Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

"Hikmah" di Balik Pensiun-nya Mario Mandzukic

6 September 2021   07:00 Diperbarui: 6 September 2021   10:53 1232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mario Mandzukic/ Sumber: AFP/Miguel Medina via bola.kompas.com

Bagi seorang pemain sepakbola, usia di atas 30 tahun adalah masa-masa yang  "kritis". Disebut demikian, sebab pada masa tersebut, banyak pemain sepakbola memutuskan gantung sepatu alias pensiun. 

Salah satu di antaranya adalah Mario Mandzukic. Pemain yang pernah berkarier di sejumlah klub elit, seperti Bayern Muenchen, Juventus, dan AC Milan tersebut pada minggu kemarin mengumumkan mengakhiri kiprahnya di dunia sepakbola.

Tidak diketahui rencana Mandzukic berikutnya. Boleh jadi, ia bakal beristirahat sejenak dari hiruk-pikuk dunia, menikmati masa pensiunnya dengan tenang, sebelum akhirnya melanjutkan hidup sebagai warga biasa. 

Setelah memasuki masa pensiun, mungkin ia bakal mengambil lisensi sebagai pelatih sepakbola, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh pesepakbola lain, seperti Zidane atau Guardiola; atau mungkin ia akan mulai merintis sebuah bisnis.

Mempersiapkan Masa Pensiun

Berbeda dengan karyawan di sebuah perusahaan, masa pensiun seorang pesepakbola, seperti yang dialami Mandzukic, memang terbilang lebih pendek. Maklum, semakin tua seorang pemain, maka semakin lemah kondisi tubuhnya. 

Kalaupun tetap dipaksa bermain di atas umur 30 tahun, maka yang bersangkutan tentu bakal kalah bersaing dengan pemain lain yang usianya jauh lebih muda. Alhasil, daripada hanya jadi "penghangat" bangku cadangan, maka lebih baik ia memilih pensiun dan menjalani profesi lain.

Oleh sebab itu, jauh-jauh hari, seorang pesepakbola wajib mempersiapkan segala sesuatunya sebaik mungkin. Jangan sampai, karena abai mempersiapkan masa pensiun, maka pemain tersebut mengalami masalah keuangan, seperti yang dialami oleh Ronaldinho.

(Cerita tentang masalah ekonomi yang dialami oleh Ronaldinho bisa dibaca di artikel berikut)

Makanya, selagi masih aktif "merumput", seorang pemain sepakbola sebaiknya mulai mencari sumber penghasilan lain. Penghasilan tadi bisa berasal dari bisnis yang sedang dirintis, sewa properti yang dimiliki, atau apapun yang bisa menghasilkan arus kas yang cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari pascapensiun kelak. Dengan demikian, kalau sudah tiba waktunya untuk pensiun, maka pemain tersebut tidak lagi bingung melanjutkan hidup.

Menceritakan Sebuah Pengalaman

Tentu saja, hal tersebut tak hanya berlaku untuk pemain sepakbola saja. Orang-orang dari profesi lain pun perlu melakukannya. 

Dalam menjalankan sebuah karier, setidaknya seseorang mesti mempunyai pendapatan lain di luar pendapatan utamanya. Pendapatan inilah yang bisa menjadi sebuah "gazebo" yang teduh manakala badai sedang datang menumbangkan pendapatan utama tersebut.

Setidaknya itulah yang dilakukan orangtua saya dulu. Papa saya dulunya adalah seorang montir yang bekerja di sebuah bengkel. Pada awalnya, keluarga kami hanya bergantung pada gaji yang diperoleh papa saya dari hasil kerjanya. Karena cuma hidup dari satu sumber saja, maka semuanya jadi serbaterbatas. Meski begitu, setidaknya, dalam waktu beberapa tahun, keluarga kami masih bisa bertahan.

Seiring berjalannya waktu, keluarga saya mendapat tawaran untuk membuka toko di sebuah pasar. Keluarga saya menyambut tawaran tersebut. Karena papa saya masih bekerja di bengkel, maka mama sayalah yang bertugas mengelola toko. Papa saya hanya bertugas memberi modal dan membantu membawakan barang.

Lambat laun, toko tersebut bertumbuh. Toko tersebut kemudian menjadi sumber pemasukan lain bagi keluarga kami. Hal ini sedikit meringankan beban papa, sebab begitu ia berhenti bekerja sebagai montir, masih ada sumber penghasilan dari toko.

Dari situ saya kemudian merenung, jika saja, orangtua saya tidak mempunyai sumber penghasilan lain, maka begitu papa saya masuk masa pensiun, boleh jadi keluarga kami sekarang bakal terlilit masalah keuangan!

Mulai Melakukan Investasi

Memulai sebuah bisnis, seperti yang dilakukan oleh orangtua saya bertahun-tahun yang lalu, merupakan sebuah investasi. Investasi inilah yang semestinya dilakukan oleh banyak orang sebelum memasuki masa pensiun.

Tentu saja, investasi yang dijalankan tidak harus melulu membuka toko. Jika memang terkendala masalah waktu, kini sudah ada bisnis franchise, yang sifatnya autopilot; dalam artian, bisnis tersebut bisa tetap beroperasi, tanpa kata mesti hadir dalam operasionalnya. Alhasil, tanpa harus repot mengurus ini-itu, kita tinggal menerima hasilnya.

Investasi lain yang juga bisa dicoba adalah bisnis properti. Bisnis tersebut bisa berupa memperdagangkan properti atau melakukan sewa-menyewa. 

Bisnis semacam ini menuntut ketelitian dan membutuhkan modal yang lumayan besar, mulai dari ratusan juta hingga miliaran. Namun demikian, seperti halnya bisnis franchise, bisnis ini sekarang sudah bisa dilakukan secara autopilot, mengingat sudah ada provider yang sanggup menjalankannya.

Investasi berikutnya ialah investasi di instrumen pasar uang, seperti saham, reksadana, obligasi, dan semacamnya. Keuntungan yang bisa dinikmati biasanya berasal dari capital gain, dividen, atau bunga. 

Besaran keuntungannya berbeda-beda, bergantung pada pilihan investasi yang diambil. Alhasil, untuk berinvestasi di sini, sebaiknya seseorang mengetahui profil risiko yang dimiliki.

Bebas Risiko?

Beberapa macam investasi di atas mungkin hanya secuil dari sekian banyak bentuk investasi yang terdapat di dunia. Meski begitu, berdasarkan pengalaman, tidak ada satupun bentuk investasi yang bebas risiko. Masing-masing investasi mempunyai kadar risiko yang berbeda-beda.

Walaupun demikian, bukan berarti risiko tadi tidak bisa dikelola. Yang terpenting ialah soal pengelolaan. Sebagus apapun sebuah investasi, tetapi kalau dikelola secara asal-asalan, maka hasilnya bisa mengecewakan. 

Jadi, supaya tidak kecewa pada masa pensiun, maka kita mesti mampu mengelola investasi sebaik mungkin.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun