Mohon tunggu...
Adinda Tiara Putri
Adinda Tiara Putri Mohon Tunggu... -

i spill by writing

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Fakta Sebenarnya "Styrofoam" yang Dipercaya sebagai Mitos

19 Januari 2018   11:37 Diperbarui: 19 Januari 2018   12:00 1508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

You must have known styrofoam.

Siapapun pasti mengenal styrofoam dan pernah menggunakannya setidaknya sekali dalam sebulan. Ketika membeli makanan di luar, kadang penjual mengemas makanannya di dalam styrofoam. Begitupun di kantin-kantin kampus yang kerap membungkus makanan untuk mahasiswa di dalam wadah berwarna putih tersebut.

Styrofoam adalah sebuah wadah sekali pakai yang digunakan untuk aneka makanan, seperti mi instan, daging mentah yang biasanya dijual di supermarket, dan---seperti sudah disebutkan sebelumnya---makanan-makanan yang dijajakan di toko makanan, dan sejumlah minuman seperti di gerai-gerai kopi ternama.

Stryrofoam termasuk isulator panas yang baik, membuatnya mudah untuk dibawa dan menjaga suhu makanan sebagaimana saat diisi ke dalamnya. Wadah ini terbuat dari polistirena atau polimer stirena yang terbuat dari minyak bumi dan diproduksi dengan memasukkan polistirena ke sebuah cetakan. Styrofoam sebenarnya adalah penyebutan yang kurang tepat, karena itu adalah sebuah merek dari The Dow Chemical Company.

Disadur dari CNNIndonesia, sampai sekarang banyak sekali mitos yang bertebaran mengenai wadah makanan ini. Sebagian menyebutnya sebagai pemicu kanker, sebagian lagi menyebutnya berbahaya untuk organ penglihatan.

Karena dianggap sulit diurai aam, styrofoam terbilang berdampak buruk pada lingkungan. Penggunaan yang berlebih bisa dibuktikan dengan bagaimana selokan-selokan yang sering kamu jumpai di sekitarmu tersumbat karena banyaknya wadah putih ini "terjebak" di sana.

Pernahkah kamu menyangka bahwa anggapan-anggapan yang sering kamu dengar atau bahkan tertanam di dalam pikiranmu ini hanyalah sebuah mitos?

Kemudian, kalau memang ini semua hanya mitos, apa saja fakta yang seharusnya lebih diutamakan?

Pertama, sudah disebutkan banyak orang yang menganggap wadah ini merusak lingkungan.

Mitos ini mulai beredar di masyarakat luas sewaktu Walikota Bandung Ridwan Kamil merilis larangan menggunakan styrofoam untuk membungkus makanan karena sampah styrofoam menimbun di sungai.

Benarkah mitos ini?

Akhmad Zainal Abidin selaku Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB menyatakan bahwa ini tidak sesuai. Faktanya, styrofoam terkesan mendominasi sampah-sampah di sungai karena memang bahannya yang terbuat untuk bisa mengapung di atas air. Kenyataannya, terdapat sampah lain yang "bersembunyi" di bawah styrofoam.

Kedua, styrofoam berdampak tidak baik bagi lingkungan karena tak bisa diurai.

Akhmad mengungkapkan, styrofoam memang tidak bisa diurai secara alami, tapi bisa diurai dengan bantuan teknologi seiring perkembangan zaman yang memberi kemudahan dalam berbagai hal.

Bila mengandalkan alam, memerlukan 1.000 tahun untuk menanti styrofoam terdegradasi.

Kriteria ramah lingkungan tidak lagi dinilai dari bisa atau tidaknya sebuah sampah terurai, tapi bisa atau tidaknya sampah tersebut didaur ulang.

Dibandingkan dengan kertas yang digunakan sebagai pengganti styrofoam untuk membungkus makanan, daur ulang styrofoam justru terbilang lebih mudah karena kertas dilapisi dengan plastik. Ini berarti, sebelum melakukan proses daur ulang, harus ada pemisahan antara kertas dan plastik yang melapisinya.

Styrofoam bisa didaur ulang menjadi beton ringan untuk perubahan, sebuah kerajinan tangan, pigura, dan bakan pembersih senyawa sulfur yang digunakan Pertamina.

Ketiga, styrofoam merupakan penyebab kanker.

Kandungan stirena yang ada pada styrofoam memang memiliki zat karsinogenik yang bisa memicu tumbuhnya penyakit paling mematikan tersebut. Tapi styrofoam yang beredar di pasaran saat ini bisa dipastikan oleh Akhmad tidak menimbulkan kanker.

Akhmad mengungkapkan, nilai asupan zat stirena yang hijrah dari styrofoam ke tubuh sejumlah 0,46 sampai 12 mg per orang setiap hari. Tidak sampai di situ, pria yang juga berperan sebagai dosen di ITB ini membandingkan kandungan stirena pada styrofoam dengan kandungan stirena yang ada pada telur dan stroberi.

Pada telur, kandungan stirena mencapai 10 mikrogram per per kilogram; sedangkan pada stroberi 275 mikrogram per kilogram. Ini membuktikan stroberi mengandung lebih banyak stirena dan kandungan stirena dalam styrofoam terbilang jauh lebih rendah dari batas aman yang telah ditentukan.

Namun, semuanya kembali lagi ke skala pemakaian. Selama tidak dipakai terlalu sering dan tidak terlalu bergantung pada wadah putih ini, maka semuanya aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun