Mohon tunggu...
Adis Muliani
Adis Muliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa s1 hukum Universitas prima nusantara

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Penerapan PIdana Tambahan Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak

31 Januari 2025   23:45 Diperbarui: 31 Januari 2025   23:45 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Abstrak

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang PERPU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adanya penambahan sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 mengatur tentang penggunaan alat deteksi elektronik sebagai sanksi pidana sekunder. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan dan upaya penyelesaian terkait pemasangan alat deteksi elektronik terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Persoalan ini kemudian akan dibandingkan dengan ketentuan beberapa negara yang telah menerapkannya, seperti Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat, sehingga dapat ditemukan solusi untuk menerapkan sanksi bagi pemasangan alat pendeteksi elektronik, khususnya cara pengoperasian alat dengan menggunakan teknologi GPS dan bentuk alat berupa gelang elektronik yang diikatkan di kaki pelaku pelecehan seksual terhadap anak.

Keywords: Hukum Pidana; Hukum Pidana Tambahan; Hak Asasi Manusia; Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

A.Pendahuluan 

Setiap warga negara berhak memperoleh pengakuan, perlindungan, jaminan, kepastian hukum dan perlakuan sama di hadapan hukum. Anak menjadi bagian dari warga negara juga berhak menerima dan mendapatkan perlindungan atas pelaksanaan hak-haknya. Anak merupakan generasi penerus yang memiliki peran untuk ikut serta dalam proses pembangunan dan pengembangan nasional.

Anak berhak memperoleh kehidupan, pertumbuhan, dan berkembangan yang layak, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Namun kasus kekerasan pada anak di Indonesia semakin mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kekerasan seksual merupakan tindakan berkonotasi seksual tanpa persetujuan dan tidak diharapkan oleh korban, sehingga mengakibatkan rasa takut, malu, marah, dan tersinggung atas perbuatan pelaku. Kekerasan seksual meliputi perbuatan pendekatan yang berhubungan dengan seks termasuk keinginan permintaan melakukan hubungan badan, dan perbuatan lainnya baik secara fisik maupun melalui kata-kata yang mengarah pada kegiatan seksual.

Peraturan hukum yang mengatur tentang sanksi bagi pelaku kekerasan seksual pada anak di Indonesia telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan undang-undang perlindungan anak. Salah satu pasal dalam KUHP yang mengatur mengenai kekerasan seksual pada anak adalah Pasal 287. Berdasarkan Pasal 287 KUHP sanksi yang diberikan bagi pelaku adalah pidana penjara paling lama 9 tahun. Berdasarkan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memuat sanksi bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual pada anak dengan memberikan sanksi pidana penjara dalam kurun waktu selama 3 sampai 15 tahun dan pidana denda paling rendah sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling tinggi sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Keberadaan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik menjadi bentuk tindakan baru yang belum pernah diatur pada regulasi peraturan perlindungan anak sebelumnya. Terdapat pro dan kontra di masyarakat mengenai pengaturan tindakan tambahan tersebut, sebagian masyarakat berpendapat bahwa jika tindakan tambahan tersebut dilaksanakan, maka akan melanggar HAM pelaku dan dapat mengganggu kesehatan pelaku, dan sebagian masyarakat lainnya meminta agar tindakan tambahan tersebut dapat segera diatur dalam peraturan perundang-undangan dan dilaksanakan.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, penulis tertarik untuk melakukan analisis terkait alasan yang mendasari ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 yang mencantumkan tindakan tambahan berupa kebiri kimia.

B.Pembahasan 

Pidana Tambahan Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak Ditinjau Dari Tujuan Pemidanaan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Hukum melahirkan suatu hukuman sebagai esensi dan konsekuensi yang hadir dalam peradaban, setelah menjadi suatu kebutuhan manusia, maka ilmu hukum melahirkan cabang ilmu hukum pidana. Untuk mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, pemerintah perlu menambah pidana pokok berupa pidana mati dan pidana seumur hidup, serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Selain itu, perlu menambahkan ketentuan mengenai tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah perlu segera menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun