"Kalian harus tau, Ayah akan selalu ada di dekat kita. Mungkin kita gak bisa melihat Ayah secara langsung sekarang, tapi Ayah bisa. Apa kalian mau Ayah kalian juga sedih di sana? Siapa yang akan menghibur ayah di sana kalau Ayah sedih? Mungkin kalian di sini bisa Bunda hibur, tapi Ayah?"
Bunda tersenyum tipis sembari menghapus air mata kami secara bergantian.
"Kalian ingat kata-kata Bunda ya. Sejauh mana kenangan mengingatkan kita, posisinya akan tetap berada di belakang. Kita boleh menyimpannya di dalam hati sampai kapanpun itu. Akan tetapi, jangan biarkan kenangan itu menghalangi kita untuk bangkit dan berjalan ke depan ya," ucap bunda yang segera kami angguki.
Benar kata bunda, jangan sampai kenangan menghalangi kita untuk berjalan ke depan. Cerita soal ayah akan selalu tersimpan jauh di dalam hati kami, khususnya hatiku. Dari sekian banyaknya orang yang bisa dijadikan sosok favorit di hidup orang lain, aku akan tetap memilih ayah menjadi tokoh favoritku. Mungkin, perasaan rinduku terkadang seakan memintanya untuk hidup kembali. Aku menyimpulkan itu memang hal wajar bagi setiap anak yang merasakan kehilangan. Ya, walaupun itu memang mustahil. Tapi tidak papa, itu salah satu cara untuk menyauarakan sedihnya. Dari sini dan di tempat ini juga, aku belajar untuk benar-benar mengikhlasan kepergian ayah tanpa harus menyembunyikannya lagi. Aku yakin, suatu hari nanti ketika mendatangi tempat-tempat favorit kami lagi tidak akan ada suasana sehisteris ini. Bahkan mungkin aku akan menampilkan senyumku, bukan tangisku lagi. Semoga saja hari itu cepat datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H