Edwin bercerita bahwa sebagai anaknya bos Astra, ia mendapat perlakukan istimewa di kantor. Pekerjaan hariannya terbilang ringan karena karyawan lain sudah membereskan tugasnya sedemikian rupa, sehingga ia tak perlu repot-repot mengerjakannya sendiri. Di samping itu, ia juga selalu dihormati dan disegani oleh staf-stafnya. Maklum lah, siapa sih yang berani sama anaknya bos?
Namun, keistimewaan tersebut lenyap begitu ayahnya menjual mayoritas saham Astra pada tahun 1992. Kehidupan Edwin di kantor pun berbalik, seperti halnya Keluarga Hong.
Jika dulu ketika ia ingin bertemu dengan manajer Astra, ia hanya perlu bilang dan manajer tadi akan langsung datang menghadap, maka kini ceritanya jadi lain. Sebab, ia mengaku pernah disuruh menunggu si manajer selesai main golf dulu sebelum bertemu dengannya hanya karena ia bukan siapa-siapa lagi di Astra.Â
Biarpun dulu pernah diperlakukan begitu spesial, namun karena sekarang statusnya bukan siapa-siapa, maka ia cuma dipandang sebagai orang biasa saja!
Kedua, tidak semua investor mempunyai niat baik.
Dari pengalaman, saya berani menyimpulkan bahwa setiap investor hanya mempunyai satu tujuan, yakni memperoleh keuntungan. Hanya saja, cara untuk mendapatkan keuntungan tersebut bisa berbeda-beda.
Memang ada investor yang sengaja membeli perusahaan untuk memperbaiki kinerjanya yang sedang jelek, mengubahnya menjadi lebih baik, dan kemudian menjualnya dengan harga lebih tinggi.Â
Hal itu dilakukan seperti kita membeli sebuah rumah tua dengan harga yang sangat murah, lalu melakukan renovasi secara besar-besaran, dan kemudian menjualnya dengan harga yang mahal.
Namun, ada juga investor yang mempunyai niat jelek, seperti membeli perusahaan untuk melikuidasi aset-asetnya. Investor seperti itu biasanya hanya mengincar aset perusahan yang bisa dijual, dan mengabaikan nasib karyawan yang bekerja di dalamnya.
Kalau kamu pernah menonton film Wall Street (1987) maka kamu pasti paham maksud saya. Sebab, film tersebut mengisahkan sepak terjang Gordon Gekko (Michael Douglas) yang ingin membeli saham maskapai penerbangan dengan tujuan untuk "mempreteli" aset-asetnya untuk dijual kembali.
Gekko sama sekali tidak peduli dengan hidup karyawan maskapai tersebut. Baginya, karyawan bukanlah aset yang berharga. Ia lebih peduli pada aset lain, yang memang bisa dijual dengan harga mahal.