Ketiga, Akademisi. Akademisi sebagai kasta terpilih karena kecakapan intelektualnya. Buah pemikirannya dari hasil kajian, konsep, riset, dan temuan teknologi dapat diimplementasikan untuk mendeteksi, mengurangi dampak, dan menanggulangi banjir. Keempat, Pelaku usaha, Tanggung jawab sosial pelaku usaha atau perusahaan dapat meringankan beban masyarakat rentan dan korban bencana.Â
Donasi logistik, pakaian, obat-obatan dan perbaikan prasarana fisik pasca banjir sangat dibutuhkan. Kolaborasi penggalangan dan penyaluran antara pelaku usaha, komunitas relawan, dan pemerintah adalah komitmen yang perlu dibangun.
Kelima, Media. Salah satu pilar demokrasi ini dapat menjadi corong yang menyuarakan informasi akurat. Jurnalis dapat merilis informasi kondisi cuaca harian, visualisasi peta wilayah terdampak banjir, reportase dari lokasi banjir, dan beragam pernik pemberitaan banjir.Â
Pemberitaan media dengan informasi yang valid dalam mitigasi bencana dapat meminimalisir dampak bencana dan menyelamatkan korban. Media dapat juga menjadi penganjur keteladanan di era digital dengan pemberitaan obyektif yang menggiring opini dan energi publik agar terketuk empati untuk membantu korban bencana.
Setiap pihak memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus dijalankan secara berkelanjutan dan mematuhi komitmen bersama demi risiko bencana banjir tidak semakin menyengsarakan masyarakat. Percayalah, kesabaran dan ketangguhan masyarakat Bengawan Jero sudah teruji adaptif lintas generasi menyintas banjir. Inilah yang dinamakan resiliensi.
*) Adi Faridh adalah Alumni Geografi Universitas Negeri Malang tinggal di Lamongan Jawa Timur
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI