Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Dua Garis Biru, Sebuah Tamparan Batin dalam Cerita Pernikahan Anak

14 Februari 2023   09:59 Diperbarui: 14 Februari 2023   10:00 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Dua Garis Biru/Sumber: hot.detik.com

"Saya pasti akan menanggung Dara dan anak saya." 

Itulah kalimat yang diucapkan Bima (Angga Yunanda) dengan suara yang bergetar. Bergetar karena ia tahu bahwa ia sudah melakukan kesalahan yang fatal. Sebuah kesalahan yang mencoreng nama baik keluarganya, sekaligus "merenggut" impian pacarnya, Dara (Adhisty Zara).

Di usianya yang terbilang masih remaja, Bima sepertinya sudah tahu akibat dari kesalahan yang bakal ditanggungnya. Menghamili pacarnya (yang juga teman SMA-nya) jelas merupakan kesalahan yang akan terus disesalinya seumur hidup. 

Namun demikian, ia paham bahwa penyesalan tersebut tidak akan memperbaiki keadaan. Bagaimana pun, sebagai lelaki, ia mesti bertanggung jawab atas perbuatannya. Semuanya demi keluarganya, demi Dara, dan, terlebih demi calon anaknya.

Keberanian tersebut tentu tidak muncul begitu saja di hati Bima. Sebab, awalnya, begitu tahu Dara hamil, ia sempat kalut, bingung, dan galau. Maklum, ia takut bahwa kabar itu kelak bakal jadi aib bagi keluarga. 

Oleh sebab itu, sebelum berita itu diketahui orang lain, maka ia kemudian membujuk Dara untuk melakukan aborsi. Ia berpikir bahwa aborsi adalah solusi termudah untuk masalahnya. 

Namun, Dara ternyata menolak. "Aku juga bingung, Bim. Tapi, aku gak bisa melakukan ini (aborsi)," kata Dara sambil berlinang air mata.

Alhasil, mereka kemudian berupaya menyembunyikan kehamilan tersebut serapat mungkin. Mereka berharap, sampai mereka lulus sekolah, tak ada seorangpun yang mengetahui hal tersebut. 

Meski begitu, serapi apapun upaya mereka untuk menutupi kenyataan itu, pada akhirnya, semua terkuak. 

Sialnya, waktu dan tempatnya justru keliru. Sebab, rahasia itu malah terbongkar di sekolah! Persoalan itu tentu tambah runyam, terlebih setelah Dara dikeluarkan dari sekolah dan seisi sekolah jadi tahu cerita memalukan tersebut!


Lebih dari Cerita Cinta Anak SMA

Sekiranya itulah sekeping mozaik yang menyusun cerita di Film Dua Garis Biru. Film yang disutradarai oleh Gina S. Noor ini memang menawarkan perspektif yang berbeda dibandingkan dengan film-film sejenis, seperti Dilan, Dear Nathan, dan Ada Apa Dengan Cinta.

Alur cerita Dua Garis Biru ditampilkan tanpa bertele-tele. Sejak awal, kita sudah dikenalkan dengan karakter utamanya dengan cara yang lugas. 

Sebut saja adegan ketika guru meminta siswanya berdiri begitu nilai ujiannya diumumkan. Dara yang memperoleh nilai 100 langsung berdiri dengan sigap. Berbeda jauh dengan Bima yang tampak ogah-ogahan berdiri karena mendapat nilai 40!

Kecerdasan Dara dan Bima memang berbeda. Namun, bukan berarti mereka tidak bisa saling cocok dan jatuh cinta. 

Sebagai sepasang kekasih, mereka begitu "lengket", sebab kerap pergi ke mana-mana berdua, dan hampir tak ada sekat yang membatasi mereka. 

Hal itulah yang kemudian membuat mereka terlibat seks bebas, sekaligus memantik konflik yang menggulirkan alur di film ini.

Film ini dibuat begitu realistis. Ceritanya dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari. Saya bahkan sempat mengira bahwa cerita di film ini diangkat dari kisah nyata, meski belakangan saya mesti merevisi pemikiran saya sebelumnya setelah tahu bahwa Bima dan Dara hanyalah sosok fiktif.

Meski begitu, cerita di film ini bisa menjadi sebuah cerminan sosial bagi orang-orang tertentu yang mempunyai kesamaan nasib dengan Bima dan Dara. 

Kasus hamil di luar nikah dan pernikahan anak, seperti yang dialami oleh Bima dan Dara, bukanlah hal baru di Indonesia. 

Silakan cari kasus pernikahan anak di Indonesia, dan akan muncul lusinan berita yang memperlihatkan hal tersebut.

Satu contoh teranyar yang menunjukkan kasus tersebut ialah pernikahan anak yang terjadi di Sulawesi Selatan pada Bulan Desember 2022 kemarin. Kedua anak yang dinikahkan tersebut masih di bawah umur 18 tahun, dan jelas hal itu bertentangan dengan norma sosial dan aspek kesehatan. 

Pernikahan anak jelas mempunyai sejumlah risiko. Di antaranya ialah ketidaksiapan organ reproduksi wanita dalam melahirkan anak, serta potensi anak terlahir cacat.

Hal ini sebetulnya sempat disinggung di film Dua Garis Biru. Ada adegan yang menunjukkan ketika dokter yang memeriksa kehamilan Dara menjelaskan bahwa kehamilan tersebut sejatinya cukup rawan karena bisa menyebabkan bayi terlahir prematur, memiliki disabilitas, atau bahkan mengalami stunting. Bukankah itu cara yang cerdas menyampaikan sebuah edukasi tanpa harus menggurui?!

Selain itu, film ini sepertinya juga ingin memperlihatkan pentingnya peran keluarga sebagai "support system" bagi anak. 

Memang betul bahwa "wajah" keluarga yang ditampilkan di film ini sangat kontras (Dara berasal dari keluarga kaya yang tinggal di sebuah rumah mewah dengan kolam renang di dalamnya, sementara keluarga Bima hidup bersahaja di sebuah kontrakan kecil di pinggir sungai). 

Namun, keduanya mempunyai cara yang berbeda dalam menangani masalah anaknya.

Ibunda Bima (Cut Mini) dan Ayahanda Bima (Arswendy Bening) misalnya mampu bersikap bijak, bertanggung jawab, dan terbuka menerima Dara sebagai bagian dari keluarga dengan bersedia mengizinkannya tinggal bersama, setelah orangtuanya mengusirnya dari rumah. 

Sementara ayahanda Dara (Dwi Sasono) dan Ibunda Dara (Lulu Tobing) lebih bersikap soliter. Mereka bahkan sempat meminta sanak familinya untuk mengadopsi anaknya Dara karena takut Dara tidak akan mampu merawat dan membesarkan anaknya sendiri!

Solusi yang ditawarkan kedua keluarga tadi memang berbeda, meski tujuannya sama, yakni demi kebaikan si anak tadi. 

Agaknya, sebagai penulis naskah sekaligus sutradara, Gina S. Noor mencoba memberikan sejumlah alternatif. Ia seolah menawarkan solusi yang berbeda, tanpa membenarkan atau mempersalahkan masing-masing solusi tersebut. 

Sebagai penonton, kitalah yang justru "dipaksa" memilih solusi tertentu andaikan terjebak di situasi tersebut!

Film ini mendapat sejumlah penghargaan, di antaranya Piala Citra, Jogja-Netpac Asian Film Festival, dan Maya Award. Penghargaan tadi tentu tidak bisa diraih tanpa didukung oleh aktor dan aktris di dalamnya. 

Saya pribadi mengapresiasi akting Angga Yunanda sebagai Bima. Ia mampu menampilkan sosok Bima yang awalnya labil, tapi kemudian tegar dan berani bertanggung jawab. Adegan ketika ia mendapat tamparan keras dari ibundanya terlihat natural dan begitu emosional!

Demikian pula akting Adhisty Zara sebagai Dara. Dua Garis Biru bukanlah film pertamanya. Sebelumnya ia sempat bermain di film Keluarga Cemara. Agaknya di film itulah bakat akting mulai terasah dan kemudian terlihat matang di film Dua Garis Biru. 

Di film Dua Garis Biru, ia mampu menampilkan sosok Dara yang berani. Berani mengambil keputusannya sendiri. Berani memperjuangkan hidup anaknya. Berani menerima hidup dengan semua kesenangan dan kesedihannya.

Selepas menamatkan film ini, saya jadi banyak merenung. Jelas film ini bukanlah film cinta-cintaan ABG yang alurnya dangkal. Bagi saya, ini adalah film yang bermakna. Film yang bermakna adalah film yang meninggalkan jejak di batin para penontonnya. 

Mungkin film ini cocok ditonton saat Valentine. Mungkin juga di lain kesempatan. Namun, yang jelas, kita akan jarang mendengar rayuan gombal di dalamnya, tetapi bakal memetik sebuah hikmah yang disampaikan tanpa kata-kata. 

Salam.

Referensi:
https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6475821/ditolak-kua-sejoli-siswa-smp-di-bulukumba-nikah-siri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun