Saat pembelajaran sudah berakhir aku tidak langsung pulang, aku mencari tempat duduk yang nyaman dibawah pohon rindang yang sangat cukup untuk melindungi tubuhku dari panasnya terik matahari. Aku memikirkan keadaan kelas tadi yang membuatku tidak nyaman, dengan keadaan seperti tadi aku berangan-angan seandainya ada sekolah khusus perempuan pastinya akan lebih mempermudah kaum perempuan dalam mendapatkan ilmu. Dari angan-anganku itu aku mulai berpikir bagaimana jika aku saja nanti yang akan membangun sekolah islam khusus perempuan. Tujuanku tentunya untuk mempermudah agar perempuan lebih leluasa belajar dan lebih percaya diri mengungkapkan segala pertanyaan serta rasa penasaran tanpa merasa malu dan merasa rendah diri.
Akupun beranjak dari tempat duduk, kembali melihat ke sekolah mencari keberadaan kakakku di ruangannya. Yang dicari pun masih terlihat di ruangannya duduk tenang menyelesaikan berkas-berkas kerjaannya dengan telaten. Kakakku yang sangat menginspirasiku aku ingin bisa seperti dia bisa mendirikan sekolah. Aku berencana untuk berbicara kepada kakakku tentang impianku untuk membangun sekolah islam khusus perempuan.
Dengan perut laparku aku menunggu kakakku keluar dari ruangannya untuk pulang bersama, karena ada yang akan aku bicarakan jadinya aku mengajak kakakku pulang bersama.
Lelaki berbadan tegap dengan wajah yang mulai menua keluar dari ruangannya, "Kenapa kau belum pulang?."
Aku pun menoleh ketika mendengar suara kakakku, "Awak menunggu abang."
Cuaca hari itu sedang bagus, ditemani dengan kicauan burung-burung dengan hembusan angin sore, aku dan kakakku pun berjalan bersama menuju rumah. Di perjalanan tidak ada yang memulai bicara, aku ragu-ragu untuk berbicara karena topik yang aku bicarakan agak sensitif. Selang beberapa menit setelah berfikir aku pun memberanikan diri untuk berbicara.
"Abang setelah lulus nanti awak ingin mendirikan sekolah khusus perempuan," ujarku ragu karena takut akan jawaban kakakku.
"Untuk apa? kan sudah ada Diniyah School, perempuan juga bisa bersekolah disitu," jawab kakaku.
"Tapi di Diniyah School, ruang untuk kaum perempuan itu terbatas ilmu yang didapat pun sangat terbatas. Awak ingin membuat kaum perempuan mendapatkan ilmu lebih luas lagi," tegasku dengan penuh percaya diri, ini memang mimpiku sejak dahulu.
"Abang ingin kau meneruskan Sekolah Diniyah School, kalau bukan kau nanti siapa lagi?"
Hanya hembusan nafas yang terdengar, aku sudah tahu ini jawaban Kakakku. Namun aku harus bisa meyakinkan Kakakku bahwa tujuanku baik.