Mohon tunggu...
Aditya Gustian Saputra
Aditya Gustian Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Saya merupakan mahasiswa, sekaligus Guru di salah satu SMK Swasta di bandung, juga Tokoh agama/ da’i

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memperkuat Hak Politik Penyandang Disabilitas Menuju Partisipasi yang Inklusif dan Setara

9 Desember 2024   22:00 Diperbarui: 11 Desember 2024   13:15 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aditya & Azhar Merupakan Mahasiswa UIN Bandung.

Penulis : Aditya Gustian Saputra 

                  Azhar Yusuf Zulfa 

Dosen : Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si

Kutipan Buku : Dinamika Politik Di Indonesia

Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN SGD Bandung

Hak politik penyandang disabilitas merupakan elemen penting dalam mewujudkan demokrasi yang inklusif dan setara. Namun, partisipasi mereka seringkali terhambat oleh berbagai tantangan struktural, sosial, dan budaya.
Artikel ini menganalisis tantangan tersebut serta merumuskan strategi untuk memperkuat hak politik penyandang disabilitas menggunakan pendekatan teori partisipasi politik Samuel P. Huntington dan Joan Nelson. Teori ini menyoroti
bahwa partisipasi politik bergantung pada interaksi antara perubahan struktur sosial, ekonomi, dan kebijakan yang mendukung. Tantangan utama mencakup aksesibilitas fisik yang terbatas, diskriminasi sosial, ketimpangan ekonomi, dan kelemahan dalam sistem politik yang tidak sepenuhnya inklusif. Untuk mengatasi
hambatan ini, diperlukan strategi seperti peningkatan aksesibilitas fasilitas pemilu, reformasi kebijakan yang memastikan perlindungan hak politik penyandang
disabilitas, serta kampanye edukasi untuk menghilangkan stigma sosial.
Pendekatan Huntington dan Nelson juga menekankan pentingnya pemberdayaan
individu dan komunitas melalui penguatan institusi politik yang inklusif serta pembentukan struktur sosial yang mendukung partisipasi aktif. Dengan strategi yang terintegrasi, diharapkan penyandang disabilitas dapat berkontribusi secara
penuh dalam proses politik, sehingga tercipta sistem demokrasi yang lebih adil
dan representatif.

*Tantangan Hak Politik Penyandang Disabilitas*

Hak politik penyandang disabilitas menjadi isu krusial dalam demokrasi modern. Dalam konteks sosiologi politik, persoalan ini berkaitan erat dengan dinamika kekuasaan, struktur sosial, dan representasi politik. 

Berikut adalah pembahasan mendalam mengenai tantangan-tantangan utama yang dihadapi penyandang disabilitas:

A. Tantangan Struktural
Struktur sosial dan politik seringkali belum sepenuhnya mengakomodasi
kebutuhan penyandang disabilitas. Beberapa tantangan yang muncul meliputi:
ï‚· Aksesibilitas Fisik yang Terbatas
Lokasi tempat pemungutan suara (TPS) sering kali tidak ramah disabilitas. Tangga tanpa ramp, lorong sempit, atau absennya fasilitas yang aksesibel menghalangi penyandang disabilitas fisik untuk menggunakan hak pilih
mereka.
ï‚· Prosedur Administrasi yang Rumit
Sistem pendaftaran pemilih sering kali tidak dirancang untuk mengakomodasi penyandang disabilitas, khususnya mereka yang memiliki keterbatasan penglihatan, pendengaran, atau kognitif.
ï‚· Ketidakadilan dalam Sistem Pemilu
Beberapa negara memiliki peraturan yang membatasi hak pilih individu dengan disabilitas mental atau intelektual. Hal ini sering kali berdasarkan asumsi yang tidak adil tentang ketidakmampuan mereka untuk membuat
keputusan politik.

B. Tantangan Sosial dan Budaya
Budaya dan norma sosial yang dominan dapat menciptakan lingkungan yang tidak inklusif. Dalam konteks sosiologi politik, ini mencerminkan bagaimana stigma dan stereotip memengaruhi hubungan sosial dan akses ke kekuasaan.

