Mohon tunggu...
Adila QonitaDaa
Adila QonitaDaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nikah Wajib Dicatat!

20 Februari 2023   23:13 Diperbarui: 20 Februari 2023   23:14 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NIKAH WAJIB DICATAT!

Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Abstrak

Pencatatan perkawinan ialah salah satu dari berbagai asas hukum perkawinan dalam lingkup nasional. Dalam peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia, adanya asas pencatatan perkawinan tersebut saling berkaitan dan menentukan sah tidaknya suatu perkawinan, maka selain harus memenuhi ketentuan hukum agama serta kepercayaan masing-masing, hal tersebut juga menjadi syarat sahnya suatu perkawinan. Oleh karena itu, pencatatan dan pembuatan akta nikah adalah kewajiban yang harus dilakukan yang juga tertuang dalam peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia. Namun nyatanya, kewajiban pencatatan dan pembuatan akta nikah menimbulkan ambiguitas makna hukum, karena kewajiban mencatat dan membuat akta nikah untuk setiap perkawinan hanya dianggap sebagai kewajiban administratif, bukan penentu sah atau tidaknya suatu akta nikah. perkawinan, maka pencatatan perkawinan merupakan suatu hal yang tidak ada hubungannya dan menentukan sah tidaknya suatu perkawinan. Sekalipun perkawinan itu dilangsungkan menurut hukum masing-masing agama atau kepercayaannya, tetapi tidak dicatatkan, perkawinan itu pun dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum.

Kata kunci: pencatatan, perkawinan, sosial, keluarga, agama.

Abstrac

Marriage registration is one of the various legal principles of marriage within the national scope. In the laws and regulations on marriage in Indonesia, the existence of the principle of registration of marriages is interrelated and determines whether a marriage is valid or not, so apart from having to comply with the provisions of religious law and each other's beliefs, this is also a requirement for the validity of a marriage. Therefore, recording and making a marriage certificate is an obligation that must be carried out which is also contained in the marriage laws and regulations in Indonesia. But in fact, the obligation to record and make a marriage certificate creates ambiguity in the meaning of law, because the obligation to record and make a marriage certificate for every marriage is only considered as an administrative obligation, not to determine whether a marriage certificate is valid or not. marriage, the registration of marriage is something that has nothing to do with and determines whether or not a marriage is valid. . Even if the marriage is carried out according to the laws of each religion or belief, but is not registered, the marriage is also considered to have no legal force.

Keywords: registration, marriage, social, family, religion.

Pendahuluan

 Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara kedua insan manusia yaitu seorang pria dengan seorang wanita yang menjadi suami istri serta mempunyai tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang kekal dan harmonis berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang telah diatur didalam Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan. Perkawinan juga merupakan bagian kehidupan yang termasuk sakral karena semestinya hanya dilakukan sekali seumur hidup bersama pasangan yang telah dipilih, serta harus memperhatikan norma-norma masyarakat. Lagipun dengan berbagai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, seringkali perkawinan dilakukan dengan berbagai model seperti kawin lari, kawin sembunyi-sembunyi dan adapun kawin kontrak sehingga muncul perkawinan yang sekarang paling populer di masyarakat yaitu perkawinan yang tidak tercatat atau nikah siri. 

 Perkawinan yang tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), maka wajib mengadakan Sidang Isbat Nikah, Isbat Nikah ialah suatu langkah yang harus ditempuh bagi pasangan yang belum memiliki akta nikah tetapi telah menikah menurut hukum agama. Namun karena status pernikahannya sah menurut agama saja, maka Panitera Nikah tidak dapat menerbitkan Akta Nikah untuk perkawinan siri.

  Tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya, bahwa apapun agamanya selalu mengajarkan bagaimana sebuah pernikahan tersebut terjadi dan dilangsungkan, serta bagaimana pula masing-masing dari suami isteri senantiasa harus saling melengkapi bahtera rumah tangga yang dibangunnya dengan melakukan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi. Sucinya perkawinan juga diakibatkan oleh adanya unsur agama yang melekat. Berlangsungnya suatu perkawinan oleh agama apa saja diberikan prosedur secara tepat dan rinci. Sedangkan, apabila melewatkan atau mengabaikan prosedur dan tata cara tersebut, dapat mengakibatkan perkawinan yang bersangkutan dianggap melanggar tatanan agama dan tidak diakui keberadaannya.

A. Sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia 

Dalam sebuah kegiatan dan Tindakan tidak bisa terlepas dari sebuah data dan berkas sepertihalnya dalam Pendaftaran dan pencatatan pernikahan, yang mana dalam hal ini telah banyak transformasi dari waktu ke waktu. pencatatan perkawiana tidak terlepas dari proses sejarah pembuatan perundang-undangan dalam hal ini pencatatan perkawinan merupakan dari bagian undang undang perkawinan yang harus terpenuhi. Sehingga ketentuan pencatatan perkawian sudah menjadi hal yang wajar ketika mengalami perubahan. Bila mana berdasarkan sejarah tata cara pernikahan pada mulanya tercantum dalam Undang-Undang Pendaftaran Perkawinan, Perceraian dan Permukiman No. 22 Tahun 1946. Undang-undang ini pertama kali berlaku di Jawa dan Madura. Yang mana hukum percatatan perkawinan terjadi dalam dua masa, yang pertama sebelum berlakunya undang -- undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan yang kedua setelah berlakunya undang -- undang No. 1 Tahun 1974. Yang mana pada masa pertama sebelum tahun 1974 masing menggunakan hukum kolonial sebab belum adanya kajian pencatatan perkawinann, barulah pada masa yang kedua setelah tahun 1974 pencatatan pernikahan mengalami perubahan dari hasil peninjauan dan revisi hukum pencatatan perkawinan zaman kolonial, pada masa ini mengalami banyak perbedaan dan ketentuan dari tahun sebelumnya. 

B. Mengapa Pencatatan Perkawinan di Perlukan?

Pencatatan perkawinan menjadi hal yang penting dan diperlukan bagi masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum tentang perkawinan dan kelahiran anak yang sesuai dengan peraturanyang berlaku. Perkawinan yang tidak tercatat tidak mempunyai kekuatan hukum perkawinan menurut atau berdasarkan UU 1 Tahun 1974. Perkembangan asas hukum ini ditonjolkan dalam pasal 1(2) UU 1974. UU 1 Tahun 1974 memiliki kelemahan karena terdiri dari dua alinea, perkawinan menurut hukum masing-masing agama dan unsur-unsur pencatatan perkawinan yang wajib (tidak termasuk keharusan). 28 Kelemahan ketentuan Pasal 2 ini adalah ketentuan Pasal 2 UU No. 1 sejak tahun 1974 telah menimbulkan perbedaan penafsiran tentang pencatatan perkawinan yang sah, tentang keberadaan dan maknanya. Di sisi lain, pasal 1(2) Undang-Undang (1974) secara alternatif ditafsirkan bahwa perkawinan sah berdasarkan hukum agama atau kepercayaan apa pun; sebaliknya, jika Pasal 2 UU 1/1974 ditafsirkan secara kumulatif, maka pencatatan perkawinan juga menentukan sahnya perkawinan itu. Sehingga dapat dikatakan tujuan dari pencatatan perkawinan untuk memenuhi tata tertib administrasi pernikahan, sebab hal itu menjadi poin yang paling utama dalam pencatatan perkawinan yang sesuai dengan peraturan perundang -- undangan yaitu memberikan data berkas perkawinan kepada petugas, sehingga terpenuhilah hak -- hak sebagai suami istri yang sah menurut hukum perundang -- undang-an dalam ikatan perkawinan. Melalui pencatatan perkawinan yang dinyatakan dalam akta perkawinan, bila terjadi perselisihan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, salah seorang dari mereka dapat pergi ke pengadilan untuk melindungi atau memperoleh hak-hak dari yang lain. Jika perkawinan tidak dicatatkan dalam buku nikah, maka perkawinan itu tidak ada. Perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum agama dan pencatatan sipil kepercayaan sehingga dapat dilakukannya peninjauan sesuai data yang valid, sehingga bisa menyelesaikan permasalahan yang ada. Selain itu guna pencatatan perkawinan untuk melindungi hak-hak anak dalam keluarga.

C. Berikan makna filosofis,sosiologis, religius, dan yuridis pencatatan perkawinan!

- Pencatatan perkawinan sesuai makna filosofis 

Landasan Filosofis Perkawinan menurut hukum Islam yang sesuai landasan filosofis adalah berdasarkan Pancasila, khususnya sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Landasan filosofis ini dipertegas dalam Pasal 2 KHI yang berisi: Pertama ikatan perkawinan bersifat miitsaaqon gholiidhan (akad yang sangat kuat), Kedua semata-mata untuk mentaati perintah Allah, Ketiga melaksanakannya adalah ibadah.126 Berdasarkan landasan filosofis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa esensi perkawinan Islam adalah meliputi akidah, ibadah dan muamalah. Oleh sebab itu perkawinan merupakan hal yang sangat sakral.Pencatatan perkawinan secara filosofis adalah untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum baik bagi yang bersangkutan maupun orang lain dan masyarakat. Menurut peneliti dalam analisis keberlakuan hukum secara filosofis, pencatatan perkawinan adalah untuk memberikan keamanan dan kenyamanan dalam bentuk kepastian, kekuatan dan perlindungan hukum terhadap suami-istri. Dengan ungkapan lain, tidak terpenuhinya pencatatan perkawinan, maka implikasi secara hukum adalah tidak memiliki kekuatan hukum dan akhirnya hak-hak keperdataan akibat perkawinan menjadi tidak terjamin. Pencatatan perkawinan melambangkan adanya ikatan sosial , keadilan dan kesetaraan, serta tanggung jawab dalam kelangsungan hidup manusia dan spiritualitas oleh sebab itu, pencatatan perkawinan harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk menjalani hidup bersama dengan pasangan hidupnya

- Pencatatan perkawinan sesuai makna religius  

Pencatatan perkawinan secara religius berkaitan pula dengan makna spiritual dimana didalam suatu pernikahan memerlukan hubungan yang baik antara suami dan istri untuk mencapai keluarga yang rukun serta terhindar dari perpecahan yang menimbulkan perceraian. Pernikahan merupakan suatu upaya dalam mengarungi bahtera rumah tangga, ikatan pernikahan dipandang sebagai suatu ikatan yang suci dan sakral sebagai jalan untuk beribadah kepada Tuhan. Begitulah makna religius tentang pentingnya sebuah ikatan pernikahan.

- Analisis sosiologis

Pencatatan perkawinan memiliki beberapa makna sosiologis sebagai berikut:

 a. Menciptakan kepastian hukum

Dengan pencatatan perkawinan, pasangan suami istri memiliki kepastian hukum tentang hak dan kewajiban mereka sebagai pasangan suami istri. Hal ini memungkinkan mereka untuk melindungi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka secara hukum.

b. Meningkatkan kestabilan keluarga

Pencatatan perkawinan dapat membantu meningkatkan kestabilan keluarga. Dengan adanya sanksi hukum yang mengatur perkawinan, pasangan suami istri akan lebih terdorong untuk mempertahankan hubungan mereka dan menyelesaikan masalah yang muncul dalam rumah tangga.

c. Analisis Yuridis

Dalam hal ini diakui oleh masyarakat, perkawinan merupakan suatu pranata yang diakui oleh undang-undang, sehingga keutuhan dan kelangsungannya dalam tatanan kehidupan bersyarat dan berbangsa dijamin oleh undang-undang. Menurut Mahkamah Konstitusi, pengertian kewajiban administratif berupa pencatatan perkawinan dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang negara, pendaftaran tersebut diperlukan dalam misi negara untuk menjamin perlindungan, pemajuan, pemenuhan dan pelaksanaan hak asasi manusia yang merupakan tugas negara dan harus dipenuhi. Menurut prinsip negara hukum yang demokratis diatur dan ditentukan dalam pasal 281 ayat dan ayat 5 UUD 1945. Kedua, pencatatan nikaj oleh negara dimaksudkan agar perkawinan sebagai suatu perbuatan hukum yang penting dalam kehidupan dilakukan oleh orang yang bersangkutan dengan akibat hukum yang sangat luas, dan di kemudian hari dapat dibuktikan secara otentik melalui pembuktian yang lengkap, sehingga mendapat perlindungan. dan pengabdian kepada negara sesuai dengan hak-hak yang timbul dari perkawinan itu dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna.

D. Bagaimana menurut pendapat kelompok anda tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan apa dampak yang terjadi bila perkawinan tidak dicatatkan secara sosiologis, religious dan yuridis

Pendapat kelompok kami mengenai pencatatan perkawinan di Indonesia bertujuan agar sistem administrasi pencatatan perkawinan berjalan sebagaimana mestinya yang sudah diatur dalam perundang-undangan. Yang mana dengan administrasi yang baik, pasangan suami istri akan mendapat haknya masing-masing, seperti halnya kepastian hukum terhadap status suami, istri maupun anak. Selain itu pencatatan pernikahan akan mempermudah penyelesaian masalah terhadap hukum yang diakibatkan dari pernikahan. Seperti halnya perceraian, seorang hakim akan melakukan peninjauan data status pernikahan. Bila mana hal itu sesuai maka akan mempermudah penyelesaian masalah tersebut, begitu juga permasalahan lain yang berhubungan dengan pernikahan. 

Dampak secara sosiologis pencatatan perkawinan dimana dilihat dari sisi sosiologis, pernikahan merupakan bentuk kerjasama antar suami dan istri dalam kehidupan bermasyarakat yang diatur khusus dalam suatu ikatan yang sah menurut syarat dan ketentuan. Sehingga pencatatan perkawinan perlu dilakukan untuk menghindari dampak buruk sosiologis dimana suami menjalani haknya, dan istri menjalani hak istri sebagaimana mestinya sehingga terciptalah keluarga yang rukun dan berbahagia dengan begitu akan terhindar dari perpecahan yang berujung perceraian. Dimana dengan adanya pencatatan pernikahan, suatu percerain yang terpaksa dilakukan dapat dijalankan dengan seadil-adilnya.

Dampak religius:

 - Pernikahan bisa dianggap tidak sah akadnya karena bisa jadi tidak sesuai ketentuan dalam pernikahan (rahasia dan tanpa adanya saksi / wali)

 - Menimbulkan dosa karena akan menjadi fitnah di masyarakat

 - Ditakutkan akan menimbulkan kemudharatan dalam pernikahan tanpa pencatatan perkawinan

Akibat Perkawinan yang tidak dicatatkan menurut yuridis, yaitu perkawinan akan menimbulkan akibat hukum bagi suami dan istri dalam perkawinan tersebut, diantaranya yaitu hubungan hukum antara suami dan istri, terbentuknya harta benda perkawinan, kedudukan dan status anak yang sah, serta hubungan pewarisan. Tidak terdaftarnya masyarakat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki konsekuensi yang pastinya ditanggung. Salah satu konsekuensinya adalah masyarakat tidak dapat mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil yang berakibat pada banyak lain hal, seperti: 

1. Kedudukan dan status anak yang dilahirkan

Menurut pasal 42 UU Perkawinan dijelaskan bahwa "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah". Perkawinan yang sah merupakan perkawinan menurut masing-masing agamanya. Perkawinan dicatatkan di Kantor Urusan Agama untuk yang beragama Islam, dan di Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama selain Islam. Pencatatan tersebut dibuktikan dengan adanya akta perkawinan. Hal tersebut juga telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan. Oleh karena itu, jika anak terlahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan, maka status anak yang dilahirkan sama halnya dengan anak luar kawin. Akibatnya adalah anak tersebut akan memiliki akta kelahiran yang hanya tercantum nama ibunya saja. Hal ini akan mempengaruhi psikologis anak, karena ia merasa berbeda dengan anak yang lain.

2. Pewarisan

 Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa anak yang terlahir dari orangtua yang perkawinannya tidak dicatatkan, maka sama halnya dengan anak luar kawin. Akibatnya terhadap hak mewaris anak tersebut hanya memiliki hak mewaris terhadap ibunya dan keluarga ibunya saja. Hal tersebut dijelaskan juga dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya". Oleh karena itu, anak tidak dapat mewaris dari ayahnya dan tidak terjadi hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. 

3. Dampak Pendidikan

Bagi anak yang berasal dari masyarakat yang melakukan pendidikannya di sekolah umum, maka anak tersebut diharuskan mengikuti pelajaran agama yang bukan merupakan kepercayaannya. 

4. Dampak ekonomi

Apabila keluarga tersebut punya masalah ekonomi, kemudian mereka terpaksa meminjam dari bank. Maka jika terjadi terhambatnya peminjaman uang ke bank dikarenakan tidak adanya bukti mengenai akta perkawinan. 

5. Dampak psikologis

 Sebagai kasusnya yaitu adanya diskriminasi terhadap pengadministrasian di kalangan Warga Negara Indonesia (WNI), yang seharusnya memiliki hak yang sama dalam pemenuhan pengadministrasian. 

Perkawinan yang tidak dicatatkan juga sangat merugikan seorang perempuan karena perempuan tidak dianggap sebagai istri yang sah, istri tidak berhak atas nafkah dan warisan apabila suaminya meninggal dunia, istri tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perceraian, karena perkawinan tersebut secara hukum tidak pernah terjadi. Akibat hukum yang sudah diuraikan sangat merugikan masyarakat karena terdapat perlakuan diskriminasi terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. 

 Kesimpulan

Pencatatan perkawinan melambangkan adanya ikatan sosial , keadilan dan kesetaraan, serta tanggung jawab dalam kelangsungan hidup manusia dan spiritualitas oleh sebab itu, pencatatan perkawinan harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan untuk menjalani hidup bersama dengan pasangan hidupnya Pencatatan perkawinan sesuai makna religius Analisis sosiologis Pencatatan perkawinan memiliki beberapa makna sosiologis sebagai berikut: Menciptakan kepastian hukum Dengan pencatatan perkawinan, pasangan suami istri memiliki kepastian hukum tentang hak dan kewajiban mereka sebagai pasangan suami istri.

Dampak religius: Pernikahan bisa dianggap tidak sah akadnya karena bisa jadi tidak sesuai ketentuan dalam pernikahan (rahasia dan tanpa adanya saksi / wali) Menimbulkan dosa karena akan menjadi fitnah di masyarakat Ditakutkan akan menimbulkan kemudharatan dalam pernikahan tanpa pencatatan perkawinan Akibat Perkawinan yang tidak dicatatkan menurut yuridis, yaitu perkawinan akan menimbulkan akibat hukum bagi suami dan istri dalam perkawinan tersebut, diantaranya yaitu hubungan hukum antara suami dan istri, terbentuknya harta benda perkawinan, kedudukan dan status anak yang sah, serta hubungan pewarisan.

Referensi : 

Agung Basuki, dalam jurnal "Akibat Hukum Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan Secara Administratif Pada Masyarakat Adat", Administrative Law & Governance Journal. Volume 2, Issue 1, March 2020

"Urgensi Pencatatan Pernikahan di Indonesia Halaman Kompasiana.com" https://www.kompasiana.com/misbahkhasyifani/63ebaa793e952f30f0142b92/urgensi-pencatatan-pernikahan-di-indonesia?page=3&page_images=1 Diakses pada 20 Februari 2023

Nama Anggota Kelompok 4:

Muhammad Bagus Riyanto (212121190) 

Arlisa Khusna Ab'dillah (212121195) 

Adila Qonita Da'a (212121215) 

Saskia Ayu Andini (212121216) 

Devia Diva Sukma Santika (212121220) 

Salafudin Zain (212121221)

Mb17r2002@gmail.com ; abdillaharlisa@gmail.com ; adilaqonita09@gmail.com ; andinisaskia099@gmail.com ; deviads23@gmail.com ; salafudinzaen99@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun