Mohon tunggu...
Aditia Sugia
Aditia Sugia Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Psikologi Angkatan 2013 Universitas Islam Bandung

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apa itu Dependent Personality Disorder?

24 Januari 2016   12:54 Diperbarui: 24 Januari 2016   13:40 1758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar : www.haikudeck.com"][/caption]Apa itu Dependent Personality Disorder ? Depedent personality (ketergantungan berlebihan terhadap orang lain), adalah suatu kesalahan dimana dalam berhubungan dengan orang lain, individu merasa kesejahteraan orang lain lebih penting dibanding kesejahteraan dirinya sendiri. Pada dasarnya, mereka menjalani kehidupan mereka dari orang lain dan untuk orang lain, kepada siapa mereka menawarkan kehangatan, kelembutan, dan pertimbangan. Ketika orang yang mereka sayangi bahagia, orang dengan kepribadian dependen akan merasa bahagia. Tidak mengherankan, mereka cenderung berperan lebih pasif dalam hubungan mereka, menunda untuk berpendapat dan mengungkapkan keinginan dari orang yang mereka cintai, mereka cenderung mendahulukan kesenangan dan kepuasan orang lain terlebih dahulu baru bisa menikmati kesenangan diri sendiri.

Di depan orang ini akan terlihat baik, hangat, dan penuh kasih sayang, akan tetapi di belakang semua itu hanyalah untuk menjaga hubungan mereka supaya tetap terjaga yang dilatarbelakangi oleh rasa tidak berdaya dan takut melakukan apa-apa sendiri yang dialami oleh orang dengan kepribadian dependen. Apabila mereka kehilangan sosok itu maka orang dengan kepribadian dependen akan mencari sosok yang mampu dan kompeten untuk menjadi pengantinya sebagai sosok yang dapat menyelesaikan masalah untuk dirirnya. Dengan meletakkan hidup kepada orang lain, mereka takut hubungannya akan terputus, sehingga mereka akan berusaha selalu memenuhi keinginan pasangannya.

Kriteria Atau Ciri-Ciri Orang Dengan Gangguan Kepribadian Dependen

Menurut DSM-IV TR, kriteria atau ciri-ciri orang dengan gangguan kepribadian dependen adalah sbb :

Dependen yang berlebihan harus segera diurus dimana mengarah ke perilaku dan ketakutan yang sudah melekat, dimulai dari awal masa kedewasaan dan ada dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) sebagai berikut :

(1) memiliki kesulitan membuat keputusan sehari-hari tanpa diikuti saran dan jaminan dari orang lain.

(2) perlu orang lain untuk bertanggung jawab atas sebagian besar wilayah utama dalam hidupnya.

(3) memiliki kesulitan mengekspresikan ketidaksetujuan dengan orang lain karena takut kehilangan dukungan atau persetujuan. Catatan: Tidak termasuk ketakutan yang realistis.

(4) memiliki kesulitan memulai proyek atau melakukan hal-hal sendiri (karena kurangnya kepercayaan diri dalam penilaian atau kemampuan selain itu kurangnya motivasi atau energi).

(5) bersusah payah untuk memperoleh dukungan dari orang lain, menjadi relawan untuk melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan.

(6) merasa tidak nyaman atau tidak berdaya ketika sendirian karena ketakutan berlebihan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri.

(7) mendesak mencari hubungan lain sebagai sumber kekuatan dan dukungan ketika hubungan akan segera berakhir.

(8) tidak realistis sibuk dengan kekhawatiran jika ditinggalkan untuk mengurus dirinya sendiri.

Hal Positif Dari Gangguan Kepribadian Dependent   

Walaupun dependen merupakan suatu gangguan kepribadian, orang yang dependen masih memiliki sisi posotif dari gangguannya. Yaitu, The devoted style  (Oldham & Morris, 1995) adalah peduli dan cemas, umumnya menempatkan kesejahteraan orang lain terlebih dahulu. Mirip dengan devoted style adalah agreeing style (Millon et al.,1994), dibangun di sekitar ciri-ciri kegotong-royongan, pertimbangan, dan keramahan. Agak memiliki resiko mengganggu orang lain, mereka beradaptasi untuk mencegah mereka agar kompatibel dengan orang-sekitar mereka. Mempercayai orang lain untuk menjadi baik dan bijaksana, mereka siap mendamaikan perbedaandan membuat konsesi untuk mencapai solusi damai untuk konflik.

Varian sehat dari ketergantungan adalah bahwa mereka mampu empati yang tulus untuk orang lain, memiliki kapasitas luar biasa untuk dipertahankan cinta tanpa syarat. Selain itu, mereka adalah orang-orang yang paling percaya, dengan sederhana, tidak kritis, sikap lembut yang berkomunikasi dan penerimaan hampir tidak diragukan lagi. Mudah untuk menyenangkan dan menuntut sedikit, mereka idak pernah menetapkan standar tak terjangkau untuk disetujui dan hampir selalu mendorong dari pasangan mereka dan orang-orang terkasih. Sebagian besar memiliki waduk yang dalam goodwill dan benar-benar senang dengan nasib baik dari orang lain. Seringkali, mereka yang anggun bahkan untuk orang-orang yang mereka mungkin tidak suka.

Pandangan Teori Psikologi Terhadap Gangguan Kepribadian Dependen

PSIKODINAMIK

Menurut teori psikoanalitik, gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi pada fase oral perkembangan psikoseksual. Hal itu karena orang tua yang sangat melindungi (over protecting) atau orang tua yang mengikuti apa yang dibutuhkan penderita di masa kecil, atau menuntut perilaku dependen dari penderita sebagai imbalan dari pengasuhan. Dengan selalu terpenuhinya kemauan pada waktu kecil, maka orang ini menjadi kebiasaan bahwa dia harus selalu dipenuhi kemauannya. Akan tetapi orang ini menjadi tidak mandiri, oleh karena itu orang ini akan mencari orang lain untuk menjadi tempat bergantung.