ï‚· Stigma Sosial dan Diskriminasi
Penyandang disabilitas sering kali dianggap tidak kompeten secara intelektual atau emosional untuk berpartisipasi dalam politik. Stigma ini menurunkan kepercayaan diri mereka dan mengurangi dukungan masyarakat terhadap keterlibatan mereka dalam politik.
ï‚· Kurangnya Representasi Positif
Minimnya figur penyandang disabilitas dalam dunia politik menyebabkan masyarakat jarang melihat mereka sebagai aktor politik yang potensial. Hal ini memperkuat persepsi bahwa mereka tidak layak memegang
jabatan publik.

C. Tantangan Ekonomi
Kesenjangan ekonomi antara penyandang disabilitas dan populasi umum
memperburuk hambatan partisipasi politik mereka.
ï‚· Keterbatasan Sumber Daya
Penyandang disabilitas cenderung memiliki akses yang lebih sedikit terhadap pendidikan dan pekerjaan, yang berdampak langsung pada
kemampuan mereka untuk berkontribusi secara finansial dalam kampanye politik atau menghadiri kegiatan politik.
ï‚· Ketergantungan Ekonomi
Banyak penyandang disabilitas bergantung pada bantuan keluarga atau pemerintah, sehingga mereka memiliki sedikit ruang untuk menjadi
mandiri dalam keputusan politik mereka.

D. Tantangan Teknologi
Teknologi memainkan peran penting dalam pemilu modern, tetapi kurangnya perhatian terhadap aksesibilitas dapat menjadi hambatan.
ï‚· Kurangnya Teknologi Inklusif
Mesin pemilu elektronik, aplikasi pendaftaran online, atau alat bantu suara sering kali tidak dirancang untuk penyandang tunanetra atau
tunarungu.
ï‚· Kesenjangan Digital
Penyandang disabilitas sering kali tidak memiliki akses yang setara ke perangkat digital dan internet, membatasi partisipasi mereka dalam
diskusi politik daring atau kampanye digital.

E. Tantangan Institusional
Institusi politik sering kali tidak cukup inklusif untuk melibatkan penyandang disabilitas.
ï‚· Partai Politik yang Tidak Akomodatif
Sebagian besar partai politik tidak memiliki kebijakan internal untuk mendorong keterlibatan penyandang disabilitas sebagai anggota atau
kandidat.
ï‚· Kurangnya Pelatihan untuk Penyelenggara Pemilu Banyak penyelenggara pemilu yang tidak memiliki pemahaman atau pelatihan tentang cara melayani pemilih dengan disabilitas, yang
mengakibatkan pengalaman yang tidak ramah atau diskriminatif.

* Dampak pada Demokrasi

Ketidakmampuan sistem sosial dan politik untuk mengakomodasi penyandang disabilitas menciptakan konsekuensi serius bagi demokrasi:
ï‚· Eksklusi dari Proses Politik
Hambatan ini membuat penyandang disabilitas sering kali tidak dapat menggunakan hak pilih mereka atau mencalonkan diri sebagai pemimpin
politik.
ï‚· Kualitas Representasi yang Tidak Setara
Tanpa partisipasi penyandang disabilitas, kebijakan yang dihasilkan tidak mencerminkan kebutuhan dan aspirasi mereka, memperbesar
ketimpangan sosial.
ï‚· Pengabaian Potensi Sosial
Penyandang disabilitas yang memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi unik sering kali diabaikan, sehingga mempersempit keragaman dalam proses pengambilan keputusan politik. Tantangan hak politik penyandang disabilitas mencerminkan dinamika kompleks
antara struktur sosial, budaya, ekonomi, dan institusi politik. Hambatan yang mereka hadapi meliputi aksesibilitas fisik yang terbatas, stigma sosial, diskriminasi, kesenjangan ekonomi, hingga kurangnya teknologi yang inklusif.
Dalam konteks sosiologi politik, hal ini menunjukkan bagaimana relasi kekuasaan
dan norma sosial dapat menghambat partisipasi kelompok marginal dalam sistem
politik.

Ketidakmampuan sistem politik untuk mengakomodasi penyandang
disabilitas berdampak pada eksklusi mereka dari proses demokrasi, lemahnya
representasi politik, serta pengabaian terhadap kebutuhan dan potensi mereka.
Oleh karena itu, upaya kolektif dari pemerintah, masyarakat, dan institusi politik
diperlukan untuk menghilangkan hambatan tersebut, baik melalui penguatan
regulasi, peningkatan aksesibilitas, maupun perubahan sikap sosial, guna
mewujudkan demokrasi yang inklusif dan berkeadilan.

