Harga saham tersebut tiba-tiba "mantul", dan terus merangkak naik, bahkan hingga mendekati posisi harga beli yang saya ambil. Ah, andaikan bisa sedikit bersabar, kerugian saya mungkin akan lebih minim!
Keputusan Menjual Saham
Lukas Setia Atmaja juga memahami dilema tersebut. Dalam seminar investasi yang diselenggarakan pada tanggal 30 November kemarin, ia sempat berbagi cerita tentang seorang kenalannya yang melepas saham BBCA terlalu "dini".
Kenalan Lukas tadi membeli saham BBCA ketika harganya masih Rp 3.000-an per lembar. Saham itu dipilih memang untuk investasi, sehingga dengan setia ia terus menyimpannya selama bertahun-tahun.
Setelah semua sahamnya dijual, kenalan Lukas tadi mengaku menyesal. Sebab, harga saham BBCA kemudian terus melesat. Kini saham BBCA diperdagangkan di harga Rp 31.000-an/ lembar. Andaikan dulu mampu menaklukkan "godaan", uangnya tentu akan bertumbuh berkali-kali lipat!
Sebagai seorang dosen dan praktisi pasar modal, Lukas sudah sering mendengar cerita serupa. Ia cukup berpengalaman menangani persoalan semacam ini. Untuk mengatasi masalah ini, ia kemudian mengidentifikasi kondisi-kondisi, yang bisa menjadi pertimbangan investor sebelum menjual sahamnya.
"Kondisi pertama adalah saat sedang butuh uang"
Situasi sulit, seperti jatuh sakit atau terkena musibah, bisa menjadi alasan seseorang mencairkan saham. Baik sudah untung maupun dalam keadaan rugi, saham terpaksa dijual untuk membiayai keperluan darurat.
Agar lancar dilepas, sebelum berinvestasi di sebuah saham, sebaiknya investor mempertimbangkan faktor likuiditas. Tidak semua saham yang tercatat di bursa efek indonesia bersifat likuid, alias mudah ditransaksikan.Â
Ada sejumlah saham yang sepi peminat, dan investor akan sulit menjual saham jenis ini kalau ingin memperoleh dana cepat.