Akhmad Zainal Abidin selaku Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB menyatakan bahwa ini tidak sesuai. Faktanya, styrofoam terkesan mendominasi sampah-sampah di sungai karena memang bahannya yang terbuat untuk bisa mengapung di atas air. Kenyataannya, terdapat sampah lain yang "bersembunyi" di bawah styrofoam.
Kedua, styrofoam berdampak tidak baik bagi lingkungan karena tak bisa diurai.
Akhmad mengungkapkan, styrofoam memang tidak bisa diurai secara alami, tapi bisa diurai dengan bantuan teknologi seiring perkembangan zaman yang memberi kemudahan dalam berbagai hal.
Bila mengandalkan alam, memerlukan 1.000 tahun untuk menanti styrofoam terdegradasi.
Kriteria ramah lingkungan tidak lagi dinilai dari bisa atau tidaknya sebuah sampah terurai, tapi bisa atau tidaknya sampah tersebut didaur ulang.
Dibandingkan dengan kertas yang digunakan sebagai pengganti styrofoam untuk membungkus makanan, daur ulang styrofoam justru terbilang lebih mudah karena kertas dilapisi dengan plastik. Ini berarti, sebelum melakukan proses daur ulang, harus ada pemisahan antara kertas dan plastik yang melapisinya.
Styrofoam bisa didaur ulang menjadi beton ringan untuk perubahan, sebuah kerajinan tangan, pigura, dan bakan pembersih senyawa sulfur yang digunakan Pertamina.
Ketiga, styrofoam merupakan penyebab kanker.
Kandungan stirena yang ada pada styrofoam memang memiliki zat karsinogenik yang bisa memicu tumbuhnya penyakit paling mematikan tersebut. Tapi styrofoam yang beredar di pasaran saat ini bisa dipastikan oleh Akhmad tidak menimbulkan kanker.
Akhmad mengungkapkan, nilai asupan zat stirena yang hijrah dari styrofoam ke tubuh sejumlah 0,46 sampai 12 mg per orang setiap hari. Tidak sampai di situ, pria yang juga berperan sebagai dosen di ITB ini membandingkan kandungan stirena pada styrofoam dengan kandungan stirena yang ada pada telur dan stroberi.
Pada telur, kandungan stirena mencapai 10 mikrogram per per kilogram; sedangkan pada stroberi 275 mikrogram per kilogram. Ini membuktikan stroberi mengandung lebih banyak stirena dan kandungan stirena dalam styrofoam terbilang jauh lebih rendah dari batas aman yang telah ditentukan.