*Strategi Untuk Memperkuat Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas*

Teori Partisipasi Politik Samuel P. Huntington dan Joan Nelson yang menjelaskan mengenai bahwa partisipasi politik tidak sekadar aktivitas individual, melainkan produk interaksi struktural antara sistem politik dan kondisi sosial masyarakat. Merupakan teori yang relevan bagi seluruh kegiatan politik untuk selalu
menekankan bahwa setiap individu berhak mendapatkan haknya dalam politik. Maka dari itu untuk menciptakan strategi yang baik demi memberikan hak politik dalam suatu negara demokrasi terutama kepada kelompok disabilitas partai politik membuat organisasi sayap partai politik guna memperkuat dan mewadahi
seluruh aspirasi politik kaum disabilitas.
Ide untuk mengakomodasi penyandang disabilitas dalam kelompok- kelompok sayap partai politik merupakan hal yang masuk akal, mengingat
pentingnya partisipasi organisasi sayap dalam internal partai politik. Terlepas dari disabilitas yang mereka miliki - fisik, intelektual, mental, atau sensorik - para penyandang disabilitas memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menjalani kehidupan yang sukses, mandiri, dan bebas dari diskriminasi. Negara harus menjunjung tinggi hak-hak penyandang disabilitas dan menjamin keterlibatan mereka dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasukdalam hal partisipasi dan hak-hak politik.
Alasan utama penyandang disabilitas dapat berpartisipasi dalam organisasi sayap yang berfungsi sebagai sumber anggota dan pelaksana kebijakan partai politik yang dianggap sesuai adalah kesetaraan hak, karena organisasi
tersebut merupakan wadah yang dibuat oleh partai politik berdasarkan strata sosial dan segmentasi masyarakat. Sumber anggota dan pelaksana kebijakan partai politik yang dianggap sejalan dengan keyakinan dan tujuan politiknya. Partai politik dapat melihat hal ini sebagai indikasi dedikasi mereka.

Partai politik sebagai cara bagi mereka untuk menunjukkan dedikasi dan akuntabilitas mereka dalam memajukan hak-hak politik penyandang disabilitas. partai politik untuk mendukung hak-hak politik penyandang disabilitas. Hal ini
disebabkan karena peningkatan keterlibatan politik masyarakat dalam rangka perencanaan kegiatan politik dan pemerintahan merupakan salah satu tujuan khusus pembentukan partai politik. dalam rangka perencanaan penyelenggaraan pemerintahan dan politik.

Ada dua cara agar penyandang disabilitas dapat diikutsertakan dalam organisasi sayap partai politik. Opsi pertama adalah memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk menduduki jabatan eksekutif di sejumlah organisasi yang berbeda dengan kuota tertentu. Peraturan organisasi sayap dapat, jika diperlukan, menetapkan pekerjaan apa saja yang terbuka bagi penyandang disabilitas. Membentuk organisasi sayap yang berbeda untuk penyandang
disabilitas adalah pilihan yang lebih progresif. Para penyandang disabilitas dapat menjadi pengurus inti dari organisasi baru ini, yang akan berkonsentrasi pada isu- isu disabilitas.

Penyandang disabilitas memiliki lebih banyak hak dan kesempatan untuk menyuarakan pendapat dan hak politik mereka berkat tiga tanggung jawab unik yang dimiliki oleh organisasi sayap partai politik, seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Gagasan tentang keterbatasan atau ketidakmampuan yang sering diasosiasikan dengan penyandang disabilitas harus diubah untuk memberikan mereka platform untuk mengekspresikan tujuan politik mereka dan memberikan kesempatan kepada partai politik untuk menggunakan pengaruh mereka dalam
merumuskan kebijakan dan program yang akan diperjuangkan (interest articulation) di eksekutif dan legislatif atas dasar kesetaraan hak.

Langkah selanjutnya untuk mendorong pencalonan penyandang disabilitas di berbagai jabatan publik atau penetapan kuota khusus bagi
penyandang disabilitas di parlemen niscaya akan lebih mudah dilakukan ketika program dan kebijakan partai politik sudah terfokus pada kesetaraan hak.

Diharapkan persyaratan pencalonan yang diskriminatif di bawah UU Pemilu tidak akan ada lagi. Oleh karena itu, dorongan dari dalam - dalam hal ini dari organisasi sayap partai politik - sangat diperlukan untuk memastikan bahwa rencana dan kebijakan partai politik yang berbasis pada kesetaraan hak sudah siap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun