Untuk menghindari "jebakan" tersebut, investor tentu perlu membaca laporan keuangan kuartalan dan tahunan. Dari situ, investor bisa memahami kondisi keuangan yang terjadi di perusahaan dan menemukan sesuatu yang menyebabkan sahamnya dihargai sedemikian murah di pasar.
Laporan Keuangan KAEF
Sewaktu memeriksa laporan keuangan KAEF, saya menemukan bahwa perusahaan ternyata mengalami penurunan laba bersih selama 9 bulan terakhir.Â
Penurunan tadi lebih disebabkan oleh beban keuangan (bunga bank yang mesti dibayar dalam tempo satu tahun), dan hal itulah yang sekiranya "menggerus" laba kotor yang berhasil dicetak perusahaan.
Dalam laporan keuangan kuartal III 2019, misalnya, beban keuangan yang ditanggung KAEF sebesar 357 miliar. Beban ini berasal dari akumulasi utang bank yang diambil KAEF pada beberapa tahun sebelumnya.
Makanya, jangan heran, meskipun laba kotornnya meningkat menjadi 2,5 trilun rupiah dari periode tahun lalu, tetap saja, laba tersebut akhirnya terpakai hanya untuk bayar bunga bank.
Alhasil, harga saham KAEF pun terus merosot sejak bulan April 2019. Saat tulisan ini diketik, saham KAEF bercokol di harga Rp 1.100-an, padahal pada bulan April 2019 harganya masih Rp 3.300-an!
Jadi, alih-alih langsung memborong saham KAEF sekarang, lebih baik investor terus memantau kinerja perusahaan beberapa kuartal ke depan. Hal ini dinilai lebih aman. Jika terdapat indikasi bahwa kondisi perusahaan sudah membaik, barulah investor bisa memutuskan membeli saham tersebut.
Likuiditas Saham
Aspek lain yang mesti dipertimbangkan juga adalah likuiditas saham. Katakanlah kinerja perusahaan membaik, dan Anda memutuskan membeli sahamnya dalam jumlah besar. Namun, oleh karena satu dan lain hal, alih-alih naik, harga sahamnya malah jalan di tempat.