Lebih dari Cerita Cinta Anak SMA
Sekiranya itulah sekeping mozaik yang menyusun cerita di Film Dua Garis Biru. Film yang disutradarai oleh Gina S. Noor ini memang menawarkan perspektif yang berbeda dibandingkan dengan film-film sejenis, seperti Dilan, Dear Nathan, dan Ada Apa Dengan Cinta.
Alur cerita Dua Garis Biru ditampilkan tanpa bertele-tele. Sejak awal, kita sudah dikenalkan dengan karakter utamanya dengan cara yang lugas.Â
Sebut saja adegan ketika guru meminta siswanya berdiri begitu nilai ujiannya diumumkan. Dara yang memperoleh nilai 100 langsung berdiri dengan sigap. Berbeda jauh dengan Bima yang tampak ogah-ogahan berdiri karena mendapat nilai 40!
Kecerdasan Dara dan Bima memang berbeda. Namun, bukan berarti mereka tidak bisa saling cocok dan jatuh cinta.Â
Sebagai sepasang kekasih, mereka begitu "lengket", sebab kerap pergi ke mana-mana berdua, dan hampir tak ada sekat yang membatasi mereka.Â
Hal itulah yang kemudian membuat mereka terlibat seks bebas, sekaligus memantik konflik yang menggulirkan alur di film ini.
Film ini dibuat begitu realistis. Ceritanya dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari. Saya bahkan sempat mengira bahwa cerita di film ini diangkat dari kisah nyata, meski belakangan saya mesti merevisi pemikiran saya sebelumnya setelah tahu bahwa Bima dan Dara hanyalah sosok fiktif.
Meski begitu, cerita di film ini bisa menjadi sebuah cerminan sosial bagi orang-orang tertentu yang mempunyai kesamaan nasib dengan Bima dan Dara.Â
Kasus hamil di luar nikah dan pernikahan anak, seperti yang dialami oleh Bima dan Dara, bukanlah hal baru di Indonesia.Â