Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Anomali Posisi "Dinasti Maldini" Lewat Kacamata Investasi

5 Februari 2020   09:01 Diperbarui: 5 Februari 2020   18:16 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daniel Maldini (sumber: www.foxsportsasia.com)

Seorang pemuda berusia sekitar 18 tahun terlihat berdiri gelisah di tepi lapangan. Ia tampak risau menunggu kedatangan Samu Castillejo, yang ditarik keluar arena pertandingan pada masa injury time. Baginya, momen itu terasa begitu "krusial", sehingga ia merasakan pergolakan yang hebat di hatinya.

Setelah pergantian pemain selesai dilakukan, pemain bernomor punggung 98 itu pun langsung berlari ke tengah lapangan. Sayangnya, belum lama ia menjejak rumput stadion, wasit meniup peluit panjang.

Kehadirannya yang terbilang singkat memang tidak mengubah keadaan sebab tim yang dibelanya mesti ikhlas berbagi angka 1-1 dengan lawan.

Biar begitu, baginya, peristiwa itu ibarat sebuah "sejarah" yang sangat penting. Pasalnya, pada saat itulah, ia resmi memulai debut di tim senior AC Milan.

Pemain tersebut tak lain dan tak bukan adalah Daniel Maldini. Ia adalah anak dari legenda AC Milan, Paolo Maldini. Debut yang dilakoninya boleh jadi adalah momen spesial. Sebab, debut tersebut menandai kelanjutan "Dinasti Maldini" di AC Milan.

Hal ini memang dapat dimaklumi karena Keluarga Maldini sudah "rutin" mengisi skuad AC Milan dari generasi ke generasi.


Semua itu dimulai ketika Cesare Maldini mengawali debutnya di AC Milan pada tahun 1954. Cesare yang pada waktu itu berposisi sebagai bek menjadi andalan AC Milan dalam menjaga pertahanan dari gempuran lawan.

Cesare Maldini (sumber: www.solopos.com)
Cesare Maldini (sumber: www.solopos.com)
Bakat Cesare sebagai bek ternyata menurun pada anaknya, Paolo Maldini. Seperti ayahnya, Paolo kemudian masuk ke tim AC Milan.

Ia memulai kariernya pada tahun 1985. Sejak saat itu, perannya di dalam tim nyaris tidak tergantikan.

Seperti ayahnya, Paolo juga punya loyalitas yang tinggi. Buktinya, dari awal hingga akhir kariernya, ia tidak pernah berpindah klub.

Biarpun sempat terputus beberapa tahun, akhirnya, "Dinasti Maldini" pun berlanjut dengan hadirnya Daniel di dalam tim. Pelatih AC Milan, Stefano Pioli, menyebut bahwa Daniel merupakan salah satu pemain yang "potensial".

Stefano memang tidak menjelaskan lebih rinci potensi yang dimaksud, tetapi kalau dilihat dari gaya bermainnya, Daniel boleh jadi berpeluang menjadi gelandang serang yang berkualitas beberapa tahun ke depan.

Berbeda dengan ayah dan kakeknya, Daniel merasa lebih cocok bermain sebagai gelandang. Ia dapat "beroperasi" di wilayah tengah, atau diplot menjadi winger. Semua bisa disesuaikan dengan skema yang dipakai pelatih.

Perbedaan Posisi

Perbedaan posisi bermain dalam "Dinasti Maldini" tersebut mengingatkan saya pada perbedaan 2 indikator yang kerap dipakai untuk mencari saham yang bagus dan murah. Jika dibandingkan, keduanya ternyata mempunyai kesamaan.

Dalam screening saham, biasanya indikator yang kerap menjadi patokan adalah Return On Equity (ROE) dan Price Book Value (PBV). Sebagaimana diketahui, ROE adalah indikator yang memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam mencetak laba, sementara PBV merupakan indikator yang menunjukkan "kekayaan" yang dimiliki oleh investor.

Kedua indikator ini biasanya saling "berseberangan", bergantung pada "jurus" yang digunakan investor dalam berinvestasi saham. Investor yang mengandalkan jurus "Growth Investing" kerap memakai ROE sebagai acuan.

Return on Equity (sumber: https://tradingstrategyguides.com)
Return on Equity (sumber: https://tradingstrategyguides.com)
Asalkan punya konsistensi ROE di atas 15%, investor tidak keberatan membeli sebuah saham di harga yang "premium" (PBV di atas 3 kali). Investor berasumsi bahwa sudah sewajarnya barang yang bagus dihargai mahal.

Sementara, investor yang terbiasa menggunakan pendekatan "Value Investing" berpandangan sebaliknya.

Menurut investor tipe ini, sebagus apapun sebuah saham, kalau dibeli di harga yang tergolong tinggi, hal itu bukanlah sebuah keputusan investasi yang bijak.

Maka, investor jenis ini kerap mencari "saham potensial" yang valuasinya murah (PBV di bawah 1 kali).

