Mohon tunggu...
Adithya Tri Firmansyah R
Adithya Tri Firmansyah R Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengembang Hukum dan Teknisi Hukum

Learn to be Learn (Belajarlah untuk belajar menjadi terpelajar). Konten ini akan banyak memberikan suguhan tulisan yang bersifat informatif dan membuka wawasan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Aksi Peringatan Darurat: Ambivalensi Regulasi Demokrasi Daerah yang Berujung Amarah

26 Agustus 2024   17:13 Diperbarui: 29 Agustus 2024   04:16 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
                           Oleh: Adithya Tri Firmansyah R 

1. Kesatu, Kepada perancang UU (DPR), Masukan unsur Putusan MK dalam RUU Pilkada, atau bila perlu jangan lanjutkan pembahasan RUU Pilkada, baiknya dicabut dalam agenda legislasi, mengingat Putusan MK sudah dapat menjadi dasar;

2. Kedua, Dalam ikhwal politik legislasi, mempertahankan untuk terus-terusan membentuk norma-norma yang tidak aplikatif, akan menjadi preseden buruk. Oleh karena itu, hidupkan kembali dasar-dasar pembangunan hukum melalui kajian-kajian, evaluasi dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dalam UU 25/2004, RPJPN, beserta turunan-turunannya.

3. Ketiga, Dinasti politik akan terus berpotensi subur apabila mempertahankan Putusan MK No. 33/PUUXIII/2015 yang menegaskan bahwa praktik dinasti politik adalah konstitusional. Putusan ini memang menguji UU Pilkada, akan tetapi Putusan ini bisa saja berdampak tidak hanya dinasti politik demokrasi lokal, melainkan nasional. Oleh karena itu ke depan, harapannya MK dapat melakukan Overruling (Memberikan Pendapat Yudisial Baru) untuk menegasi pendapat yudisial dalam Putusan sebelumnya (Putusan No. 33/PUUXIII/2015) dan menegaskan bahwa Dinasti Politik adalah Inkonstitusional apabila ada yang mengajukan permohonan Pengujian UU sejenis;

4. Keempat, Hendaknya para penyelenggara negara dapat membenahi TAP MPR 6/2001 tentang Etika Berbangsa, agar aplikatif melalui Undang-Undang Etika Penyelenggaran Negara yang sempat redup. Mari wujudkan rezim kekuasaan yang berbasis etika. Jika itu terwujud, maka moralitas kekuasaan akan hidup.

Terakhir, saya hendak menutup dengan kesimpulan yang mengutip pandangan Michael Zinn, yaitu: The rule of law is a kind of conspiracy, and the rule of law masked the true sources of power in society (Zinn 1971). Dalam tulisannya yang cukup popular, "The Conspiracy of Law", Michael Zinn, menegaskan bahwa karakter negara yang menganut "rule of law" tidak lagi sebatas dipertentangkan dengan "rule of man", atau aturan yang disandarkan pada kepentingan penguasa. Melainkan adanya suatu jenis konspirasi dimana menempatkan rule of law telah menutupi sumber kekuasaan yang sesungguhnya di masyarakat (Herlambang P. W: 2007).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun