tidak merasa tinggi :

Memiliki sikap tidak merasa tinggi mencerminkan kerendahan hati, kebijaksanaan, dan empati terhadap orang lain. Seorang pemimpin yang melampaui kepedulian dapat memotivasi dan memimpin dengan mencontohkan sikap positif, mendengarkan pendapat bawahan, dan memberikan kesempatan serta dukungan untuk mengembangkan potensi kelompoknya.

  • Tidak mudah kagum :

Hal yang dimaksud dalam ini adalah dimana seorang pemimpin harus bisa terus memberikan motivasi agar siapapun yang melihat sang pemimpin akan terus berusaha mengembangkan potensi diri sehingga orang tersebut dapat memiliki nilai diri.

  • Tidak mudah terhenyak :

Konteks yang dimaksud ialah dimana seorang pemimpin harus bisa menstabilkan emosinya dalam mengambil keputusan secara baik dimanapun dia berada dan apapun kondisinya guna mencari solusi di setiap permasalahan yang ada.

  • Selalu sederhana dan merasa berkecukupan dengan kondisi yang ada :

Dengan melakukan sikap yang selalu sederhana maka akan didapatkan ialah hubungan serta relasi yang luas hal ini dikarenakan terciptanya atmosfer yang ramah,damai dan tentram. Dengan adanya relasi dan hubungan yang meluas akan menciptakan kepercayaan dan kredibilitas.

  • Bersatu padu bersama bawahan :

Yang dimaksud dalam pengertian ini adalah dimana seorang pemimpin tidak membeda - bedakan bawahannya berdasarkan status sosialnya ataupun status kekayaannya. Dengan adanya sifat ini memungkinkan tumbuhnya lingkungan yang positif dan tidak ada perselisihan yang berpotensi memunculkan hal yang negatif.

Pengertian dari kata korupsi : 

Pengertian korupsi dapat ditinjau dalam berbagai macam perspektif. Pada hakekatnya korupsi dapat terjadi dari segi kehidupan mana pun, tidak hanya pada pemerintahan, sehingga menimbulkan pengertian korupsi yang bermacam - macam. Korupsi adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, mencuri, maling, seiring dengan pendapat Nurdjana menyatakan bahwa korupsi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu "corruptio", yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum. Dalam arti yang luas, pengertian korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya. Tingkat keparahan korupsi bervariasi dari  ringan  dalam bentuk penggunaan pengaruh dan  dukungan untuk memberi dan menerima bantuan , hingga korupsi formal yang serius,  dan seterusnya.

https://www.canva.com/design/DAFz0sHd8_g/t7ubaG8h6BIfST6yruAkFA/edit?utm_content=DAFz0sHd8_g&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar
https://www.canva.com/design/DAFz0sHd8_g/t7ubaG8h6BIfST6yruAkFA/edit?utm_content=DAFz0sHd8_g&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar

Penyebab terjadinya tindakan korupsi :

Korupsi di tanah negeri, ibarat "warisan haram" tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan penyebab korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

 Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal meliputi aspek etika seperti :

  • Aspek Perilaku Individu
  •  Sifat manusia adalah serakah / tamak. Korupsi bukanlah kejahatan kecil karena perlu makan. Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para profesional yang tamak. Cukup sudah, tapi tetap serakah. Memiliki keinginan yang besar untuk menjadi kaya. Faktor penyebab terjadinya korupsi pada para pelaku kejahatan ini berasal dari dalam dirinya sendiri, yaitu keserakahan dan keserakahan. Oleh karena itu, diperlukan tindakan tegas dan tanpa kompromi.

     * Kurangnya etika yang kuat. Orang yang lemah moralnya  mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan  bisa datang dari atasan, teman yang berpangkat lebih tinggi, bawahan, atau pihak  lain yang memberi kesempatan.

* Gaya hidup boros. Kehidupan di kota-kota besar seringkali mendorong gaya hidup konsumeris. Jika perilaku konsumsi tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai, maka kontrol seluruh anggota masyarakat terhadap aparatur pemerintah dapat memperbaiki sistem pelayanan menjadi lebih terbuka dan transparan. Untuk menghilangkan praktik korupsi dalam sistem pelayanan publik.

