Kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crimes) yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dan secara signifikan mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan ketertiban masyarakat. Tindakan kebiri kimia diberikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun dan setelah itu harus dikembalikan seperti semula, apabila keadaan pelaku dikembalikan seperti semula maka hasrat seksual akan kembali. Hal ini justru dapat membuat pelaku melakukan kejahatannya lebih sadis dikemudian hari. "Para ahli andrologi menyatakan bahwa hasrat seksual tidak hanya berasal dari hormon testosterone bisa dari banyak faktor seperti fantasifantasi dalam ingatan, atau karena pelaku merupakan korban kejahatan seksual dimasa lalu sehingga pelaku melakukan kejahatan tersebut bukan dikarenakan tingginya dorongan seksual."
Pelaksanaan tindakan kebiri kimia akan dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk dengan dihadiri oleh jaksa, perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan. Selanjutnya, tindakan kebiri kimia tidak dapat dijatuhkan kepada pelaku anak yaitu mereka yang pada saat melakukan tindak pidana belum berusia 18 tahun. Bagi pelaku yang usianya antara 18-21 tahun pada saat melakukan tindak pidana dan dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun, lalu menjalani tindakan kebiri kimia setelah pidana pokoknya selesai, yang mana usianya masih berada di bawah 35 tahun dan fungsi hormonalnya masih sangat baik. Apabila berbicara tentang kasus kekerasan seksual, yang ada di benak masyarakat biasanya adalah bahwa pelaku adalah pria dewasa, namun tidak tertutup kemungkinan tindak pidana itu dilakukan oleh pelaku dengan jenis kelamin/orientasi seksual lain.
Adapun pandangan Komnas HAM terkait penerapan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual yaitu:Â
1.Pemberian hukuman melalui pengebirian dapat dikualifikasi sebagai penghukuman keji dan tidak manusiawi yang dengan demikian tidak sesuai dengan konstitusi dan komitmen Indonesia dalam bidang HAM. Ketentuan pasal 286 ayat (2) Konstitusi Indonesia menyatakan bahwa "setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia".Â
2.Pemberian hukuman tambahan dengan pengebirian (baik kimiawi maupun dengan operasi medis), dapat pula dikualifikasikan sebagai pelanggaran hak yaitu pelanggaran hak atas persetujuan tindakan medis dan hak perlindungan atas integritas fisik dan mental seseorang.
 Yang dapat dikenakan hukuman kebiri kimia:
1)Pelaku tindak pidana cabut kepada anak (Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.)
2)Pelaku tindak pidana persetubuhan kepada anak (Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.) Pidana Penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun; denda maksimal 5M.
Tidak semua pelaku tindak pidana cabul + persetubuhan dapat di kenakan. hukuman kebiri dan/atau pemasangan chip. Hanya khusus berlaku bagi:
1)Pelaku orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama;
2)Residivis perbuatan serupa ;