PERSPEKTIF  INTERPERSONAL

Orang tua memainkan peran yang dominan dalam menciptakan patologi dependen, tapi keluarga lainnya dan pengalaman kelompok sebaya sering berkontribusi juga. Jika satu anak jauh lebih dominan atau agresif, yang lain mungkin terpaksa mengadopsi postur tunduk dan lari ke orang tua untuk perlindungan. Atau, anak bermusuhan atau sulit dapat menginspirasi saudara lain untuk menjadi "malaikat kecil" yang selalu mencari saran Mommy dan selalu melakukan apa yang dia katakan, penghargaan perhatian dan pujian nya dengan kehangatan dan kasih sayang. Perasaan ketergantungan dapat diperkuat ketika anak-anak dengan ciri-ciri bergantung mulai sekolah dan harus memisahkan untuk pertama kalinya dari orang tua yang sudah jauh seumur hidup mereka pelindung. Perasaan tidak menarik dan tidak mampu bersaing, terutama selama remaja, dapat mengakibatkan penghinaan sosial dan keraguan diri, menyebabkan anak-anak untuk kembali pada figur attachment sebelumnya sebagai kompensasi.
 
THE COGNITIVE PERSPECTIVE

Dalam Beck (1990), Fleming menyatakan sejumlah distorsi kognitif yang membuat gangguan tetap bertahan. Ada dua yang sepertinya penting: Pertama, individu dependen melihat dirinya sebagai “secara alamiah tidak mampu dan tidak berdaya”; kedua, kekurangan-kekurangan yang mereka rasa ada pada dirinya (self-perceived shortcomings) mengarahkan mereka untuk menyimpulkan bahwa mereka harus mencari seseorang yang bisa mengatasi kesulitan hidup dalam dunia yang berbahaya.

Hal tersebut sebenarnya hanya merupakan pengulangan dari apa yang telah mereka pelajari. Namun antara premis dan kesimpulan terdapat beberapa kesalahan logis yang menyimpangkan kenyataan (Fleming, 1990) dan kemudian membatalkan semua argumen. Yang paling penting dari hal tersebut adalah pemikiran dikotomus, suatu gaya pemikiran yang membagi dunia menjadi kutub yang saling bertolak belakang, tanpa terdapat daerah abu-abu di antara keduanya. Jika individu dependen tidak diperhatikan, mereka melihat diri mereka sendiri sebagai seseorang yang benar-benar sendirian di dunia ini. Dengan cara yang sama, jika mereka sama sekali tidak yakin bagaimana melakukan sesuatu, tentunya masalah tersebut pasti tidak dapat teratasi, paling tidak bagi mereka. Pemikiran dikotomus tidak dapat dihindari mengarah pada distorsi ketiga: individu dependen cenderung untuk menganggap sesuatu sebagai malapetaka.
 
Bagaimana Gangguan Ini Dapat Dicegah ?
            Gangguan ini dapat hilang  dengan beberapa prevensi, yaitu prevensi primer ( yaitu usaha-usaha pencegahan meliputi seluruh cara yang dirancang untuk mendorong perkembangan kesehatan dan perilaku penanganan yang efektif ), prevensi sekunder ( yaitu dengan mengenalkan deteksi dini dan penagnganan perilaku maladaptif ), prevensi tersier ( yaitu dengan penanganan terhadap penderita gangguan kepribadian dengan beberapa intervensi )

Prevensi primer :

Pada orang dengan kepribadian dependen keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepribadian dependen, sehingga bentuk pencegahan yang paling utama sasarannya adalah keluarga, terutama pola asuh. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mementingkan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran dan orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu pendekatan pada anak bersifat hangat. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru (Baumrind, 1997).

Prevensi sekunder :
               Untuk mencegah gangguan kepribadian ini masyarakat harus mengetahui bagaimana cara mengenai deteksi dini dan penganan orang yang menderita gangguan kepribadian dependen. Salahsatunya adalah dengan mengadakan penyuluhan dari para akademisi maupun praktisi yang berkaitan supaya masyarakat dapat memahami mengenai gangguan kepribadian atau perilaku maladaptif di lingkungannnya.

Prevensi tersier :
               Apabila sudah ada orang yang menderita gangguan kepribadian dependen, maka salah satu cara penanganannya adalah dengan psikoterapi. Psikoanalisis memebrikan terapinya dengan cara menyadarkannya akan pengalaman masa kecil dengan pengasuh yang menyebabkan gangguan ini muncul dengan melalui teknik asosiasi bebas, tafsir impian dan proses transferensi.
 
               
 
Daftar pustaka :
Millon, Theodore dkk. 2004, Personality Disorders In Modern Life Second Edition. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
_______,. 2016, Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Minum-Minuman Keras Di Kalangan Remaja Di Desa Kembangarum kecamatan Mranggen kabupaten Demak. Skripsi, Universitas Muhamadiyah Semarang. Dikutip dari Digilib.Unimus.ac.id/files/disk1/jtptunimus-gdl-yostikaely-5500-3-babii.pdf Pada 10 Januari 2016

Wiramihardja, S.A. 2005, Pengantar Psikologi Abnormal. P.T Refika Aditama, Bandung.

Penulis :

Aditia Sugia Rahmat  (10050013159)

Arfan Agung Gumelar (10050013172)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun