Pendahuluan
Dunia pendidikan saat ini dihadapkan pada beragam tantangan kompleks yang terus berkembang. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana menyesuaikan kurikulum dengan tuntutan dunia kerja yang semakin dinamis. Selain itu, pendidikan juga dituntut untuk membekali peserta didik dengan kemampuan adaptif dan inovatif yang memungkinkan mereka menghadapi perubahan yang cepat. Di tengah tuntutan tersebut, nilai-nilai karakter juga tidak boleh diabaikan. Pendidikan karakter yang seimbang dengan pencapaian akademik menjadi kunci untuk membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berintegritas dan memiliki kepedulian sosial.
Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, berbagai pendekatan dan kerangka konseptual telah diajukan. Dua di antaranya yang menarik untuk dikaji adalah pragmatisme dan filosofi Tri Hita Karana. Pragmatisme, sebagai sebuah aliran filsafat, menekankan pada nilai guna atau kegunaan praktis dari pengetahuan (Wasitohadi, 2007). Dalam konteks pendidikan, pragmatisme mendorong pembelajaran yang relevan dengan kehidupan nyata dan berorientasi pada pemecahan masalah. Di sisi lain, Tri Hita Karana, sebuah konsep filosofis dari Bali, mengajarkan tentang pentingnya harmoni hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Konsep ini menawarkan perspektif holistik yang mengintegrasikan aspek spiritual, sosial, dan lingkungan dalam kehidupan manusia (Suryawan et al., 2022).
Meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, pragmatisme dan Tri Hita Karana memiliki potensi sinergi yang sangat menarik untuk dikembangkan dalam konteks pendidikan kontemporer. Pragmatisme dapat memberikan landasan yang kuat untuk merancang kurikulum yang relevan dan berorientasi pada praktik, sementara Tri Hita Karana dapat memberikan dimensi nilai-nilai moral dan spiritual yang diperlukan untuk membentuk karakter peserta didik. Integrasi kedua konsep ini diharapkan dapat menghasilkan model pendidikan yang tidak hanya mampu menjawab tantangan zaman, tetapi juga mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi, karakter, dan kepedulian sosial yang tinggi.
Pragmatisme dalam Dunia Pendidikan
Pragmatisme, sebuah aliran filsafat yang digagas oleh tokoh-tokoh ternama seperti Charles Sanders Peirce, William James, dan John Dewey, menawarkan perspektif yang unik tentang pengetahuan dan kebenaran. Aliran ini menekankan bahwa nilai suatu ide atau gagasan terletak pada sejauh mana ide tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan nyata dan memecahkan masalah praktis. Dalam konteks pendidikan, pragmatisme mendorong pembelajaran yang tidak hanya berfokus pada penghafalan teori, tetapi juga pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Peserta didik didorong untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran, menghubungkan teori dengan praktik, dan mencari solusi atas permasalahan yang relevan dengan kehidupan mereka (Nidawati, 2022).
Pendekatan pragmatis dalam pendidikan telah terbukti efektif dalam meningkatkan motivasi dan keterlibatan aktif peserta didik. Dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang nyata, pragmatisme membantu mereka melihat relevansi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, pragmatisme juga mengembangkan kemampuan adaptif siswa, karena mereka dilatih untuk menghadapi situasi yang kompleks dan mencari solusi yang inovatif. Penelitian empiris yang dilakukan oleh Dewey (2015) dan Biesta (2010) mendukung klaim ini, menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan pendekatan pragmatis cenderung lebih termotivasi, lebih aktif terlibat dalam pembelajaran, dan memiliki kemampuan adaptif yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan pendekatan tradisional.
Tri Hita Karana dalam Dunia Pendidikan
Tri Hita Karana merupakan konsep filosofis yang berasal dari Bali, Indonesia, yang menawarkan pandangan holistik tentang kehidupan manusia. Konsep ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan harmoni dalam tiga aspek kehidupan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan sesama (Pawongan), dan hubungan manusia dengan alam semesta (Palemahan). Dalam konteks pendidikan, Tri Hita Karana dapat menjadi landasan yang kuat untuk membentuk karakter peserta didik yang seimbang. Nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Hita Karana, seperti toleransi, gotong royong, dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan, sangat relevan dengan tantangan pendidikan masa kini.
Penerapan konsep Tri Hita Karana dalam pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai praktik. Pembiasaan ritual keagamaan, seperti doa bersama dan persembahyangan, dapat memperkuat hubungan spiritual peserta didik. Pembelajaran berbasis kearifan lokal, seperti mempelajari sejarah dan budaya Bali, dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas dan warisan budaya. Selain itu, program pelestarian lingkungan, seperti kegiatan penanaman pohon dan pengolahan sampah, dapat menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam. Penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Dharma et al (2023) dan Asih (2022), telah menunjukkan bahwa implementasi Tri Hita Karana di sekolah-sekolah Bali mampu membentuk karakter peserta didik yang lebih spiritual, peduli sosial, dan ramah lingkungan.
Integrasi Konseptual Pragmatisme dan Tri Hita Karana
Meskipun pragmatisme dan Tri Hita Karana berasal dari latar belakang filosofis yang berbeda, kedua konsep ini memiliki kesamaan mendasar yang memungkinkan terjadinya integrasi yang sinergis dalam konteks pendidikan. Salah satu kesamaan yang menonjol adalah penekanan pada kegunaan praktis dari pengetahuan. Pragmatisme, dengan fokusnya pada pemecahan masalah nyata, mendorong pembelajaran yang relevan dan bermakna bagi peserta didik. Sementara itu, Tri Hita Karana, sebagai filosofi hidup yang telah teruji oleh waktu, mengaitkan pengetahuan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, baik pragmatisme maupun Tri Hita Karana sama-sama mengutamakan pengembangan kompetensi yang holistik pada peserta didik. Kedua konsep ini menekankan pentingnya mengembangkan kemampuan adaptif, kreatif, dan pemecahan masalah. Pragmatisme mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mandiri, sedangkan Tri Hita Karana menanamkan nilai-nilai seperti gotong royong, toleransi, dan rasa tanggung jawab. Terakhir, kedua konsep ini juga memiliki kesamaan dalam hal penekanan pada keseimbangan. Pragmatisme menekankan pentingnya keseimbangan antara teori dan praktik, sehingga pembelajaran tidak hanya berorientasi pada penguasaan pengetahuan akademik, tetapi juga pada penerapannya dalam kehidupan nyata. Sementara itu, Tri Hita Karana mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta.
Potensi Sinergi Pragmatisme dan Tri Hita Karana
Hasil penelitian lapangan yang dilakukan di sejumlah sekolah di Bali mengindikasikan adanya potensi sinergi yang kuat antara pendekatan pragmatis dan filosofi Tri Hita Karana dalam konteks pendidikan. Integrasi kedua konsep ini dapat menghasilkan model pembelajaran yang lebih holistik dan relevan dengan kebutuhan siswa abad 21. Pendekatan pragmatis, dengan fokusnya pada pemecahan masalah nyata dan pengembangan keterampilan berpikir kritis, dapat diperkaya dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Tri Hita Karana. Misalnya, proyek-proyek pembelajaran yang berbasis masalah dapat dirancang untuk tidak hanya mengembangkan kompetensi kognitif siswa, tetapi juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam.
Selain itu, praktik-praktik yang berakar pada Tri Hita Karana, seperti ritual keagamaan dan kegiatan pelestarian lingkungan, dapat diperkaya dengan pendekatan pragmatis. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga memiliki makna dan tujuan yang jelas bagi peserta didik. Misalnya, ritual keagamaan dapat dikaitkan dengan isu-isu sosial kontemporer, sehingga siswa dapat memahami relevansi nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, kegiatan pelestarian lingkungan dapat dirancang sebagai proyek berbasis masalah yang melibatkan siswa dalam mencari solusi atas permasalahan lingkungan yang ada di sekitar mereka. Lebih lanjut, pengembangan kurikulum dan perancangan pembelajaran secara keseluruhan dapat mengadopsi prinsip-prinsip keseimbangan yang terdapat dalam Tri Hita Karana. Dengan demikian, dapat tercipta keselarasan antara pencapaian akademik, pembentukan karakter, dan kepedulian terhadap lingkungan.
Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi Implementasi
Penelitian ini telah berhasil membuka jalan baru dalam dunia pendidikan dengan mengintegrasikan dua kerangka konseptual yang selama ini dianggap terpisah, yaitu pragmatisme dan Tri Hita Karana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi antara kedua konsep ini memiliki potensi yang sangat besar untuk menciptakan model pendidikan yang holistik dan relevan dengan tantangan zaman. Model pendidikan ini tidak hanya mampu mengembangkan kompetensi kognitif siswa, seperti kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, tetapi juga mampu membentuk karakter yang seimbang, serta menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan. Dengan demikian, lulusan dari pendidikan yang mengintegrasikan pragmatisme dan Tri Hita Karana diharapkan mampu menjadi individu yang tidak hanya sukses secara akademik, tetapi juga memiliki kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan.
Penelitian ini telah berhasil membuka jalan baru dalam dunia pendidikan dengan mengintegrasikan dua kerangka konseptual yang selama ini dianggap terpisah, yaitu pragmatisme dan Tri Hita Karana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi antara kedua konsep ini memiliki potensi yang sangat besar untuk menciptakan model pendidikan yang holistik dan relevan dengan tantangan zaman. Model pendidikan ini tidak hanya mampu mengembangkan kompetensi kognitif siswa, seperti kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, tetapi juga mampu membentuk karakter yang seimbang, serta menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan. Dengan demikian, lulusan dari pendidikan yang mengintegrasikan pragmatisme dan Tri Hita Karana diharapkan mampu menjadi individu yang tidak hanya sukses secara akademik, tetapi juga memiliki kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan.
Untuk mewujudkan potensi sinergi antara pragmatisme dan Tri Hita Karana dalam pendidikan, beberapa rekomendasi dapat diajukan. Pertama, perlu dilakukan integrasi nilai-nilai Tri Hita Karana ke dalam desain kurikulum dan pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah (pragmatis). Kedua, praktik-praktik Tri Hita Karana, seperti ritual keagamaan dan pelestarian lingkungan, perlu dirancang dengan pendekatan pragmatis agar lebih bermakna dan relevan bagi siswa. Ketiga, pengembangan profesionalitas guru menjadi kunci keberhasilan implementasi model pendidikan ini. Guru perlu diberikan pelatihan yang memadai untuk memahami dan mengimplementasikan integrasi pragmatisme dan Tri Hita Karana dalam pembelajaran. Terakhir, kolaborasi yang erat antara sekolah, komunitas lokal, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung implementasi model pendidikan holistik ini. Dengan demikian, diharapkan dapat terwujud pendidikan yang tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan manusia yang utuh dan berkarakter.
KesimpulanÂ
Dengan mengimplementasikan rekomendasi yang telah diajukan, diharapkan sistem pendidikan nasional mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki karakter spiritual, sosial, dan kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Integrasi antara pragmatisme dan nilai-nilai Tri Hita Karana dalam proses pembelajaran diyakini dapat mencetak individu yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja, sekaligus memiliki moralitas yang kuat dan kesadaran akan tanggung jawab sosial. Lulusan seperti ini diharapkan tidak hanya sukses di bidang profesional, tetapi juga menjadi agen perubahan yang positif dan berperan aktif dalam pembangunan bangsa yang berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Asih, J. T. (2022). IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS TRI HITA KARANA ( THK ) PADA SISWA SMAN SATU ATAP. 3, 303--311. https://doi.org/10.5281/zenodo.7033374
Biesta, G. (2010). How to use pragmatism pragmatically? Suggestions for the twenty-first century. Education and Culture, 26(1), 5-18.
Dewey, J. (2015). Democracy and Education. New York: Macmillan.
Dharma, I. M. A., Sutajaya, I. M., Suja, I. W., & Sudewiputri, M. P. (2023). Integrasi Tri Hita Karana dalam Pendidikan Anak-Anak Bali: Memelihara Budaya dan Etika. 6(1), 52--59.
Nidawati. (2022). Keterkaitan dan implikasi pragmatisme dalam pendidikan. 12(2), 423--444.
Suryawan, I. P. P., Sutajaya, I. M., & Suja, I. W. (2022). Tri Hita Karana sebagai Kearifan Lokal dalam Pengembangan Pendidikan Karakter. 5, 50--65.
Wasitohadi. (2007). Pragmatisme, humanisme dan implikasinya bagi dunia pendidikan di indonesia. 1982, 175--190.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H