  •  Aspek Sosial

Perilaku korup bisa terjadi karena dorongan keluarga. Peneliti perilaku berpendapat bahwa lingkungan keluargalah yang sangat mendorong seseorang untuk melakukan korupsi, sehingga mempengaruhi kualitas manusia yang menjadi ciri kepribadian. Dalam hal ini, lingkungan memberikan dorongan, bukan hukuman, ketika mereka menyalahgunakan kekuasaannya.

Sedangkan faktor eksternal dapat dikaitkan dengan beberapa aspek seperti :

  • Aspek sikap masyarakat terhadap korupsiSecara umum manajemen selalu menutup-nutupi praktik korupsi yang dilakukan oleh segelintir individu dalam organisasi. Karena sifatnya yang tertutup ini, pelanggaran korupsi  terus terjadi dalam berbagai bentuk. Oleh karena itu, sikap masyarakat dapat mendukung terjadinya praktik korupsi  karena alasan berikut :

* Nilai-nilai sosial menciptakan kondisi terjadinya korupsi. Korupsi bisa disebabkan oleh sosial budaya. Misalnya masyarakat menghormati seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis terhadap kondisi, seperti di mana kekayaan diperoleh.

 * Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah diri mereka sendiri. Pandangan umum masyarakat  terhadap kasus korupsi adalah negara yang paling dirugikan. Padahal, kalau negara rugi, rakyat juga yang paling dirugikan, karena proses anggaran pembangunan bisa terpotong karena korupsi.

 * Masyarakat kurang sadar akan keterlibatannya dalam korupsi. Setiap tindakan korupsi mau tidak mau melibatkan anggota masyarakat. Masyarakat kurang menyadarinya. Faktanya, masyarakat sering kali terbiasa terang-terangan ikut serta dalam kegiatan korupsi setiap hari, namun tidak menyadarinya.

 * Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dicegah dan dihilangkan jika mereka berpartisipasi aktif dalam program pencegahan dan pemberantasan korupsi. Masyarakat secara umum berpandangan bahwa permasalahan korupsi adalah tanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi hanya bisa dihilangkan jika masyarakat bekerja sama.

  • Aspek ekonomi . Pendapatan yang didapat dirasa tidak mencukupi kebutuhan . Semasa hidup seseorang, tidak menutup kemungkinan seseorang akan terjerumus dalam keadaan darurat ekonomi.  Keadaan darurat ini membuka kemungkinan bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas, termasuk melakukan tindakan korupsi.
  • Aspek Politis. Kontrol sosial merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi masyarakat agar berperilaku sesuai dengan harapan sosial. Kontrol sosial ini dilakukan dengan menggerakkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu badan yang terorganisir secara politik, melalui lembaga-lembaga yang didirikannya. Dengan demikian, ketidakstabilan politik, kepentingan politik, serta perolehan dan mempertahankan kekuasaan semuanya berpotensi menimbulkan perilaku korupsi.
  • Aspek Organisasi. Pada aspek organisasi ini terbagi menjadi beberapa bagian seperti :

* Kurangnya sikap kepemimpinan yang patut diteladani. Posisi seorang pemimpin dalam organisasi formal maupun informal mempunyai pengaruh penting terhadap bawahannya. Jika seorang pemimpin gagal memberikan contoh yang baik kepada bawahannya, misalnya dengan melakukan korupsi, maka besar kemungkinan bawahannya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.

 * Kurangnya budaya organisasi yang baik. Budaya organisasi pada umumnya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap para anggotanya. Jika budaya organisasi tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan banyak situasi buruk yang mempengaruhi kehidupan organisasi. Dalam situasi seperti ini, tindakan negatif seperti korupsi sangat mungkin terjadi.

 * Sistem akuntabilitas belum lengkap. Di satu sisi, organisasi pemerintah pada umumnya  belum merumuskan secara jelas visi dan misi yang dijalankannya, serta belum terbentuknya tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai hal tersebut. Akibatnya, sulit bagi lembaga pemerintah untuk mengevaluasi apakah mereka berhasil mencapai tujuan mereka. Akibat lainnya adalah kurangnya perhatian terhadap efisiensi penggunaan sumber daya yang ada. Situasi ini menciptakan situasi organisasi yang kondusif bagi praktik korupsi.

 * Kelemahan sistem pengendalian manajemen. Pengendalian manajemen merupakan salah satu kondisi yang menyebabkan terjadinya perilaku koruptif dalam suatu organisasi. Semakin lemah/kendali pengendalian manajemen suatu organisasi, semakin rentan organisasi tersebut terhadap perilaku korupsi yang dilakukan oleh anggota atau karyawannya.

 * Pengendalian yang lemah. Secara umum pengendalian dibedakan menjadi dua jenis: pengendalian internal (pengendalian fungsional dan pengendalian langsung terhadap manajemen) dan pengendalian eksternal (pengendalian legislatif dan publik).Pengawasan ini tidak bisa efektif karena beberapa faktor, antara lain tumpang tindih pengawasan di berbagai instansi, kurangnya pengawasan profesional, dan kurangnya penghormatan terhadap hukum dan etika pemerintah dari pengawas itu sendiri.

 

https://www.canva.com/design/DAFz0sHd8_g/t7ubaG8h6BIfST6yruAkFA/edit?utm_content=DAFz0sHd8_g&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar
https://www.canva.com/design/DAFz0sHd8_g/t7ubaG8h6BIfST6yruAkFA/edit?utm_content=DAFz0sHd8_g&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar

Kaitan antara ajaran KGPAA Mangkunegara IV yang terdapat pada Serat Wedhatama dengan Upaya Pencegahan tindakan Korupsi :

Umumnya, tindakan korupsi dilakaukan oleh orang yang memiliki jabatan tinggi atau dapat disebut sebagai seorang pemimpin. Hal ini dilakukan karena terdapat faktor -- faktor serta adanya kesempatan untuk melakukannya. Dengan adanya tindakan ini dapat mengakibatkan kerugian diberbagai aspek kehidupan dan di berbagai lapisan kehidupan. Maka dalam upaya pencegahan nya seorang pemimpin atau leader harus memiliki pedoman dalam menjalan perannya sebagai seorang pemimpin agar terhindar dari tindakan penyelewengan yang dapat menyebabkan kerugian orang banyak atau korupsi. Salah satu pedoman yang dapat digunakan ialah Serat wedhatama yang dibuat oleh KGPAA Mangkunegara IV

Pada dasarnya Serat wedhatama yang dibuat oleh KGPAA Mangkunegara IV berisikan petuah -- petuah atau nasihat yang dapat dijadikan pedoman hidup. Hal ini pula yang dapat dipegang sebagai acuan dasar dalam upaya menjadi seorang pemimpin. Terdapat beberapa konsep yang terdapat pada Serat wedhatama antara lain yaitu Konsep Tri Ugerung Ngaurip. Didalam konsep tri ugering ngaurip terbagi menjadi beberapa bagian seperti Wirya ( kndl (berani), kuwasa (berkuasa); mulya (mulia), dan luhur. ),  Arta ( uang, harta benda, atau kekayaan. ), Dan Winasis ( pandai, cerdas atau terampil. ). Selain itu, terdapat pula hal -- hal positif yang harus terdapat pada diri seorang pemimpin antara lain yaitu Tidak merasa bisa, Tapi bisa merasakan; memiliki keberanian, sikap lugas dan berfikir masa panjang ; Memiliki kejujuran dimanapun posisi keberadaannya ; memiliki sikap responsif kepada keadaan sekitar serta selalu merasa bersyukur. Apabila seorang pemimpin dapat menjadikan hal -- hal tersebut sebagai pedoman dan dapat di amalkan pada kehidupan sehari -- harinya maka dapat dipastikan seorang pemimpin tersebut akan menghindari kegiatan tindakan korupsi. Hal ini diakibatkan karna apabila seorang pemimpin melakukan hal tersebut dapat merusak segala aspek termasuk dirinya sendiri.

 

Daftar Pustaka : 

Muhammad Iqbal Birsyada, Pemikiran Kewirausahaaan Keluarga Mangkunegara

Susiyanto, Konsep Tri Ugering Ngaurip Mangkunegara IV Sebagai Motivasi Pengembangan Kewirausahaan_Perspektif Pendidikan Islam

Kandungan nilai nilai Karakter dalam Serat Wedhatama

Ebook Al Bariyah, Wahyu Pemimpin

Muthia Khansanatunnisa, Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Tembang Kinanthi Serat Wedhatama dengan Media Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar

E Nurhayati, Merunut leadership characters raja-raja jawa

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pendidikan anti korupsi Untuk perguruan tinggi

Dwina Putri, Korupsi dan perilaku koruptif

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun