Agar saham yang akan dirilis tadi terserap sepenuhnya, sepupu saya kemudian ditawari oleh manajemen untuk membeli saham perusahaan tersebut. Ia pun memborong beberapa lot saham tadi. Sejak saat itu, ia pun "resmi" menjadi karyawan sekaligus bos dari perusahaan tersebut.
Sekarang sepupu saya sudah berhenti bekerja di perusahaan tersebut. Namun, ia tetap berstatus sebagai "owner" sebab yang bersangkutan masih menyimpan sahamnya sampai sekarang.
Walaupun tidak diberikan secara gratis, namun, kepemilikan saham tadi bisa ikut membantu kesejahteraan karyawan. Sebab, karyawan dapat menikmati keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan lewat pembagian dividen.
Selain itu, kalau perusahaan memperlihatkan kinerja yang baik, tentu harga sahamnya akan diapresiasi, sehingga hal itu akan memberi keuntungan yang lebih besar bagi karyawan yang memengang sahamnya.
Kriteria Layak Investasi
Dalam ranah investasi saham, ESOP menjadi salah satu pertimbangan yang dipakai untuk menilai kualitas sebuah perusahaan. Kalau para karyawannya berani memegang saham perusahaannya dalam jangka panjang, itu tandanya mereka percaya bahwa kondisi perusahaan sedang bagus-bagusnya, sehingga menyimpan saham tersebut bisa memberikan lebih banyak keuntungan.
Makanya, beberapa manajer investasi, seperti Peter Lynch, suka menyelidiki porsi kepemilikan saham yang dipegang oleh para karyawan perusahaan. Menurutnya, semakin besar porsi saham yang dimiliki karyawan, maka semakin layak saham tersebut untuk dibeli.
Saat memilih saham, saya pun mempertimbangkan hal tadi. Saya biasanya akan mencari tahu semua informasi tentang para pemegang saham di dalam perusahaan tersebut, serta mencermati porsi saham yang mereka simpan.
Jika porsi yang dimiliki oleh para pemegang saham utama jumlahnya besar, katakanlah sampai 80%, ini adalah tanda mereka mempunyai keyakinan yang kuat bahwa prospek perusahaan bakal terus cerah, sehingga mereka mau mempertahankan atau bahkan menambah kepemilikan sahamnya.
Sebaliknya, jika jumlahnya lebih sedikit daripada saham yang beredar di masyarakat, saya biasanya "waswas". Sebab, kalau pemegang saham utamanya saja cuma berani memegang sedikit, maka yang bersangkutan boleh jadi "meragukan" kemampuan perusahaan untuk terus bertumbuh pada masa depan.
Sedikitnya porsi kepemilikan tersebut bisa berujung "bencana" bagi para investor kalau suatu hari nanti terjadi masalah yang serius di perusahaan. Sudah ada cukup banyak kasus yang menunjukkan hal ini.
Sebut saja kasus PT Sigmagold Inti Perkasa Tbk (TPMI) yang terjadi pada tahun lalu. Kasus ini bermula ketika perdagangan saham TPMI disuspensi oleh BEI karena perusahaan belum membayar denda akibat terlambat mempublikasi laporan keuangan. Alhasil, sejak tahun 2017, saham TPMI pun tidak dapat diperjual-belikan, dan ada banyak investor ritel yang "terjebak" di dalamnya.