Price Book Value (sumber: https://www.stockdansaham.com)
Price Book Value (sumber: https://www.stockdansaham.com)
Sehubungan dengan kasus "Dinasti Maldini", posisi Daniel sebagai gelandang sejatinya mirip dengan investor yang beraliran "Growth Investing". Baginya, melancarkan serangan ialah salah satu syarat untuk memenangkan pertandingan.

Oleh sebab itu, jangan heran, dalam sejumlah laga, seorang gelandang, seperti Daniel, kerap "menjelajahi" setiap jengkal lapangan. Semua itu dilakukan untuk membuka peluang dalam mencetak gol.

Sebaliknya, Paolo yang berposisi sebagai bek serupa dengan investor beraliran "Value Investing". Baginya, mempunyai pertahanan yang sulit ditembus adalah kunci untuk meraih keberhasilan dalam sepakbola.

Sebab, seproduktif apapun sebuah tim, kalau jumlah gol yang dibuat timnya lebih sedikit dari jumlah gol yang dilesakkan tim lawan, hampir mustahil tim tersebut menyabet trofi.

Paolo Maldini (sumber: https://www.goal.com/getty images))
Paolo Maldini (sumber: https://www.goal.com/getty images))
Kedua tipe tadi masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Investor beraliran "Growth Investing" biasanya lebih unggul dalam hal produktivitas.

Hal ini bisa terjadi lantaran investor cenderung membeli saham-saham yang kinerjanya sedang oke. Saham-saham jenis ini memang banyak diminati dan kerap dihargai tinggi, sehingga harganya cenderung menguat secara cepat, terutama dalam kondisi pasar yang sedang bullish.

Ibarat seorang gelandang yang lebih berpeluang mencetak gol, investor yang memiliki saham ini bisa memperoleh cuan yang lumayan dalam waktu yang relatif singkat. Hanya, dengan menahan saham tadi beberapa bulan, potensi keuntungan yang didapat bisa lebih besar daripada bunga deposito yang dihitung secara tahunan!

Namun, yang jadi persoalan ialah valuasi harga yang sudah mahal. Valuasi yang tinggi memang menjadi "penghalang" bagi kenaikan harga saham secara besar-besaran.

Wajar, investor biasanya enggan membeli saham yang harganya telalu mahal, sehingga harga saham tadi cenderung "stuck". Hal lainnya adalah risiko "capital loss" yang muncul ketika pasar saham sedang bearish.

Dalam kondisi demikian, saham yang dianggap terlampau mahal biasanya akan turun harganya. Penurunan harganya pun bisa jauh lebih dalam, bergantung pada seberapa parah situasi yang terjadi.

Kondisi ini ibarat seorang gelandang yang tadinya rajin mencetak gol tiba-tiba menjadi kontraproduktif lantaran bertemu dengan lawan yang lebih kuat. Pertahanan lawan yang solid ditambah daya gempur yang kuat membikin kehebatan gelandang tadi "tenggelam". Alhasil, ia cuma bisa menatap gawang timnya dibombardir oleh lawan dengan mudah.

Situasi sebaliknya terjadi pada investor beraliran "Value Investing". Kalau investor bertipe "Growth Investing" kerap berinvestasi di saham-saham yang progresif, investor bertipe "Value Investing" justru suka memilih saham-saham yang cenderung pasif.

Biasanya saham-saham jenis ini kinerjanya sedang buruk. Makanya, jangan heran kalau harganya sangat murah dan cenderung "sepi" transaksi. Bahkan, dalam kondisi pasar saham yang sedang bullish sekali pun, belum tentu harganya akan ikut terangkat.

Investor yang memegang saham seperti ini memang harus "ekstra" sabar. Ibarat seorang bek yang baru bertugas ketika pihak lawan melancarkan serangan, investor mesti menunggu selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk memperoleh hasil yang memuaskan.

Meski begitu, potensi keuntungan yang bisa diraih dari berinvestasi di saham ini bisa jauh lebih besar. Nilainya dapat mencapai puluhan hingga ratusan persen. Situasi tersebut bisa terjadi jika kinerja perusahaan suatu saat membaik.

Dengan demikian, ibarat seorang bek yang ikut menyerang dan mencetak gol kemenangan, penantian panjang yang dilakukan investor akan terbayarkan dengan imbal hasil yang sangat besar!

Perbedaan posisi bermain yang diambil oleh penerus "Klan Maldini" sejatinya adalah sebuah pilihan. Posisi tersebut dipilih berdasarkan kecocokan.

Bagi Cesare dan Paolo, posisi sebagai bek mungkin adalah pilihan terbaik. Sepanjang kariernya, kedua pemain tersebut terus setia mengisi posisi tersebut.

Dengan jam terbang yang terbilang panjang, jangan heran kalau keduanya kemudian menjadi bek terbaik di dunia!

Sebaliknya, Daniel Maldini barangkali merasa bahwa gelandang adalah posisi yang pas untuknya. Biarpun terbilang masih sangat "hijau", bukan berarti ia akan sulit mendapat tempat di skuad utama AC Milan. Asalkan, mau bekerja keras, niscaya ia akan menjelma menjadi salah satu gelandang terbaik di dunia!

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun