Jika dicermati dari modus operandinya, maka yang dilakukan oleh "owner" tadi mirip dengan perbuatan "impostor" dalam game Among Us. Di satu sisi, saat menjalankan sebuah misi, ia bisa menjadi mitra yang andal dan tangguh, sehingga keberadaannya dianggap cukup membantu peran pemain lain. Sementara, di sisi lain, ia dapat menjelma menjadi "serigala berbulu domba", yang tega mencelakai teman sendiri!
Makanya, dalam berinvestasi saham, kita mesti mewaspadai keberadaan "impostor" demikian. Kalau sampai berteman atau bahkan bergabung menjadi membernya, maka kita bisa saja dirugikan atas rekomendasi saham yang keliru dan ditinggalkan sendirian di dalam kesulitan. Jadi, saran saya, daripada ikut "impostor", lebih baik jadilah investor yang independen.
Meski begitu, jika sudah mempunyai "jam terbang" yang banyak dalam investasi saham, maka kita bakal jadi lebih percaya pada kemampuan diri sendiri dalam memutuskan sebuah investasi, tanpa perlu lagi bergantung pada rekomendasi pihak lain yang belum tentu menolong kita dalam situasi-situasi sulit.
Salam.
Referensi:
Ramai di Media Sosial, Apa Itu Sindrom Imposter? (kompas.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H